Tag: Politik Uang

  • JPK Lampung Buka Pusat Pelaporan Kecurangan Pilkada dan Politik Uang

    JPK Lampung Buka Pusat Pelaporan Kecurangan Pilkada dan Politik Uang

    Bandar Lampung, sinarlampung.co Menyambut Pilkada serentak pada 27 November 2024, Jaringan Pemberantas Korupsi (JPK) Korwil Lampung mengambil langkah tegas dengan membuka Pusat Pelaporan Kecurangan Pilkada dan Politik Uang Lampung (PPKP&PUL). Langkah ini diambil untuk mencegah dan memahami indikasi kondisi serta praktik politik uang yang kerap mencederai demokrasi.

    Keputusan pembentukan badan ad hoc ini berdasarkan Surat Keputusan nomor: 03/dpn-jpk/SK/PPKP&PUL/XI/2024 yang ditandatangani Presiden DPN-JPK, Dr. Ery Setya Negara, SH., MH., pada 11 November 2024. Badan ini mulai aktif tahap akhir kampanye hingga penghitungan suara Pilkada serentak di Provinsi Lampung.

    Ketua PPKP&PUL Lampung, Fenny Setiawan, mengungkapkan adanya indikasi serangan fajar di berbagai kabupaten/kota di Lampung. “Kami sudah membentuk jaringan ad hoc di setiap kabupaten untuk mempermudah pelaporan masyarakat ke Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota. Langkah ini bertujuan menciptakan pemilu yang bersih dan menghasilkan pemimpin berkualitas,” ujar Fenny di Bandar Lampung, Rab, 13 November 2024.

    Menurut Fenny, masyarakat harus ikut mengawal Pilkada dengan aktif melaporkan praktik politik uang. “Rekam, video, dan viralkan siapa pun pelakunya. Gunakan ponsel Anda dan laporkan ke hotline kami di 082176531167 atau 088287198256. Kami siap melayani laporan selama 24 jam,” tambahnya.

    Politik Uang dan Sanksi Hukum

    Fenny juga menegaskan, politik uang adalah pelanggaran serius yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Sanksi bagi pelaku, baik pemberi maupun penerima, termasuk pidana penjara 3-6 tahun serta denda hingga Rp1 miliar. “Jangan ragu untuk melaporkan, karena hukum melindungi pelapor,” katanya.

    Ia berharap semua pihak, termasuk kontestan Pilkada, menjunjung integritas tinggi. “Berkompetisilah secara jujur dan bersih. Jangan kotori demokrasi dengan cara-cara kotor,” tegas Fenny.

    Mengawal Masa Depan Lampung

    Sebagai alumni FISIP Unila 1986, Fenny menunjukkan semangat besar untuk memperbaiki tatanan demokrasi di Lampung. Ia mengajak seluruh masyarakat untuk peduli terhadap masa depan daerah. “Jika kita ingin Lampung maju, Pilkada harus berlangsung bersih. Ini adalah tanggung jawab kita bersama,” tutupnya.

    Dengan langkah tegas ini, JPK berkomitmen menjaga integritas demokrasi di Lampung. Semoga Pilkada serentak 2024 menjadi momentum perubahan menuju pemerintahan yang bersih dan berintegritas. (*)

  • Dukung Bawaslu Cegah Politik Uang, Kapolda Lampung Bakal Tindak Tegas Pelaku

    Dukung Bawaslu Cegah Politik Uang, Kapolda Lampung Bakal Tindak Tegas Pelaku

    Bandar Lampung, sinarlampung.co – Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Provinsi Lampung terus menyosialisasikan bahaya politik uang dalam Pilkada serentak 2024. Untuk mendukung langkah ini, Bawaslu menggunakan alat peraga sosialisasi (APS) berupa tayangan di videotron, baju kaus, stiker, spanduk, baliho, banner, poster, selebaran, brosur, dan media lainnya.

    Ratusan ribu APS anti politik uang disebar untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya politik uang dan mendorong partisipasi dalam pemilu yang bersih. Selain itu, Bawaslu juga melibatkan masyarakat dalam pengawasan partisipatif melalui pendidikan politik lewat program Bawaslu Goes to School, Bawaslu Goes to Campuss.

    Kemudian, Bawaslu juga membentuk Kampung Pengawasan Partisipatif, Kampung Anti Politik Uang, dan Posko Aduan untuk mengajak masyarakat berpartisipasi aktif melaporkan dugaan pelanggaran pemilihan di masa kampanye, masa tenang, dan hari pemungutan suara.

    Kapolda Lampung, Irjen Pol Helmy Santika, mengapresiasi upaya-upaya Bawaslu untuk meminimalisir praktik politik uang tersebut.
    “Saya mengapresiasi Bawaslu serta pihak-pihak terkait dalam meminimalisir praktik politik uang dalam pemilihan,” ujarnya, Minggu, 10 November 2024.

    Menurut Helmy, perang melawan politik uang membutuhkan sinergitas dan kolaborasi untuk memastikan pemilihan berlangsung jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia. “Polda Lampung menyambut baik upaya Bawaslu, dan kami juga akan melakukan konsolidasi untuk menyosialisasikan bahaya politik uang dengan memasang banner imbauan dan sanksi bagi pelaku politik uang,” imbuhnya.

    Dia menambahkan sosialisasi bahaya politik uang ini tidak hanya menyasar masyarakat pemilih, tapi juga peserta pilkada, mulai dari partai politik, pasangan calon, simpatisan, dan tim pendukung.

    Helmy mengingatkan setiap pelanggaran dalam pemilihan, khususnya politik uang, akan ditindak tegas sesuai peraturan perundang-undangan oleh Bawaslu bersama aparat penegak hukum, Kepolisian dan Kejaksaan, yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

    “Setiap orang yang melakukan politik uang akan diproses dan ditindak tegas atas pelaporan dari Sentra Gakkumdu yang diperkuat oleh Bawaslu,” kata Helmy. (*)

  • Kapuspen Kemendagri: Pers dan Masyarakat Berperan Menangkal Politik Uang

    Kapuspen Kemendagri: Pers dan Masyarakat Berperan Menangkal Politik Uang

    Jakarta (SL) – Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kapuspen Kemendagri) Bahtiar meminta bantuan rekan pers dan semua lapisan masyarakat mampu menangkal dan mengantisipasi adanya politik uang. Pasalnya, masyarakat masih terfokus pada penyelenggaraan Pilpres dibandingkan Pileg. Padahal potensi politik uang lebih besar dilakukan di lapangan pada proses pileg sesuai hasil temuan penelitia August Melazt Sindikasi Politik dan Demokrasi serta temuan penelitian Burhanuddin Muhtadi Indikator Indonesia.

    “Kita semua harus memiliki sensitivitas untuk mengungkap cara-cara baru penerapan Politik uang. Kepekaan ini juga termasuk harus dimiliki Pemerintah, pemda, parpol, masyarakat, Penyelenggara Pemilu dan pers. Politik uang akan mungkin lebih terasa karena sistem proporsional terbuka memungkinkan adanya pertarungan antar caleg dalam satu partai dan dalam satu Dapil yang sama” hal ini dikatakan Bahtiar pada acara Kemendagri Media Forum edisi Jumat (8/02/2019) di Press Room Kemendagri, Jakarta Pusat.

    Dikatakan Bahtiar, kemungkinan ada metode baru untuk menggaet pemilih dengan berbagai cara dan tidak selalu dengan uang cash. Dicontohkan Bahtiar, money politik bisa saja dilakukan pendekatan dengan kelompok tertentu untuk menawarkan jasa/barang.

    “Semakin rawan dan rumit karena money politic tak lagi berbentuk uang cash, tetapi bisa dalam bentuk barang atau jasa. Praktek dilapangan itu biasanya sudah jauh2 hari ada upaya menanam jasa pada pemilih di Dapil, yang biasanya sudah mengikat kelompok atau elit yang dianggap mampu menghasilkan jumlah massa, misalnya saja kelompok tani, kelompok nelayan dan lain2. Praktek money politikpun kemungkinan terjadi inovasi baru yg lebih sulit dideteksi. Andai hal tersebut benar2 terjadi maka berdampak pada rusaknya sistem politik demokrasi yg sehat, bermartabat dan akuntabel. Oleh karena itu Mendagri Tjahyo Kumolo menyebutkan bhw politik uang adalah salah satu Racun Demokrasi yg mampu melumpuhkan peradaban demokrasi” ungkapnya.

    Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), August Mellaz yang menjadi narasumber dalam Kemendagri Media Forum juga memaparkan, potensi kerawanan politik uang akan kembali terjadi dan meningkat pada Pemilu 2019. Hal ini didasarkan pada jumlah daerah pemilihan (Dapil) di DPR yang semakin banyak, yaitu 80 dengan jumlah caleg yang juga bertambah. Selain itu, menurut August, jika dilihat dari Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) tahun 2014, masih didominasi oleh penerimaan dari Caleg. Hal ini juga dimungkinkan akan terjadi pada tahun 2019 mengingat sistem yang digunakan masih proporsional terbuka. “Dari total Rp. 2,1 Trilliun LPSDK terdapat 82,65 persen penerimaan dari Caleg, Perseorangan 8,34 persen, Partai Politik 7,60 persen. Badan Usaha 1,15 persen dan Kelompok 0,26% . Artinya, sumbangan dana kampanye masih lebih besar dibandingkan partai politik. Sistem proporsonal terbuka inilah yang menyebabkan kampanye makin bersifat personal, bukan partai sehingga politik uangpun seolah tak dapat dihindari” papar August.

    Di sisi lain Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi mengungkapkan minimnya pengawasan dan perubahan daerah pemilihan turut memengaruhi meningkatnya potensi politik uang “Faktornya yang bertarung di Pileg jauh lebih banyak dibandingkan 2014, karena Dapil nambah kursi juga nambah,” tuturnya.

    Padahal, Burhanuddin muhtadi menyebut target politik uang ini belum tentu efektif karena adanya potensi miss targeting dan agency loss. Namun ia tetap meminta semua pihak mewaspadai politik uang karena masih ada kelompok yang cenderung terpengaruh politik uang, seperti kelompok yang memiliki kedekatan dengan partai politik, tokoh atau kelompok partisan. “Sudah pasti ada ketidakefektifan dalam politik uang. Potensi terjadinya uang disunat koordinator itu besar terjadi. Itu agency loss. Ada juga miss targeting karena terlalu banyak di kalangan yang dapat uangpun mereka belum tentu mau ke TPS apalagi nyoblos” jelas Burhanuddin muhtadi. (rls)

  • Protes Politik Uang, Koalisi Rakyat Lampung Demo Bawaslu dan KPK

    Protes Politik Uang, Koalisi Rakyat Lampung Demo Bawaslu dan KPK

    Bandarlampung (SL) – Koalisi Rakyat Lampung Untuk Pemilu Bersih (KRLUPB) menggelar aksi unjuk rasa di depan Bawaslu RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (02/07) siang. Mereka mendesak, Bawaslu dan KPK mendiskualifikasi pasangan calon Arinal Junaidi-Chusnunia serta memeriksa PT SGC atas maraknya politik uang.

    Massa yang berjumlah hampir seribu orang itu, terdiri dari pendukung Pasangan Calon Gubernur Lampung nomor urut 1, 2, dan 4. Mereka tiba di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat Senin pagi. Mereka kemudian melakukan long mark menuju Kantor Bawaslu melewati Jalan Medan Merdeka Barat, patung kuda, hingga finis di Jalan MH Thamrin.

    Sepanjang jalan massa membawa spanduk berisi sejumlah tuntutan, meminta diskualifikasi paslon Arinal-Chusnunia dan usut keterlibatan PT. Sugar Group Companies (SGC) dalam Pilgub Lampung 2018.

    Koordinator KRLUPB Rakhmat Husein DC mengatakan, sebenarnya, jika mau, Bawaslu Lampung dan kepolisian sangat mungkin mencegah terjadinya politik uang dengan menangkap operator utama politik uang.

    Sementara juru bicara KRLUPB, Rifki Indrawan,mengatakan, kini, rakyat Lampung, terus bergerak menuntut Bawaslu Lampung mendiskualifikasi paslon nomor tiga Arinal-Chusnunia yang secara nyata melakukan politik uang.

    “Menyikapi Pilgub Lampung 2018 yang bertabur amplop, Koalisi Rakyat Lampung Untuk Pemilu Bersih tak akan diam, akan terus melawan,” kata Rifki.

    Di Lampung, KIPP bersama organ terkait mendirikan Posko Demokrasi dan Aksi “Lampung Darurat Money Politic, Lampung Pilgub Ulang” di Tugu Adipura, Kota Bandarlampung, sejak Sabtu (30/06).

    “Kami tidak sudi menyerahkan masa depan Lampung lima tahun ke depan kepada pemimpin yang hanya jadi cecunguk korporasi,” ujar Korlap Aksi Komite Independen Pengawas Pemilu (KIPP) Rismayanti Borthon. (PI/Nit/Kap/Rin)

  • Sebanyak 455 Amplop Diamankan Panwaslu Talangpadang

    Sebanyak 455 Amplop Diamankan Panwaslu Talangpadang

    Tanggamus (SL) – Panwaslu Talangpadang, Kabupaten Tanggamus, kembali mengamankan 455 amplop yang masing-masing berisi uang Rp50 ribu dari dua desa, Minggu (24/6).

    Hingga malam, Panwaslu Talangpadang mendalami temuan amplop yang dilaporkan dua warga dari dua pembagi uang yang diduga berkaitan dengan Pilgub Lampung, Rabu (27/6).

    Ketua Panwaslu Talangpadang Antoni Kurniawan belum mau mengungkapkan identitas dua warga yang melaporkan dan dua warga yang dilaporkan berkaitan amplop berisi uang tersebut.

    Amplop polos berisi uang tersebut dari Desa/Pekon Sinarbetung dan Pekon Singosari. Dari Pekon Sinarbetung, sisa 99 amplop berisi uang. Ratusan amplop sudah dibagikan kepada warga pekon tersebut.

    Sedangkan amplop berisi uang dari Pekon Singosari, adg 356 amplop berisi uang yang belum sempat dibagikan kepada warga. Dari kedua pekon, Panwaslu Talangpadang mengamankan 455 amplop.

    Menurut Ketua Panwaslu Kabupaten Tanggamus Dedi Fernando, berdasarkan keterangan dari pembagi, amplop tersebut souvenir dari salah satu paslongub Lampung.

    Aparat kepolisian berjaga-jaga sejak ada temuan tersebut di Kantor Panwaslu Talangpadang.

    Sebelumnya, Masyarakat Peduli Pemilu “menangkap” penyebar money politics di Pekon Betung, Talangpadang, Tanggamus. Diduga, uang berasal dari paslongub Arinal-Chusnunia dan palonbup Samsul Hadi (Sam-Ni).

    Solihin Rahman dari Masyarakat Peduli Pemilu membawa Lina, penyebar amplop berisi uang Rp50 ribu per amplop ke Panwascam Talangpadang dan Panwaskab Tanggamus, Minggu (24/6), pukul 13.00 WIB.

    Dari tangan Lina, Masyarakat Peduli Pemilu memperkirakan ada 300 amplop lebih. Dari jumlah tersebut, sekitar 200 amplop sudah dibagikan kepada warga.

    Dari Kabupaten Lampung Tengah, Bawaslu Lampung telah menerima laporan terkait dugaan money politics di Desa Sinar Seputih, Kecamatan Bangun Rejo, Lampung Tengah.

    Diduga, pembagian uang yang terjadi Sabtu (23/6), pukul 20.00 WIB tersebut dilakukan tim dari pasangan calon Arinal Djunaidi-Chusnunia Chalim (Nunik).

    Kesokannya, Minggu (24/6) Nuryati  melaporkam pemberian uang Rp50 ribu untuk mencoblos Arinal-Chusnunia kepada Panwas Lampung Tengah bersama tiga saksi. (RMOLL/Hms)

  • Marhaen Menggugat : Lawan Cukong Politik dan Tangkap Pelaku Politik Uang

    Marhaen Menggugat : Lawan Cukong Politik dan Tangkap Pelaku Politik Uang

    Bandarlampung (SL) – Marhaen Menggugat menyerukan pada seluruh jajarannya dan satuan tugas (Satgas) politik uang yang telah dibentuk hingga ke tingkat desa-desa untuk siaga. Jika di temukan ada praktik politik uang maka pelakunya harus di tangkap, didokumentasikan dan di laporkan ke Panwas.

    Koordinator Marhaen Menggugat, Yohanes Joko Purwanto, mengatakan, Marhaen Menggugat telah membetuk satgas anti politik uang hingga ke tingkat desa serta membetuk tim advokasi untuk mengawal proses setiap laporan politik uang.

    “Semua satgas harus siaga, pasang mata dan telinga. Jika ditemukan ada politik uang maka tangkap pelakunya, dokumentasikan dalam bentuk video dan gambar, dan laporkan ke Panwas,” ungkapnya, Minggu (24/6).

    Menurutnya, Marhaen Menggugat mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama mengawal proses Pilgub Lampung dengan baik.”Jangan sampai Pilgub dibajak oleh corporasi jahat melalui calon bonekanya. Karena rakyat sendiri yang akan sengsara dan menyesal,” pungkasnya. (red)

  • Politik Uang “Hantu” Masa Tenang Pilgub Lampung

    Politik Uang “Hantu” Masa Tenang Pilgub Lampung

    Bandarlampung (SL) – Politik uang jadi hantu masa tenang jelang Pilgub Lampung 27 Juni 2018. Gegap-gempita kampanye dan droping APK bertruk-truk bisa tenggelam oleh pembagian uang tunai jelang masuk bilik suara.

    Masyarakat Lampung masih banyak yang toleran terhadap politik uang. Hasil Survey Syaiful Muzani Research Center (SMRC) ada 46 persen masyarakat menganggap wajar politik uang.

    Sosialisasi para calon gubernur lewat jalan sehat, pertunjukan musik, pengajian, dan berbagai kegiatan lainnya bisa mudah dilupakan ketika warga mendapatkan uang jelang ke bilik suara.

    SMRC memetakan daerah paling rawan politik uang di Lampung, yakni di Kabupaten Lampung Barat, Pesisir Barat dan Tanggamus. Disusul, Tulangbawang, Tulangbawang Barat, Mesuji, dan Lampung Selatan.

    Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lampung sudah menginstruksikan jajarannya hingga daerah untuk mengetatkan pengawasan terkait politik uang, kata Komisioner Bawaslu Lampung Iskardo P Panggar.

    Politik uang itu hantu, kehadirannya kadang tercium tapi sulit terlihat. Masyarakat yang paling efektif melawan gerilya politik uang. Saatnya, masyarakat bersikap demi lima tahun kesejahteraan masyarakat Lampung.

    Jangan sampai jelang masuk bilik suara, dengan uang Rp200 ribu, martabat dan masa depan Lampung malah tergadaikan selama lima tahun atau Rp40 ribu per tahun, Rp3.333 per bulan atau Rp111 per hari.

    Politik uang atau istilah lainnya politik perut adalah pemberian uang, barang, atau janji menyuap seseorang agar memilih calon tertentu dan itu berbahaya dalam demokrasi kita.

    Mereka telah dikelabui dengan bahan makanan dan sejumlah uang untuk memeroleh suara rakyat yang akhirnya mengabaikan kepemimpinan yang berkualitas, tak penting lagi mampu untuk tidak.

    Seorang yang terpelajar dan memiliki segudang ilmu dan pengalaman jika tidak memiliki uang jangan harap akan dipilih. Namun, seorang jongos yang tak terdengar prestasinya, karena padat modal, bisa jadi pemimpin.

    Politik uang bisa memunduran rayat Lampung. Sudah saatnya, rakyat bangkit melawan politik uang. Di masa tenang, fokus kepada pemimpin yang memang mampu membangun provinsi ini, mampu membuat sejuk masyarakat, terbukti pemerintah solid karena kekompakan pemimpinnya.

    Bagaimana bisa seorang pemimpin dapat menjadi nahkoda yang membuat aman dan nyaman penumpang dan awaknya jika selalu “diganggu” oleh kepentingan toukenya? Bagaimana bisa kapal berlayar tenang jika laju pemerintahannya selalu diwarnai pertengkaran.

    Politik uang adalah ancaman untuk memiliki pemimpin yang terbaik dari kandidat cagub Lampung. Mari kita jadikan politik uang sebagai musuh bersama, musuh penghancur demokrasi Lampung. Selamat memilih, jangan terpengaruh “cis”. Semoga Lampung makin sejahtera. Amin. (RMOLL/FMTL)

  • “Gerakan 20 Ribu Mahasiswa Anti Politik Uang” Segel Kantor Bawaslu Lampung

    “Gerakan 20 Ribu Mahasiswa Anti Politik Uang” Segel Kantor Bawaslu Lampung

    Bandarlampung (SL) – Perwakilan mahasiswa yang tergabung dalam “Gerakan 20 Ribu Mahasiswa Anti politik Uang” menyegel kantor Sekretariat Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Lampung, Senin (4/6).

    Presiden BEM Unila Muhammad Fauzul Adzim mengatakan, aksi tersebut merupakan penengah dan member terhadap Bawaslu bahwasanya sikap lembaga pengawas dalam mengawasi sistem demokrasi terutama Pilkada Lampung 2018, senantiasa dikawal para mahasiswa. “Kita disini mengawal mengawasi serta menegur Bawaslu untuk bisa kuat dan konsisten dalam menjaga nilai-nilai demokrasi,” kata Muhammad Fauzul Adzim, Senin (4/6).

    Para mahasiswa mendesak agar Bawaslu dapat fokus menegakan demokrasi tanpa melihat kepentingan kaum elit yang ingin merusak dan membajak demokrasi, utamanya dengan melakukan politik uang.

    Mereka juga mendesak agar Bawaslu tidak mandul dalam menyikapi setiap laporan yang masuk secara tegas. “Mendesak Bawaslu untuk menindaklanjuti data dan laporan yang sudah masuk dengan tegas. Jangan mandul,” lanjutnya. (red)

  • Politik Transaksional

    Politik Transaksional

    Juniardi

    *Juniardi (Pimum sinarlampung.com)

    Politik transaksional, sebuah istilah yang kerap kita dengan ketika jelang perhelatan Pilkada. Orang yang cukup berpendidikan akan mengartikan bahwa politik transaksional berarti politik dagang. Ada yang yang menjual, maka ada yang membeli. Tentu semuanya membutuhkan alat pembayaran yang ditentukan bersama.

    Jika dalam jual-beli, maka alat pembayarannya biasanya berupa uang tunai.  Lantas apakah dalam praktek politik, jika terjadi politik transaksional, berarti ada jual beli politik? Ada yang memberi uang dan ada yang menerima uang dalam transaksi politik itu.

    Tentu semuanya masih dalam dugaan saja. Apakah memang politik transaksional ini selalu berhubungan dengan uang? Sebenarnya tidak juga. Dalam beberapa kasus politik, politik transaksional juga berkaitan dengan jabatan dan imbalan tertentu di luar uang.

    Seorang ahli politik menyatakan bahwa dalam praktek politik praktis, hampir pasti ada politik transaksional. Karena pada dasarnya politik adalah kompromi, sharing kekuasaan. Harus dipahami juga, bahwa dalam politik kenegaraan juga ada istilah pembagian kekuasaan. Bukan hanya di Indonesia, tapi juga diseluruh dunia.

    Karena memang politik adalah proses pembagian kekuasaan. Di mana seseorang atau sekelompok orang yang meraih kekuasaan, akan berbagi kekuasaan dengan ornag lain.  Biasanya, pembagian kekuasaan tersebut berkaitan dengan koalisi politik yang sebelumnya dibangun.

    Tanpa ada koalisi, kemungkinan adanya politik transaksional itu sangat kecil. Biasanya, sebelum koalisi dibangun, maka transaksi-transaksi politik itu harus sudah disepakati. Jika dalam pelaksanaannya ada pengkhiatan, maka kesepakatan atau transaksi politik itu bisa dievaluasi atau tidak dilakukan sama sekali.

    Ketika baru tahapan koalisi baru berjalan, seperti tahapan Pilkada, maka transaksi politik itu bisa saja dilakukan. Misalnya, Partai A mengusung calon Gubernur, atau bupati, maka Partai B mengusung calon wakilnya. Jika ada partai lain, maka partai lain itu akan mendapat jatah lainnya. Misalnya jika pasangan calon yang diusung itu jadi, akan mendapat jatah dalam kekuasaan nanti. Paling tidak, partai pengusung itu akan menjadi mitra pemerintah di lembaga legislatif.

    Namun ketika pembagian kekuasaan itu tidak dilakukan, maka transaksi politik bisa diwujudkan dalam hal lain. Misalnya kompensasi dalam bentuk uang. Inilah yang kadang disebut sebagai politik transaksional.

    Padahal pengertian sebenarnya, politik transaksional adalah pembagian kekuasaan politik berdasarkan kesepatan-kesepakatan politik yang dibuat oleh beberapa partai politik atau elite politik. Politik transaksional, tidak melulu berkaitan dengan transaksi keuangan saja. Seperti dalam istilah transaksi itu sendiri, yang cenderung bernilai ekonomis, masalah uang.

    Lantas, apakah politik transaksional itu tidak diperbolehkan? Apakah politik transaksional itu sama dengan money politics? Sangat relatif dalam melihat kedua hubungan itu. Karena keduanya memang sangat tipis perbedaannya. Sama halnya ketika berbicara antara politik uang dengan uang politik. Hanya memutar frase kata saja, sudah berbeda artinya. Keduanya juga memiliki makna yang hampir sama, namun berbeda.

    Bahwa dalam transaksi politik menimbulkan biaya politik, maka sudah sewajarnya dalam transaksi itu muncul uang pengganti. Dalam arti, untuk menjalankan rencana kerja dari transaksi politik itu, diperlukan biaya yang tidak sedikit.  Maka uang yang digunakan itu merupakan bagian dari politik transaksi. Hal itu tidak bisa dihindari.

    Namun jika uang itu hanya digunakan untuk segelintir orang, hanya sekedar untuk mencapai syarat pencalonan saja. Seperti dalam Pilkada-Pilkada terdahulu, sangat kental dengan istilah politik transaksional, yang hanya sekedar alat untuk kepentingannya sendiri, maka hasilnya adalah rakyat yang dirugikan. Salam.

  • Politik Uang Dalam Pilkada Adalah Aib Yang Merusak Demokrasi

    Politik Uang Dalam Pilkada Adalah Aib Yang Merusak Demokrasi

    ilustrasi aksi tolak politik uang

    Bogor (SL)-Politik uang dan isu Sara diperkirakan masih akan mewarnai kontestasi pemilihan umum 2019. Untuk itu masyarakat harus sadar bahwa politik uang bukanlah sebuah berkah dalam perhelatan Pemilu, tapi merupakan aib. Dan akan menghasilkan pemimpin yang tidak baik dari gaya transaksional.

    Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan, mengatakan sangat sulit menghapus praktik politik uang ketika cara berpikir politisi masih transaksional. Idealnya, pemilu merupakan mekanisme pemilihan oleh publik untuk memilih pejabat publik dengan melihat aspek visi dan misi program, untuk menjawab persoalan-persoalan publik.

    “Tetapi, akibat politik uang, relasi keterpilihan bukan didasari atas ideal. Tetapi, bergeser ke arah nilai transaksional dalam pemilu/pilkada,” katanya dalam diskusi bertema ‘Kewenangan Baru Bawaslu dan Tantangan Pemilu Serentak’’ di Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/10/2017).

    Abdullah mengajak masyarakat untuk sadar bahwa politik uang bukanlah sebuah berkah dalam perhelatan pemilu. Jangan sampai, kata dia, hanya gara-gara uang Rp 25.000, Rp 50.000 atau Rp 100.000, masyarakat tidak memperoleh pemimpin yang baik. “Politik uang bukan berkah dalam pemilu, tetapi aib dalam pemilu,” kata dia.

    Meskipun sekarang ini praktik politik uang bermetamorfosa ke dalam modus yang beragam, namun menurut Abdullah sama saja. Intinya, bertujuan untuk memengaruhi pilihan masyarakat. Masyarakat juga harus sadar modus-modus baru politik uang. Dari yang mulanya hanya konvensional, atau langsung memberikan uang, berubah menjadi pemberian barang atau jasa.

    “Modus untuk menghindari dikatakan politik uang, misalnya dengan kupon Rp5 ribu bisa membeli sembako seharga Rp30 ribu. Masyarakat juga tidak bakal mau dikatakan menerima politik uang. Karena mereka merasa membeli,” kata Abdullah yang mengingatkan masyarakat untuk mawas terhadap kandidat-kandidat yang berprinsip “menanam cepat, memanen cepat”.

    Idealnya, kata dia, apabila kelembagaannya partai politik berjalan dengan baik maka seharusnya muncul figur-figur yang betul-betul diinginkan oleh publik. Identitas parpol pun menjadi kuat di masyarakat. “Parpol jangan hadir saat mau pemilu saja, tetapi melaksanakan kerja-kerja politik yang kontinu. Sehingga tidak terjadi stigma: ingin nanam cepat, manen cepat,” ujar Abdullah. (tri/nt/jun/kom)