Tag: PNS

  • Guru Harap Siap-siap Retrutmen P3K Kota Metro Akan Dibuka

    Guru Harap Siap-siap Retrutmen P3K Kota Metro Akan Dibuka

    Kota Metro (SL)-Kota Metro akan kembali merekrut pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) khusus guru dengan kuota terbatas, yakni hanya 84 formasi saja. Hal ini diungkapkan Kepala Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Metro, Welly Adiwantra. Jumat, 11 November 2022.

    Welly menyebut, 84 kuota P3K tersebut diberikan pemerintah pusat kepada Pemkot Metro khusus formasi tenaga guru fungsional. Dalam prosesnya retrutmen tidak melibatkan pemerintah daerah melainkan langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.

    “Kuota untuk Kota Metro pada tahap pertama yang diterima dari Menpan RB khusus merekrut tenaga guru yang telah terdaftar sebagai peserta tahun lalu dan dinyatakan lulus memenuhi standar passing grade pada seleksi tahun yang lalu atau P1. Selain itu, Kuota juga diperuntukkan bagi mereka yang sudah diterima berdasarkan peringkat hasil seleksi terdahulu. Sehingga saat ini mereka hanya tinggal mendaftar,” jelasnya.

    Ditambahkannya lagi, formasi P3K tenaga guru tersebut di usulkan berdasarkan Analisis Jabatan (Anjab) yang berlaku di lingkungan pemerintah setempat. Menurut Welly, semua jenis formasi diusulkan sepanjang lolos dalam verifikasi pendataan yang lalu. Namun untuk tahapan ke depannya, pihaknya ikut keputusan pemerintah pusat.

    “Tetapi mengenai kelanjutan dan bagaimana kedepannya kami tidak mengetahuinya. Karena itu merupakan kewenangan pemerintah pusat. Daerah hanya tinggal melaksanakan apa yang telah menjadi keputusan Pemerintah Pusat,” pungkasnya. (Red)

  • Insentif 300 Ribu Guru Madrasah Bukan PNS Cair September 2021

    Insentif 300 Ribu Guru Madrasah Bukan PNS Cair September 2021

    Jakarta (SL) – Kementerian Agama tengah memproses pencairan insentif bagi guru madrasah bukan PNS. Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas memperkirakan insentif ini akan mulai cair pada September 2021.

    “Petunjuk teknis pencairan insentif guru madrasah bukan PNS sedang dalam tahap finalisasi. Saya minta Ditjen Pendidikan Islam untuk bisa segera melakukan proses pencairan. Targetnya September sudah mulai cair,” tegas Menag di Jakarta, Sabtu, 28 Agustus 2021.

    “Kami alokasikan insentif untuk sekitar 300 ribu guru madrasah bukan PNS dengan anggaran mencapai Rp647 miliar,” sambungnya.

    Menurut Menag, insentif ini diberikan kepada guru bukan PNS pada Raudlatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Insentif ini bertujuan memotivasi guru bukan PNS untuk lebih berkinerja dalam meningkatkan mutu pendidikan. Dengan begitu diharapkan terjadi peningkatan kualitas proses belajar-mengajar dan prestasi belajar peserta didik di RA dan Madrasah.

    Dirjen Pendidikan Islam M Ali Ramdhani menambahkan, insentif akan diberikan kepada guru yang memenuhi kriteria. Total kuota yang ada, telah dibagi secara proporsional berdasarkan jumlah guru setiap provinsi. Jawa Timur menjadi provinsi dengan kuota terbanyak, karena jumlah guru madrasah bukan PNS juga paling banyak.

    “Sebelumnya, anggaran insentif guru ada di daerah. Untuk 2021, pencairan insentif dilakukan secara terpusat, melalui anggaran Ditjen Pendidikan Islam,” ujarnya.

    “Tunjangan Insentif bagi guru bukan PNS pada RA/Madrasah disalurkan kepada guru yang berhak menerimanya secara langsung ke rekening guru yang bersangkutan,” lanjutnya.

    Sementara Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan M Zain menambahkan, karena keterbatasan anggaran, insentif hanya diberikan kepada guru madrasah bukan PNS yang memenuhi kriteria dan sesuai dengan ketersediaan kuota masing-masing provinsi.

    Adapun kriterianya, lanjut M Zain, adalah sebagai berikut:

    1. Aktif mengajar di RA, MI, MTs atau MA/MAK dan terdaftar di program SIMPATIKA (Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Agama);

    2. Belum lulus sertifikasi;

    3. Memiliki Nomor PTK Kementerian Agama (NPK) dan/atau Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK);

    4. Guru yang mengajar pada satuan administrasi pangkal binaan Kementerian Agama;

    5. Berstatus sebagai Guru Tetap Madrasah, yaitu guru Bukan Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah, Kepala Madrasah Negeri dan/atau pimpinan penyelenggara pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk jangka waktu paling singkat 2 tahun secara terus menerus, dan tercatat pada satuan administrasi pangkal di madrasah yang memiliki izin pendirian dari Kementerian Agama serta melaksanakan tugas pokok sebagai guru.

    “Diprioritaskan bagi guru yang masa pengabdiannya lebih lama dan ini dibuktikan dengan Surat Keterangan Lama Mengabdi,” tegas M Zain.

    6. Memenuhi kualifikasi akademik S-1 atau D-IV;

    7. Memenuhi beban kerja minimal 6 jam tatap muka di satminkalnya;

    8. Bukan penerima bantuan sejenis yang dananya bersumber dari DIPA Kementerian Agama.

    9. Belum usia pensiun (60 tahun).

    “Ini akan diprioritaskan bagi guru yang usianya lebih tua,” sebut M Zain.

    10. Tidak beralih status dari guru RA dan Madrasah.

    11. Tidak terikat sebagai tenaga tetap pada instansi selain RA/Madrasah.

    12. Tidak merangkap jabatan di lembaga eksekutif, yudikatif, atau legislatif.

    “Terakhir, tunjangan insentif dibayarkan kepada guru yang dinyatakan layak bayar oleh Simpatika. Ini akan dibuktikan dengan Surat Keterangan Layak Bayar,” tandasnya. (*/Wagiman)

  • PNS Berstatus Tersangka Korupsi Masih Digaji Negara ?

    PNS Berstatus Tersangka Korupsi Masih Digaji Negara ?

    Jakarta (SL) – Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) tahun 2015, ada 2.674 PNS yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Namun, dari jumlah tersebut, hanya 317 saja yang sudah diberhentikan secara tidak hormat. Sedangkan 2.357 lainnya masih berstatus PNS aktif.

    Memang, untuk meminimalisir kerugian negara, BKN telah memblokir rekening dan data 2.357 PNS koruptor yang belum dipecat. Namun, hingga saat ini negara masih tetap membayar gaji mereka. “Teman-teman masih menghitung itu (kerugian negara yang ditimbulkan),” kata Ketua KPK Agus Rahardjdo di Istana Negara, Rabu (5/9).

    Sementara, Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan menyebut kisaran gaji yang digelontorkan negara untuk PNS terpidana korupsi jumlahnya berbeda-beda. Namun, bila setiap PNS digaji 10 juta maka negara harus mengeluarkan uang lebih dari Rp 23 mililar tiap bulan. “Pasti dong (kerugian negara). Harusnya sudah diberhentikan dari dulu sejak inkrah. Itu orang tidak layak dapat gaji sebenarnya,” kata Ridwan.

    Namun, pemecatan PNS tersebut hanya bisa dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) mulai dari tingkat menteri, gubernur, hingga bupati/wali kota. Ia berharap hal itu bisa dilakukan sebelum akhir tahun.

    Terkait hal itu, juru bicara KPK Febri Diansyah meminta PKK bisa segera memecat para PNS koruptor. Ia juga meminta agar PPK tidak bersikap toleran atau kompromi dengan setiap pelaku korupsi. “Untuk pemblokiran (hanya) berdampak pada proses kepegawaiannya seperti kenaikan pangkat, promosi, mutasi menjadi terhenti. Namun pembayaran gaji tidak dapat dihentikan sampai adanya keputusan pemberhentian PNS/ASN tersebut,” jelas Febri saat dihubungi, Rabu (5/9).

    Terkait kasus tersebut, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengaku baru tahu dan terkejut. Namun, ia menyebut telah bertemu dengan Menpan RB dan telah menjadwalkan rapat koordinasi dengan BKN dan KPK. “Justru saya baru tahu, ada 2 ribu lebih. Target oleh BKN akhir tahun selesai. Tadi saya sudah ketemu dengan MenpanRB secara singkat, akan ada rakor suatu hari, jadi atensi Mendagri, BKN, dan KPK,” kata Tjahjo.

    Apalagi, 2.357 PNS tersebut kasusnya sudah inkracht. Sehingga, seharusnya sudah bisa dipecat saat itu juga. “(Tapi kebijakan soal itu) kami temui Pak MenpanRB dan BKN karena mereka yang punya data. Secepatnya,” tegas Tjahjo. (kumparan)

  • Tenaga Honorer Bisa Ikuti PPPK Setara PNS

    Tenaga Honorer Bisa Ikuti PPPK Setara PNS

    Jakarta (SL) – Tenaga honorer nantinya bisa jadi setara dengan pegawai negeri sipil (PNS). Mereka yang masih berstatus honorer selama bertahun-tahun bisa mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau setara PNS.

    Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB Setiawan Wangsa Atmaja mengatakan bahwa seleksi honorer menjadi PPPK dilakukan satu kali untuk jangka waktu tertentu. Mereka juga dievaluasi setiap tahunnya sama seperti PNS. “Seperti PNS bahwa PNS setiap tahun dievaluasi kinerjanya. Katakanlah (kontrak) 1 kali untuk 10 tahun, atau bisa lebih tergantung jenis jabatannya. Tapi yang jelas tidak seleksi setiap tahun,” kata Setiawan saat raker dengan Komisi X di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (12/12/2018) kemarin.

    Menjadi PPPK tidak serta merta bisa aman dari pekerjaan yang diembannya. Mereka juga dituntut bekerja dengan profesional seperti PNS atau pegawai pada umumnya. Diharapkan PPPK bisa bekerja dengan baik.

    Setiawan menambahkan, PPPK juga akan mendapatkan hak yang sama seperti PNS. Mereka akan mendapatkan jaminan kecelakaan kerja, jaminan kesehatan dan perlindungan.

    Sedangkan untuk gaji akan disamakan dengan PNS atau sesuai UMR, namun tidak mendapatkan uang pensiun.

    Misalnya, jabatan tertentu mensyaratkan pensiun di usia 58 tahun, maka tenaga honorer yang berusia 57 tahun masih bisa mengikuti seleksi PPPK.  “Kalau jabatan pensiun usia 58, 57 dia masih bisa daftar,” tambah Setiawan.

    Setiawan menekankan untuk kebutuhan PPPK maupun PNS harus didasarkan pada kebutuhan kementerian/lembaga (K/L). Jumlah tersebut diusulkan oleh pejabat pembina kepegawaian. “Harus didasarkan kebutuhan organisasinya. Kemudian karena berdasarkan kebutuhan organisasi harus diusulkan pejabat pembina kepegawaian,” ujar Setiawan.

    Perekrutan PPPK sama halnya seperti dengan PNS harus dengan seleksi. Akan tetapi, perekrutan PPPK lebih ditujukan untuk merekrut tenaga profesional. “Bahwa adanya PPPK adalah untuk merekrut tenaga fungsional profesional,” kata Setiawan. (detikfinance)

  • Sidang BAPEK Putuskan 33 Orang PNS Diberhentikan

    Sidang BAPEK Putuskan 33 Orang PNS Diberhentikan

    Jakarta (SL) – Sidang Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) memutuskan penjatuhan sanksi Pemberhentian dengan Tidak Hormat atas Permintaan Sendiri (PDHTAPS) terhadap 33 Pegawai Negeri Sipil ( PNS). Sidang BAPEK ini dilaksanakan pada Senin (26/11/2018) di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Jakarta. Sidang dipimpin oleh Menteri PAN-RB Syafruddin.

    Seperti dikutip dari situs resmi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, setkab.go.id, 33 PNS ini bekerja di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. “Dari jumlah itu, sebanyak 24 PNS di antaranya disebabkan karena tidak masuk kerja atau mangkir lebih dari 46 hari,” kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Syafruddin, melalui keterangan tertulis.

    Sementara, PNS lainnya yang diberhentikan karena berbagai sebab seperti penyalahgunaan wewenang, calo PNS, penceraian tanpa izin, serta perzinahan. Dalam sidang tersebut juga diputuskan terdapat satu orang PNS diberikan sanksi turun pangkat satu tahun, empat orang mendapatkan sanksi penurunan pangkat tiga tahun.

    Adapun, satu orang PNS diberi sanksi penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, dan satu orang PNS dibatalkan hukumannya karena memasuki batas usia pensiun. Sidang penjatuhan sanksi dihadiri di antaranya seperti Sekretaris BAPEK yang juga Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana, Sekretaris Kemenpan-RB Dwi Wahyu Atmaji, pejabat Kejaksaan Agung RI, Badan Intelijen Negara (BIN), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Pengurus KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia). (kompas)

  • Dewan Pers Warning PNS Merangkap Jurnalis

    Dewan Pers Warning PNS Merangkap Jurnalis

    Makassar (SL)-Dewan Pers menyoroti Aparatur Sipil Negara (ASN) di pemerintahan yang berprofesi jurnalis di berbagai daerah, termasuk di Makassar karena jurnalis tidak boleh bekerja sebagai ASN, karena tugas keduanya berbeda. Contoh kasus ada Staf kelurahan Maccini merangkap Pegawai Negri Sipil (PNS) sekaligus Wartawan hal ini pun di tanggapi serius oleh Dewan Pers, Ju’mat (23/11/2018).

    “Logika berpikirnya sangat mudah, ASN bertugas sebagai pelayan masyarakat, sedangkan jurnalis mengawasi kinerja pemerintahan. Bagaimana mungkin bisa orang yang bertugas sebagai pelayan masyarakat dalam waktu yang sama mengawasi kinerja pemerintahan,” kata anggota Dewan Pers Nezar Patria yang dihubungi dari awak media.

    Nezar menerima sejumlah laporan masalah ini karena seharusnya orang yang memiliki pekerjaan ganda memilih menjadi ASN atau jurnalis. “Sebagai jurnalis harus bersikap independen. Tidak mungkin ASN mau atau berani mengkritik kebijakan atasannya,” kata Nezar.

    Nezar mengemukakan pihak yang mesti menindak oknum ASN yang berprofesi jurnalis adalah perusahaan media massa tempat orang itu bekerja. “Yang bisa ambil tindakan cepat itu perusahaan pers, bukan Pemda,” kata Nezar.

    Oknum ASN yang berprofesi sebagai jurnalis di kelurahan Maccini sempat mendapat sorotan wartawan berbagai media massa. Oknum ASN ini bahkan mengusir wartawan saat melakukan peliputan di kantor lurah Maccini beberapa hari yang lalu. (nkriku)

  • Istana Bantah Jokowi Pernah Janjikan Guru Honorer Jadi PNS

    Istana Bantah Jokowi Pernah Janjikan Guru Honorer Jadi PNS

    Jakarta (SL) – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko membantah Presiden Joko Widodo pernah berjanji bakal mengangkat seluruh guru honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil(PNS). Hal ini disampaikan menyikapi unjuk rasa guru honorer di depan Istana Negara beberapa waktu lalu.

    “Oh enggak juga, ntar dulu, janji di mana? Makanya sekarang tegas Presiden enggak ada lagi janji-janji politik untuk urusan pengangkatan CPNS,” kata Moeldoko di Kompleks Istana Bogor, Jumat (2/11). Sebelumnya, ribuan karyawan honorer kategori dua (K2), yang mayoritas guru, melakukan aksi demonstrasi menuntut agar diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS).

    Para guru yang berasal dari sejumlah daerah di Indonesia itu menggelar aksi demonstrasi dan menginap di seberang Istana sejak Selasa (30/10). Moeldoko menyatakan janji-janji seperti itu malah disampaikan para calon kepala daerah dalam Pilkada tahun ini dan sebelumnya. “Justru presiden yang menekankan itu. Jangan dibalik-balik,” tuturnya.

    Pemerintah, kata Moeldoko, telah menawarkan sejumlah opsi bagi mereka seperti membuka formasi CPNS khusus untuk guru honorer. Namun, hal ini dikomplain sebab hanya yang berusia di bawah 35 tahun bisa mengikuti tes ini. Pilihan lainnya adalah mendaftarkan diri sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagi mereka yang tak bisa mengikuti tes CPNS. Peraturan ini sedang difinalisasi pemerintah.

    Pemerintah juga akan mengupayakan agar sisa tenaga honorer yang ada melalui pendekatan kesejahteraan yang ditentukan pemerintah daerah masing-masing jika tak lulus PPPK. “Terus kami ada solusi itu, tiga solusi. Sekarang masih ada yang tidak puas ya tidak bisa semuanya dipenuhi dong,” kata mantan Panglima TNI ini.

    Ketiga opsi itu dibuat atas dasar banyak pertimbangan tanpa mengurangi peningkatan kualitas birokrasi. “Itu pilihannya. Kalau mau asal-asalan ya sudah, sama aja kan. Jangan dong sekian lama dia punya usia mengabdi pada pemerintah, kalau enggak dibenahin, mulai sekarang enggak pernah begitu,” tutur Moeldoko.(repelita)

  • Mendagri : Desember 2018 Batas Pemecatan PNS Terpidana Korupsi

    Mendagri : Desember 2018 Batas Pemecatan PNS Terpidana Korupsi

    Jakarta (SL) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah mendatangani kesepakatan bersama untuk mengambil tindakan tegas terhadap ribuan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pelaku Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

    Kesepakatan itu dituangkan dalam Keputusan Bersama Keputusan Mendagri, Menteri PANRB, dan Kepala BKN tertanggal 13 September 2018, Nomor 182/6597/SJ, Nomor 15 Tahun 2018, dan Nomor 153/KEP/2018 tentang Penegakan Hukum Terhadap PNS Yang Telah Dijatuhi Hukuman Berdasarkan Putusan Pengadilan Yang Berkekuatan Hukum Tetap Karena Melakukan Tindak Pidana Jabatan atau Tindak Pidana Kejahatan Yang Ada Hubungannya dengan Jabatan.

    Keputusan Bersama itu dilakukan dalam rangka sinergitas dan koordinasi Kementrian/Lembaga dalam rangka penegakan hukum khususnya terkait penjatuhan sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

    Menurut Keputusan Bersama itu, penjatuhan sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat sebagai PNS oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan Pejabat Yang Berwenang (PYB). Selain itu, juga ada penjatuhan sanksi kepada PPK dan PYB yang tidak melakukan penjatuhan sanksi memberhentikan tidak dengan hormat PNS yang telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.

    “Penyelesaian ruang lingkup keputusan bersama ini paling lama bulan Desember 2018,” bunyi diktum KETIGA Keputusan Bersama itu.
    Keputusan Bersama ini berlaku sejak ditandatangani, yaitu 13 September 2018. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) tercatat hingga kini masih 2.357 Pegawai Negeri Sipil (PNS) pelaku tindak pidana korupsi (tipikor) yang sudah berstatus inkracht namun masih tetap aktif bekerja.

    “Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.917 merupakan PNS yang bekerja di Pemerintah Kabupaten/Kota, 342 PNS bekerja di Pemerintah Provinsi, dan sisanya 98 PNS bekerja di Kementerian/Lembaga di wilayah Pusat,” kata Deputi Bidang Pengawasan dan Pengendalian BKN, I Nyoman Arsa, dalam Rapat Koordinasi Penegakan Disiplin PNS, di Jakarta, Kamis (13/9) siang. (nt/jun)

  • Tidak Ada Lagi Pengangkatan Guru Honor, Ingin Jadi PNS Harus Tes

    Tidak Ada Lagi Pengangkatan Guru Honor, Ingin Jadi PNS Harus Tes

    Jakarta (SL) – Kabar buruk bagi para tenaga honorer di seluruh wilayah Indonesia. Harapan untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) sirna sudah. Kementerian Pendayagunaan Apartur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) memastikan tidak ada lagi pengangkatan langsung tenaga honorer menjadi PNS.

    Hal itu disampaikan Menpan RB, Asman Abnur, usai membuka Koordinasi Kebijakan Standarisasi Jabatan dan Pengembangan Karier SDM Kemenpan RB di Hotel Clarion Makassar, Kamis (3/5/2018).

    Menpan Asman menegaskan, tenaga honorer harus ikut tes seleksi calon PNS ( CPNS) sesuai dengan amanat Undang-undang. “Yang jelas ada penerimaan CPNS tahun ini dan semua harus melalui melalui tes. Hasil seleksi semua diumumkan secara transparan dan tidak ada lagi sistem titipan pejabat dan lainnya,” kata dia.

    “Jadi kalau ada pegawai yang sudah bekerja lima tahun, dua tahun atau tiga tahun, silakan ikut tes jika ingin jadi PNS,” tambahnya.

    Menpan Asman menjamin transparansi dalam rekrutmen CPNS. Ia memastikan yang lulus seleksi betul-betul berdasarkan kompetensi. Saat ini, era keterbukaan membuat tidak ada lagi orang yang lulus seleksi berdasarkan rekomendasi pejabat tertentu.

    “Bupati, Gubernur, termasuk Menteri sekali pun tidak bisa bantu jadi CPNS. Yang bisa membantunya adalah kemampuan individunya sendiri. Ada tesnya, ada soal-soalnya,” tegas Asman.

    Standar kompetensi

    Dia memaparkan bahwa pemerintah ingin PNS yang menduduki suatu jabatan harus berdasarkan kompetensi. Di mana suatu jabatan harus dipegang oleh orang yang ingin bekerja profesional serta punya kompetensi yang pas di bidangnya.

    “Pentingnya manajemen aparatur sipil negara berbasis kualifikasi, kompetensi dan kinerja. Sebab PNS merupakan orang-orang pilihan. Kalau salah merencanakan dan salah merekrut, maka 30-50 tahun ke depan kita akan salah menanggung beban,” kata Asman dalam rapat koordinasi di hadapan perwakilan PNS dari 185 kabupaten/kota se-Indonesia di Kota Makassar.

    Seperti diketahui sebelumnya, pemerintah berencana membuka seleksi CPNS untuk berbagai formasi pada tahun ini.

    Meski tidak disebutkan kapan waktu pasti pelaksanaannya, namun perundang-undangan tidak lagi membenarkan adanya perekrutan CPNS tanpa tes.

    Pendaftaran CPNS 2018

    Kini sudah ada titik terang dan jawaban dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen-PAN RB) RI.

    Menteri PAN RB, Asman Abnur pada Selasa (27/3/2018) mengatakan, pada bulan Mei akan dilakukan finalisasi formasi sesuai dengan usulan dari masing-masing pemerintah daerah.

    Tes akan dilakukan setelah pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak, dan akhir tahun 2018 adalah waktu untuk pengumuman hasil tes hingga pengangkatan CPNS.

    Sesuai dengan jadwal dari Komisi Pemilihan Umum RI, hari pencoblosan pemilihan kepala daerah di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten akan berlangsung pada 27 Juni 2018.

    Sebagian besar pemerintah daerah kini telah menyerahkan usulan formasinya.

    Berdasarkan usulan formasi, CPNS yang bakalan banyak diterima adalah tenaga kependidikan dan kesehatan atau guru, perawat, bidan, dan dokter.

    Artinya, peluang sarjana pendidikan, sarjana kedokteran, ahli madya kebinanan, atau ahli madya keperawatan sangat besar.

    Total PNS yang akan diterima tahun ini diperkirakan tidak lebih dari 200 ribu orang, sesuai dengan jumlah PNS yang akan pensiun.(net/*)