Tag: Prabowo Subianto

  • Partai Demokrat Akan Lebih Aktif Kampanye pada Awal Tahun 2019

    Partai Demokrat Akan Lebih Aktif Kampanye pada Awal Tahun 2019

    Jakarta (SL) – Pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang didampingi Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dengan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto telah usai.

    Dalam pertemuan tersebut, SBY menyampaikan Prabowo akan lebih aktif lagi berkampanye pada awal 2019. “Dalam konteks Pilpres, superstar adalah capres. Beliaulah yang harus aktif dan mengambil peran menjelaskan ke rakyat, akan diintegrasikan pada Januari hingga pengambilan suara,” ujar SBY seusai pertemuan di kediamannya, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (21/12/2018).

    SBY menyampaikan meski dalam 4 bulan kampanye kemarin, Demokrat seolah belum banyak bergerak pada kampanye Prabowo-Sandi, tetapi sesungguhnya pertemuan rutin tetap dilakukan para pimpinan partai koalisi pendukung Prabowo-Sandi, terutama para sekretaris jenderal. Demokrat tentu juga harus berupaya maksimal untuk memenangkan Pileg 2019. Apalagi Pilpres dan Pileg diselenggarakan serentak pada 17 April 2019.

    Setelah pertemuan ini, Partai Demokrat dipastikan lebih berperan aktif pada kampanye Pilpres. SBY menyebut akan menggunakan strategi kembar agar Pileg dan Pilpres bisa sama-sama mendapat hasil maksimal. “Kami utamakan tujuan kembar, double track strategy. Pileg agar suara lebih tinggi dari Pileg 2014 dan kami ingin Pak Prabowo jadi Presiden pada 5 tahun ke depan. Itu tanggung jawab kami secara moral dan politik,” SBY menegaskan.

    SBY lantas menuturkan PD dan Gerindra siap membangun sinergi yang baik menghadapi Pilpres. Mulai Januari, kampanye akan dilakukan semakin masif. “Diperlukan sinergi dan kerja sama yang baik pula. Ini bagian dari strategi kami untuk memenangkan Pemilihan Presiden 2019,” SBY menegaskan. (BRN)

  • Prabowo Ikut Geram Atas Perusakan Baliho SBY di Pekanbaru

    Prabowo Ikut Geram Atas Perusakan Baliho SBY di Pekanbaru

    Riau (SL) – Ketum Gerindra Prabowo Subianto geram dengan aksi perusakan baliho Partai Demokrat (PD) dan ketumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Pekanbaru, Riau. Prabowo menyebut, barang siapa yang merobek baliho PD sama saja merobek baliho Gerindra. “Kalau Demokrat disakiti, kita merasa disakiti juga. Kalau ada yang robek-robek baliho Demokrat, sama dengan robek-robek balihonya Gerindra!” kata Prabowo saat menyampaikan pidato politiknya di Konferensi Nasional Gerindra di Sentul International Convention Center, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Senin (17/12/2018).

    Sebagaimana diketahui, atribut PD yang ada di Jalan Sudirman Pekanbaru dirusak dan buang ke parit. Baliho yang dirusak termasuk ucapan selamat datang untuk SBY. Diduga pelakunya berinisial HS. Di hari yang sama, dua pelaku pengerusakan atribut PDI Perjuangan juga diamankan di Kecamatan Tenayaran Raya.

    Prabowo mengingatkan untuk melaksanakan demokrasi yang santun. Capres nomor urut 02 itu bahkan sampai menyinggung soal kekuatan yang dimilikinya. “Kita imbau jangan robek-robek baliho, jangan robek-robek spanduk, laksanakan demokrasi yang baik. Karena hati-hati lho, kita juga punya kekuatan,” tegas Prabowo. (djn)

  • Gerindra Nilai Pernyataan Prabowo Tidak Merendahkan Pekerjaan Tukang Ojek

    Gerindra Nilai Pernyataan Prabowo Tidak Merendahkan Pekerjaan Tukang Ojek

    Jakarta  (SL) – Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto saat sambutan di acara Indonesia Economic Forum, mengaku sedih dengan beredarnya meme yang menggambarkan masa depan anak bangsa yang hanya menjadi tukang ojek setelah lulus sekolah. Pernyataan Prabowo itu menurut timses Jokowi-Ma’ruf, Ruhut Sitompul, sama seperti merendahkan pekerjaan driver ojek online.
    Namun Wasekjen Gerindra Andre Rosiade menepis komentar Ruhut tersebut. Andre mengatakan, tidak ada maksud dari Prabowo untuk merendahkan profesi tersebut. Prabowo, kata Andre, hanya ingin menyampaikan adanya masalah ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini. Sehingga banyak anak bangsa yang bahkan lulusan sarjana, rela bekerja menjadi pengemudi ojek online. “Bukan Pak Prabowo bermaksud merendahkan pekerjaan ojek online, hanya menggambarkan orang sudah sekolah tinggi-tinggi lapangan pekerjaan enggak ada. Akhirnya orang untuk menyambung hidup menjadi ojek online,” kata Andre saat dihubungi, Kamis (22/11).
    Menurut Andre, tidak ada orang tua yang bercita-cita anaknya menjadi ojek online setelah lulus kuliah. Namun karena kondisi ekonomi dimana lapangan pekerjaan begitu sulit didapat, akhirnya mereka memilih menjadi pengemudi ojek online. “Gak ada lapangan pekerjaan, sekolah tinggi-tinggi daripada nganggur. Apakah orang tua bercita-cita anaknya, kuliah bayar mahal-mahal anaknya jadi tukang ojek? kan enggak, itu maksudnya Pak Prabowo,” jelasnya.
    Prabowo Subianto, Indonesia Ekonomi ForumPrabowo menjadi pembicara dalam Indonesia Ekonomi Forum. (Foto:Paulina Herasmaranindar/kumparan)
    “Pesannya berarti ada masalah soal ketersediaan lapangan pekerjaan. Tentu teman-teman yang sudah berusaha sekolah rajin-rajin bahkan jadi sarjana tapi untuk menyambung hidup akhirnya mereka menjadi ojek online,” imbuhnya.
    Terkait komentar Ruhut yang menyebut pernyataan Prabowo sebagai bentuk politik genderuwo, Andre tidak ambil pusing. Sebab menurutnya, sulitnya lapangan pekerjaan memang sebuah fakta yang harus diterima. “Genderuwo gimana? apa yang ditakut-takuti dari Pak Prabowo? kan memang fakta. Inilah orang kubu sebelah introspeksi negara lagi sulit lalu orang mengkritik disebut genderuwo,” ketusnya.
    Ia bahkan menganggap Ruhut asal berkomentar karena menganggap apa yang disampaikan Prabowo sebagai politik genderuwo. “Kalau Ruhut enggak usah ditanggapin, yang jelas Prabowo mengkritik agar pemerintah sadar lapangan pekerjaan itu harus dibangun. Ruhut ini contoh kader Pak Jokowi yang bukan bicara program tapi bicara genderuwo, sontoloyo, gak bermutu,” pungkasnya. (Kumparan)
  • Ditulis untuk Para Pembencinya, Air Mata Titiek Soeharto

    Ditulis untuk Para Pembencinya, Air Mata Titiek Soeharto

    Di tengah masifnya kabar hoaks, Senin (8/10/2018) jagat media sosial dikagetkan dengan narasi panjang ‘Air Mata Titiek Soeharto’. “Ditulis untuk para pembencinya, khusus yang masih punya hati mengurangi dosa insani. DOSA YANG PALING SULIT DISELESAIKAN karena menyangkut HAK AZASI,” demikian yang terbaca duta.co, Senin (8/10/2018).

    Tulisannya panjang, nyaris 13 ribu karakter. Tetapi, enak dibaca, bagi yang mau melebur dosa prasangka. “Otak dan hatinya gampang panas (mendidih red.) melihat negeri ini tersia-siakan,” begitu penggalan ‘Air Mata Titiek Soeharto’ mengisahkan siapa Prabowo Subianto.
    Mampukah kita, yang suka berburuk sangka, membacanya sampai tuntas? Berikut narasi lengkapnya:
    Air Mata Titiek Soeharto

    Semua wanita sama apa yang diharapkan pada calon suaminya, seorang pria yang dapat menjaga, melindungi dan selalu mendampinginya setiap saat. Tak peduli apakah wanita itu kalangan jelata maupun kalangan bangsawan. Bukanlah seorang suami yang kerap berjibaku dengan lumpur, hutan, rawa-rawa, apalagi bermain dengan kematian. Hal itu juga berlaku bagi Putri kesayangan Soeharto, Siti Hediati Hariyadi, seorang dara keturunan kraton yang selalu berbicara lembut dan jauh dari kehidupan keras dan kasar.

    Namun saat cinta datang, Titiek tak bisa mengelak memilih suami seorang prajurit ABRI. Taman Mini Indonesia Indah menjadi saksi, bersatunya dua keluarga, Soeharto dan Soemitro ini. Lalu kemudian, Titiek pun mulai merajut asa rumah tangganya dengan angan indah dan bahagia hingga akhir hayat nanti.

    Saat itu, keadaan negara berjalan sangat berat. Aksi GPK sangat mengancam stabilitas nasional. Mereka bergerilya dihutan-hutan untuk siap menyerang pasukan ABRI dengan senjata otomatis. Puluhan tentara RI meregang nyawa dengan tubuh penuh luka peluru. Pemerintah tak bisa tinggal diam. Banyak pasukan keamanan RI yang telah mereka bunuh. Prajurit ABRI pun diterjunkan untuk mempertahankan teritorial tumpah darah ibu pertiwi.

    Namun sayangnya, Presiden Soeharto tak tebang pilih saat mengirim prajurit untuk berperang. Bahkan suami dari putri kesayangannya yang belum menghabiskan masa bulan madu pun turut diterjunkan ke medan tempur. Sebagai seorang prajurit, Prabowo selalu siap saat ditugaskan mengabdi pada negara. Namun tidak dengan Titiek meski akhirnya harus pasrah dengan keadaan.

    Saat Prabowo angkat tas, tinggalkan istri yang baru saja ia nikahi untuk bertempur, Titiek menangis, tak menyangka ayahnya begitu tega melepas menantunya mengadu nyawa di medan pertempuran yang penuh hujan peluru yang kapan-kapan saja siap mengenai tubuhnya. Kenapa bukan yang lain saja? Itu yang ada di benak Titiek.

    Seorang prajurit ABRI siapapun dia harus siap membela negara, siap hidup di alam liar, siap mengadu jiwa, dan siap pulang hanya tinggal nama, demikian pesan yang sering didengar Titiek dari ayah kandungnya. Titiek sangat mengerti hal itu. Namun air mata tetap mengalir, meski tak dapat mengubah keputusan ayahnya, dan tak dapat mengubah tekad baja Prabowo, dan tak dapat mengubah apapun.

    Beratus malam putri Soeharto tidur dalam kesendirian dan selalu dihantui perasaan penuh khawatir yang mendalam. Meski berada dikamar indah putri seorang raja namun batinnya tak pernah terasa nyaman, karena bulir-bulir air mata Titiek kembali meleleh dan membasahi bantal dan guling. Malam-malamnya ia lalui di atas pembaringan yang empuk, gizi makanan yang terjamin, pakaian yang elok, sementara yang ada di pikirannya adalah, apa yang sedang terjadi pada suaminya di luar sana? Apakah ia terluka? Ataukah baik-baik saja ? Apakah masih hidup ? atau sudah … ?
    Tak ada makanan yg terasa enak dilidah, tak ada pemandangan yg terlihat indah dimata, tak ada hiburan yang membuat senang hati, yang ada dipikirannya saat itu hanyalah Prabowo, suaminya
    Di tengah malam pekat gulita Titiek sulit memejamkan mata, pikirannya melayang jauh entah kemana.

    Sementara ditempat yg jauh Prabowo bergulat dengan dinginnya cuaca malam, perihnya perut karena lapar, dengan kondisinya letih dan sangat lelah harus tidur di atas rerumputan dan bahkan tanah lumpur alam terbuka.
    Tak ada yang bisa dilakukan Titiek kala itu selain hanya merintih didalam doa dan memasrahkan suaminya kepada Allah SWT..

    Sebagai seorang wanita, Titiek merasa ia telah diperlakukan tidak adil oleh ayahnya. Lebih dari itu, Titiek bahkan merasa ia sedang tidak dipelakukan adil oleh negaranya. Kenapa rumah tangganya yang harus dikorbankan untuk bangsa?  Kenapa kebahagiaannya yang harus digadaikan untuk negara?

    Tidak bisakah seorang Soeharto menukar Prabowo dengan prajurit lain, atau setidaknya memerintahkan suaminya pulang ke rumah barang sejenak ?

    “Titek rindu…, Titiek kangen suami…Bapak…,” tangis Titiek di depan Soeharto kala itu. Namun ayahnya, dari dulu, selalu hanya bisa menjawab, “Sabar nduk…, sabar…,”

    Ketidakadilan dirasa Titiek tidak hanya sampai disitu, hatinya sedih dan berkecamuk, ingin rasanya menjerit dan berteriak sekeras-kerasnya.
    Sebagai seorang wanita, ujian yang dialaminya saat itu begitu berat, apalagi saat itu ia mulai hamil dan mengidam.
    Ia ingin bercerita tetapi tak tahu harus bercerita kepada siapa ?

    Kemana suaminya saat ia ingin bermanja? Kemana suaminya saat dirinya tergolek sakit? Kemana suaminya saat ia mulai merasakan kehamilan? Dimana suaminya saat ia mengidam? Dimana Prabowo saat perutnya kerap mengalami kontraksi?
    Dimana putra Soemitro itu kala dirinya mulai memasuki masa melahirkan?
    Dan dimana pria yang selalu mengaku cinta kepadanya itu saat ia harus merawat dan mengasuh putranya sendirian?

    Tanyakan pada Didit kecil yang selalu menunggu ayahnya pulang di depan pintu.

    Tanyakan pada Titiek seperti apa rasa deg-degan hati ketika suaminya selalu berada di garis depan pada setiap pertempuran.

    Tanyakan juga pada Titiek seberapa tegar dirinya saat mendengar suaminya sempat berhari-hari hilang di tengah pertempuran, dan saat Prabowo ditemukan dalam kondisi pingsan dengan tubuh dipenuhi semut dan ulat.
    Prabowo selamat setelah nyaris saja tewas.

    Titiek sulit menjalani kehidupan normal seperti saudari-saudarinya yang lain.
    Ibu Tien Soeharto yang telah dulu pernah mengalami seperti apa yang dialami putrinya mencoba menghiburnya seraya mengajarkan, bahwa cinta tak selamanya harus di sisi. Cinta tak selamanya selalu mendampingi. Cinta adalah mengabdi pada negeri. Bahwa cinta adalah pengabdian, dan cinta adalah pengorbanan meski harus beresiko tinggi dan menyakitkan hati.

    Titiek mencoba untuk belajar dari ibu kandungnya itu tentang apa yang disebut dengan kalimat ‘mengabdi pada ibu pertiwi’. Kisah keluarga yang tak memperoleh kasih sayang sempurna dari seorang suami dan ayah, hanya karena membela ideologi bangsa.

    Kisah suami dan ayah yang lebih memilih tidur di hutan, makan rerumputan dan dedaunan, meminum air mentah, dan lebih memilih tertembak mati di medan tempur dari pada sekedar membelai rambut anak dan istrinya dengan kasih dan cinta.

    Saat meledak peristiwa Mei 1998, Letjen (Purn) Prabowo Subianto tiba-tiba dipersalahkan atas kasus yang tidak pernah ia lakukan. Prabowo Subianto dituduh melakukan serangkaian pelanggaran HAM.

    Pada kondisi dilema keluarga cendana menuduh dia adalah pengkhianat keluarga cendana, dia harus diusir dan harus ceraikan mbak titiek.

    Sebagai wanita tak ada yang bisa dilakukan Titiek pada masa itu selain kembali harus menumpahkan air mata. Putri Soeharto ini tak berhenti menangis.
    Suami yang sangat dicinta saat itu tengah berada dalam kondisi terfitnah. Dan ironisnya, keluarga besarnya tidak berpihak pada suaminya.

    Posisi Prabowo saat itu sangat tidak menguntungkan. Prabowo bersama sejumlah petinggi militer lain yang telah mati-matian mempertahankan stabilitas keamanan entah bagaimana ceritanya, justru menjadi difitnah akan menggulingkan kekuasaan Soeharto.

    Alasannya, karena Prabowo dekat dengan sejumlah tokoh reformis macam Amin Rais.

    Sementara Titiek tak dapat berbuat banyak. Ia berada dalam kungkungan sebuah keluarga militerisme yang notabene hanya tunduk pada satu perintah. Dan si pemilik perintah adalah ayahnya. Tak pernah terbayang seumur hidupnya, perjalanan rumah tangganya akan berakhir tragis sedemikian rupa. Putranya, Didiet jelas akan sangat terpukul dengan apa yang terjadi pada ayahnya.

    Dan apa yang ditakuti Titiek menjadi kenyataan. Pada tanggal 20 Mei 1998, Prabowo diusir dari Cendana….
    Sandiwara tragis sedang berlaku di negeri ini.

    Prabowo, di mata rekan militer, ia banyak didengki perwira tinggi karena miliki segudang keajaiban prestasi dan beraliran putih. Di mata Soeharto yang tak lain adalah mertuanya ia dituduh pengkhianat karena pro rakyat. Sementara di mata rakyat Prabowo diklaim sebagai kaki tangan Soeharto. Sedangkan ia sama sekali tidak diberi kesempatan untuk membela diri.

    Prabowo kala itu benar-benar berada dalam kondisi terjepit.

    Setelah apa yang ia lakukan selama ini untuk negeri, bangsa dan tanah air. Setelah apa yang ia perbuat selama hidupnya untuk militer, dan setelah apa yang ia korbankan untuk rakyat, kini ia malah dikeroyok beramai-ramai.
    Yang tak dapat dipercaya adalah bagaimana sejumlah perwira tinggi dengan tega hati menyebarkan isu kepada masyarakat bahwa dirinya adalah penanggung jawab dari seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi sepanjang Mei 1998.

    Sungguh, itu adalah pembunuhan karakter yang sangat keji! Tak hanya sampai disitu, dan ini menjadi bukti kejahatan fitnah. Prabowo pun ditamatkan karirnya pada 25 Mei 1998.
    Prabowo yang selama ini sudah mengorbankan seluruh jiwa dan raganya untuk bangsa Indonesia, tiba2 harus mengalami ujian yang sangat-sangat pahit.

    Dicopot dari seragam militer yg selama ini menjadi kebanggaannya, dipisahkan dari anak dan istrinya yg selama ini sangat disayanginya, dan dipojokkan oleh bangsanya yg selama ini sudah dibelanya. Posisinya kala itu benar2 hancur.

    Sebagai seorang istri, Titiek Soeharto tau saat itu suaminya hanya sebagai korban fitnah, tapi tak bisa berbuat banyak…. lagi2 hanya air mata yg menjadi luapan perasaannya kala itu.

    Dengan keikhlasan dibawah tekanan keluarga militer mbak titiek tidak punya pilihan selain harus pasrah dengan keadaan, harus rela melepas laki2 yg selama ini sangat dicintainya.

    Kabar duka itu terdengar oleh seorang sahabat Prabowo yang berada jauh dinegeri padang pasir sana, putra mahkota Yordania, Pangeran Abdullah. Ia mengajak Prabowo tinggal di negaranya. Bagi Pangeran Abdullah, A friend in need is a friend indeed, teman sejati ketika kesulitan tidak ada pilihan lain bagi Prabowo selain harus menerima tawaran temannya itu, karena negara ini seperti sudah tidak menginginkannya lagi.

    Dengan langkah berat pada bulan september 1998 ia terbang ke Amman, Yordania.

    Di Yordania Prabowo diperlakukan sangat spesial, karena temannya Pangeran Abdullah merupakan Putra Mahkota dari Raja Yordania. Namun Prabowo menolak untuk dispesialkan, ia memilih diperlakukan biasa saja, hidup sederhana dan bepergian dengan taksi.

    Di negara ini Prabowo mulai membangun lagi dirinya yang sudah jatuh ke titik terdalam. Hal-hal berat yg telah menimpanya perlahan ia lupakan.
    Prabowo di Amman belajar bisnis, belajar bahasa Arab, dan dihargai oleh pangeran-pangeran Arab.

    Pangeran Abdullah begitu senang terhadap Prabowo, sehingga Prabowo mendapat tawaran status kewarganegaraan. Tak  hanya itu Prabowo juga ditawarkan jabatan menjadi penasihat militer Yordania. Akan tetapi tawaran itu ditolak oleh Prabowo.

    Prabowo menyatakan bahwa dia adalah Warga Negara Indonesia dan tidak akan pernah berubah Prabowo juga membangun bisnis bersama adiknya yang telah lama menggeluti dunia bisnis, Hashim Djojohadikusumo.

    Berkali-kali Prabowo ingin kembali ke Indonesia namun beberapa temannya melarang karena rentetan fitnah masih berseliweran. Semua diarahkan ke Prabowo.

    Perlahan tapi pasti, Prabowo yang sudah jatuh ketingkat terbawah perlahan bangkit, bangkit dan bangkit, dan kembali ke tanah air yang sangat dicintainya.

    Walau pernah terjatuh, Prabowo terus bangkit utk terus berjuang bagi bangsanya. Walau pernah difitnah, disingkirkan, disudutkan tetapi semangat patriot bagi bangsanya tak pernah pudar.

    Seakan melupakan penderitaan yg telah dialaminya, ia terus berjuang untuk bangsanya, ia tidak pernah dendam, marah dan sakit hati terhadap pihak-pihak yang selama ini memusuhinya.
    Secara pribadi Prabowo sdh kaya raya, punya usaha dimana-mana, punya sahabat dan teman para raja, capek-capek mau jadi Presiden Indonesia?

    Bayangkan usaha Prabowo untuk jadi  Presiden dia terpaksa berhadapan dengan semua musuhnya yang bersatu melawan dia. Tidak peduli. Maju terus.

    Walaupun seribu kali dihadang, difitnah, dihina, dibully, ga peduli, maju terus.

    Ketika ditanya kenapa Prabowo ngotot jadi Presiden ? Jawabnya tegas.

    Mau Wujudkan Indonesia Raya. Otak & hatinya panas melihat RI tersia-siakan.

    Konteks “Mewujudkan Indonesia Raya” itu benar-benar menakutkan bagi musuh-musuh negara.
    Karena semua orang tau karakter Prabowo itu keras, satu kata dan perbuatan, konsekwen, tekad baja, tidak bisa disetir, jiwa patriotnya untuk NKRI total.

    Kini ia kembali maju menjadi calon Presiden. Orang-orang kembali bertanya, jika Prabowo jadi presiden siapa ibu negaranya ?
    Secara tegas jawabannya : TITIEK SOEHARTO !!!!

    Tanda-tanda cinta sejati Prabowo dan Titiek itu nyata…

    Dari mata Titiek Soeharto cinta untuk Pak Prabowo itu masih ada, begitu pula dimata Pak Prabowo.. hal itu sesuatu yang tak bisa dibohongi, cinta sejati mereka tak pernah terpisah karena jarak, tak pernah berubah karena waktu, dan tak akan hilang hanya karena ujian…

    Mbak Titiek adalah Cinta pertama, cinta terakhir, sekaligus cinta sejati Prabowo.
    Prabowo tidak pernah dekat dengan perempuan manapun sejak pisah, begitu Pula Titiek, Cinta Mereka Abadi.

  • Pidato Prabowo Soal ‘Tampang Boyolali’ Bukan Ujaran Kebencian Tapi Penyemangat

    Pidato Prabowo Soal ‘Tampang Boyolali’ Bukan Ujaran Kebencian Tapi Penyemangat

    Jakarta (SL) – Demikian pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra FX. Arief Poyuono tentang pidato Prabowo Subianto soal ‘tampang Boyolali’ yang kini jadi polemik. Menurut Arief, pidato calon presiden (capres) bernomor urut 02 itu bukan bentuk ujaran kebencian, melainkan penyemangat dan kita seyogyanya mendengarkan pidato tersebut secara utuh nggak sepotong-potong.

    “Gaya bahasa Pak Prabowo bukan ujaran kebencian kepada warga Boyolali, namun sebagai bahasa penyemangat agar warga Boyolali bisa terpacu untuk bisa lebih sejahtera lagi,” kata Arief kepada Reporter, di kediamannya, Ahad Malam, (04/11/2018).

    Pernyataan Arief itu untuk merespon segelintir warga Boyolali yang melaporkan Prabowo ke Polda Metro Jaya. Laporan itu didasari tuduhan bahwa Prabowo menyebar ujaran kebencian.

    Namun, Arief menepis tuduhan itu. Sebab, maksud Prabowo justru demi mendorong masyarakat Boyolali agar makin sejahtera.

    Arief lantas mengutip data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Solo Raya yang menempatkan Boyolali di peringkat kelima, dan posisi 11 di antara kabupaten/kota di Jawa Tengah. Menurutnya, tingkat kemiskinan di Boyolali masih sangat tinggi karena di kisaran 12 persen.

    Arief menambahkan, ucapan soal ‘tampang Boyolali’ yang tidak bisa masuk mal dan hotel mewah di Jakarta bukan ujaran kebencian. “Jadi candaan Pak Prabowo itu bukan sebuah kata-kata yang dimaksud untuk menciptakan ujaran kebencian,” tandasnya.

    Kemudian respon Arief tentang Himbauan Bupati Boyolali untuk tidak memilih Prabowo, maka netralitas Bupati selaku Kepala Daerah patut dipertanyakan yang mana sudah secara terang-terangan untuk mendukung calon tertentu dan ini nggak bagus buat pendidikan demokrasi bangsa,” pungkas Arief. (fri)

  • Prabowo: Hotel-hotel yang Besar Itu Milik Orang Bali atau Bukan?

    Prabowo: Hotel-hotel yang Besar Itu Milik Orang Bali atau Bukan?

    Jakarta (SL) – Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menghadiri Deklarasi Emak-emak Binangkit relawan Prabowo-Sandi di Pendopo Inna Heritage Hotel Denpasar, Bali, Jumat (19/10/2018).

    Saat berdialog dengan ratusan emak-emak pendukungnya, Prabowo memaparkan berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.

    Menurut Prabowo, setelah 73 tahun Indonesia merdeka masih banyak rakyat yang hidup kelaparan serta sulit mendapatkan pekerjaan.

    “Kita melihat sekarang adalah keadaan yang saya sebut keadaan paradoks, keadaan yang janggal setelah 73 tahun merdeka yang kaya semakin sedikit dan segelintir orang saja dan ini bukan saya karang, ini adalah data fakta yang diakui oleh bank dunia oleh lembaga lembaga internasional,” ujar Prabowo seperti dikutip dari siaran pers, Sabtu (20/10/2018).

    “Bahwa yang menikmati kekayaan di Indonesia adalah kurang dari 1 persen bangsa Indonesia dan yang 99 persen mengalami hidup pas-pasan bahkan bisa dikatakan sangat sulit,” tuturnya.

    Ketua Umum Partai Gerindra itu mengatakan, sebagian besar kekayaan bangsa Indonesia dibawa keluar negeri dan tidak dimiliki oleh sebagian besar rakyat Indonesia.

    Ia pun menyinggung soal kepemilikan hotel-hotel besar yang ada di Bali.

    “Kepada emak-emak, saya minta berjuang untuk penuh kesadaran dan keyakinan, bahwa kekayaan kita diambil dibawa ke luar negeri dan semua sendi ekonomi kita tidak tinggal di dalam negeri, sama seperti di Bali hotel-hotel yang besar apakah itu milik orang Bali atau bukan?” kata Prabowo.

    Tak hanya kepemilikan hotel hotel mewah di bali, Prabowo juga menyoroti bahan baku makanan dan minuman yang ada di hotel-hotel di Bali.

    Menurut dia, sebagian besar pasokan makanan dan minuman yang ada di Bali, terutama di hotel-hotel, merupakan produk impor.

    “Tanya petani petani di Bali apakah orange juice yang ada di hotel-hotel adalah asli jeruk di Bali atau bukan? Semua juice yang kita minum ini buahnya impor atau asli pertanian bangsa Indonesia? Semua itu kebanyakan impor,” ujar Prabowo.

    “Jadi, akhirnya kita disuruh senang dan gembira dengan hal-hal yang rendah. Jadi kamu boleh bekerja tapi jadi tukang sapu atau pelayan di hotel, kamu boleh bekerja tapi upahmu sangat kecil,” ucapnya. (Kompas)

  • Prabowo dan Manusia Indonesia-nya Mochtar Lubis

    Prabowo dan Manusia Indonesia-nya Mochtar Lubis

    Oleh : Tarli Nugroho

    Pada 6 April 1977, Mochtar Lubis memberikan ceramah di Taman Ismail Marzuki (TIM) tentang “Situasi dan Manusia Indonesia Kini”. Belakangan, ceramah itu menjadi demikian terkenal dan memancing polemik. Oleh Yayasan Idayu, ceramah pemimpin Harian Indonesia Raya itu kemudian dibukukan menjadi “Manusia Indonesia”.

    Ada banyak kritik yang disampaikan oleh Mochtar Lubis. Dan sebagian besar kritik itu ditujukan kepada manusia dan kebudayaan Jawa. Mochtar, misalnya, menganggap jika pepatah Jawa, “Sepi ing pamrih, rame ing gawe, amemayu ayuning bawana,” sebagai buah bibir atau hiasan pidato saja.

    Ceramah Mochtar Lubis itu mendapatkan tanggapan Margono Djojohadikusumo. Melalui tulisannya, “Feodalisme, New-Feodalisme, Aristokrasi”, yang dimuat di Harian Kompas, 13 Mei 1977, sebagai bangsawan Jawa, Margono memberikan sejumlah klarifikasi atas tuduhan-tuduhan yang disampaikan Mochtar dalam ceramahnya.

    Menurut Margono, banyak orang mencampuradukan antara aristokrasi dengan feodalisme, seolah keduanya sama dan sebangun. Kadang orang menyebut aristokrasi sebagai bentuk feodalisme. Ataupun sebaliknya, menyebut feodalisme sebagai bentuk dari aristokrasi. Kekeliruan perseptual semacam itu bukan hanya sering hinggap di orang luar Jawa, tapi juga banyak diidap oleh orang Jawa sendiri.

    Padahal, tulis Margono, aristokrasi menunjukkan kepribadian manusia dalam cara hidup, tingkah laku dalam pergaulan, pendirian menghadapi kesukaran dan sebagainya, yang dalam filsafat Jawa disebut kesatria. Ini adalah sikap yang terpuji, budaya yang perlu dipelihara.

    Sebagai keturunan bangsawan, Margono bersikap egaliter dengan mengakui bahwa seorang aristokrat tidak harus selalu datang dari golongan bangsawan. Menurutnya, seorang aristokrat bisa saja datang dari kampung atau keluarga miskin. Begitu pula sebaliknya, orang dari golongan bangsawan tidak selalu mempunyai jiwa aristokrasi. Seringkali, mereka hanya memelihara sikap feodal saja, bukan sikap aristokrat. Itu sebabnya Margono menyayangkan kritik Mochtar yang cenderung gebyah uyah, menyamakan aristokrasi dengan feodalisme, seolah kebudayaan Jawa tak memiliki kebaikan sama sekali.

    Sebagai bagian dari kritiknya terhadap kritik yang disampaikan Mochtar Lubis, Margono lalu mengutipkan sebuah surat dari cucunya. Surat itu dikirim oleh Prabowo Subianto dari pedalaman hutan Timor Timur, medio September 1976. Pemuda Prabowo, yang saat itu berusia 25 tahun, mengirimkan surat permohonan maaf karena tak bisa berkumpul dengan kakeknya yang telah sepuh itu di Hari Raya Idul Fitri.

    Surat itu bagi Margono sangat mengharukan. Di tengah suasana hari raya yang penuh kegembiraan, dikelilingi anak cucu dan sanak familinya yang lain, ia harus mengasingkan diri sejenak untuk menenangkan diri setelah membaca surat cucunya tersebut.

    Surat Prabowo itu pendek saja:

    “Eyang, pada hari Idul Fitri kali ini saya tidak ada di lingkungan keluarga. Maafkanlah segala kesalahan saya. Salam dari medan juang. Kami sudah lebih dari satu bulan berada di pegunungan. Tugas kami lumayan juga beratnya. Tiap jengkal tanah kami rebut dengan tetesan darah, keringat, dan air mata. Putra-putra terbaik Indonesia memberi segala yang ada pada dirinya dalam pengabdian pada negara dan bangsa”.

    “Yakinlah, kami selalu ada di bagian terdepan bersama para anggota kami. Yakinlah, prajurit-prajurit Indonesia terus berjuang tanpa pamrih, hanya ingat pada sumpahnya sebagai prajurit dan ksatria.”

    Dalam artikelnya di Kompas, Margono menulis, “Bayangkanlah, perasaan seorang kakek pada saat itu. Saya terpaksa mengundurkan diri untuk beberapa menit masuk kamar untuk menenangkan hati saya,” tulis Margono. “Apakah ‘tanpa pamrih’ yang dituls dalam surat itu hanya buah bibir saja atau hiasan surat dari seorang cucu kepada kakeknya? Tidak adil kiranya kalau ada orang mengatakan ‘sepi ing pamrih, rame ing gawe’ dan sebagainya hanya pepatah kosong belaka.”

    Lebih jauh Margono menulis bahwa meskipun cucunya itu lahir di tengah keluarga bangsawan Jawa, yang dalam ceramah Mochtar diidentikan dengan feodalisme, namun cucunya itu mempunyai ciri manusia Indonesia yang jauh berbeda.

    “Sejak umur  6 tahun sampai 16 tahun dia ada di luar negeri, karena ayahnya selama 10 tahun masih jadi buronan dan belum dapat kembali ke Tanah Air. Pada umur 18 tahun, sekembalinya di Tanah Air, walaupun atas usaha sendiri (bukan usaha ayahnya) sudah mendapat beasiswa pada universitas di Amerika, tetapi dia lebih senang tinggal di Tanah Air sendiri.”

    Margono kemudian menulis bahwa tanpa sepengetahuan ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo, Prabowo muda diam-diam telah mendaftar ke akademi militer di Magelang. Sesudah ia diterima, barulah ia memberitahukan hal itu kepada ayahnya, sebagai bentuk ‘fait a compli’ atas kehendak ayahnya yang menginginkannya meneruskan pendidikan ke jenjang universiter. Karena disabot demikian, Sumitro akhirnya merestui. “Ambil keputusanmu sendiri, dan terima apapun konsekuensinya.”

    Prabowo masuk Akabri pada tahun 1970. Ia satu angkatan dengan Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Wirahadikusumah, dan Ryamizard Ryacudu. Karena berasal dari keluarga elite, bangsawan, saat menjadi taruna Prabowo sempat jadi bulan-bulanan para seniornnya. Apalagi, waktu itu kemampuan bahasa Indonesianya masih terbata-bata. Prabowo memang besar dan tumbuh menjadi remaja di pengasingan. Saat masuk ke akademi militer, ia belum genap setahun kembali ke Indonesia.

    Menurut kelakar salah satu seniornya, Zacky Anwar Makarim, “Jangankan menjabarkan ide dalam bahasa Indonesia, Prabowo itu ngigaunya saja pakai bahasa Inggris.”

    Kembali ke tulisan Margono, meskipun ia menerima kritik Mochtar atas feodalisme, namun Margono mengingatkan bahwa tak semua priyayi Jawa otomatis feodal. Dengan kebanggaan yang terukur, ia bisa melihat jika cucunya sendiri, yang hidup dan dibesarkan di tengah keluarga priyayi, tidaklah mengidap “penyakit Manusia Indonesia” sebagaimana yang dikhawatirkan Mochtar Lubis.

     

  • Netizen Do’a-kan Prabowo-Titiek Rujuk

    Netizen Do’a-kan Prabowo-Titiek Rujuk

    Jakarta (SL) – Ucapan selamat ulang tahun untuk calon presiden Prabowo Subianto di media sosial Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya Siti Hediati atau Titiek Soeharto terus menuai tanggapan dari netizen.Jakarta (19/10/2018).

    Ucapan di Twitter, misalnya, terus menuai likes dan retweet hingga 14 jam setelah postingan itu diunggah. Dalam postingan itu, Titiek Soeharto mengunggah foto Prabowo Subianto berbusana jas dan peci, dilengkapi tulisan “Selamat Ulang Tahun 67 Prabowo Subianto.” Tercantum pula logo Koalisi Indonesia Adil Makmur di ujung kiri atas foto.

    Titiek Soeharto memanggil Prabowo Subianto dengan sebutan “Mas Bowo”. Putri mantan Presiden Soeharto itu juga mendoakan Prabowo Subianto yang kini berlaga di pemilihan presiden 2019.

    Dia mendoakan agar calon presiden yang juga diusung partainya itu bisa memenangi pemilihan presiden.

    Screenshoot dari Intagram @titieksoeharto

    Selamat ulang tahun Mas Bowo, semoga panjang umur, sehat walafiat, senantiasa diberi petunjuk dan rahmat dari Allah SWT, dan dberi kepercayaan oleh rakyat Indonesia untuk memimpin bangsa ini menuju Indonesia yang adil, makmur, sejahtera. Amin,” Titiek Soeharto mencuit melalui akun instagramnya, @TitiekSoeharto, pada Rabu, 17 Oktober 2018 pukul 22.31.

    Unggahan serupa yang dibuat Titiek Soeharto di Instagram juga menuai banyak tanggapan. Di kolom komentar, banyak warganet mendoakan agar Titiek Soeharto dan Prabowo Subianto rujuk kembali sebagai suami-istri.

    Keduanya menikah pada Mei 1983, tetapi diketahui tak lagi bersama sejak 1998 seiring dengan berakhirnya masa pemerintahan ayahnya, Soeharto dan karier Prabowo Subianto di militer.

    Tak hanya mengucapkan di dunia maya, Titiek Soeharto juga mengundang Prabowo Subianto untuk menjumpai puluhan emak-emak pendukungnya di Pasaraya Blok M, Jakarta Selatan pada Rabu malam kemarin. Dalam acara itu, puluhan emak-emak yang hadir meneriakkan kata-kata: “Prabowo Presiden”. (kabarnusantaranews)

  • Prabowo: Kabinet Kerja Jokowi Ugal-Ugalan

    Prabowo: Kabinet Kerja Jokowi Ugal-Ugalan

    Bandarlampung (SL) – Kabinet kerja yang disusun oleh Jokowi dituding Prabowo ugal-ugalan dalam mengelola negara. Selama ini keputusan yang diambil oleh pemerintah terkesan asal-asalan dan tidak terkoordinasi dengan baik dan tanpa pertimbangan yang matang. Seringkali terjadi saling tuding antar kementerian dan lembaga negara.

    Prabowo Subianto kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial dengan menyebut pemerintahan kabinet kerja ugal-ugalan dalam mengelola negara. Dalam sebuah tulisan di akun facebooknya, Selasa (16/10/2018), Prabowo mengkritik bagaimana mudahnya sebuah keputusan bisa direvisi. Kabinet Kerja menjadi riuh dengan adanya saling tuding antar kementerian dan lembaga negara.

    “Empat tahun terakhir kita melihat bagaimana sebuah keputusan bisa dengan mudah direvisi atau dibatalkan tanpa memikirkan dampak hingga rakyat bawah. Hukum menjadi alat tawar menawar politik tanpa pernah mempedulikan rasa keadilan. Dan kita terus menyaksikan bagaimana riuhnya kabinet kerja, akibat saling tuding antar kementerian dan lembaga negara. Perlahan-lahan mimpi untuk mengembalikan kejayaan Indonesia luntur oleh cara ugal-ugalan dalam mengelola negara”.

    Pernyataan Prabowo ini langsung mendapat dukungan dari koalisinya. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyebut pernyataan Prabowo benar secara fundamental atau dasar.

    “Pernyataaan Pak Prabowo benar secara fundamental. Pemimpin itu berpikir do the things right, melakukan sesuatu yang benar. Apa pun harga yang harus dibayar,” ujar Mardani saat dikonfirmasi.

    Dalam pernyataan soal pengelolaan negara ugal-ugalan, Prabowo menyinggung gampangnya sebuah kebijakan direvisi tanpa mempertimbangkan dampak bagi masyarakat. Bagi Mardani, Prabowo hanya menyampaikan apa yang disebutnya kebenaran.

    “Pertimbangannya kebenaran dan cuma kebenaran. Bukan insentif elektoral, bukan kepentingan kelompok apalagi kepentingan sesaat. Pemimpin dapat amanah mengelola negara hingga anak cucu kita. Tidak boleh ada keputusan yang diambangkan, didiamkan hingga diubah tanpa pertimbangan yang jelas,” jelas Wakil Ketua Komisi II DPR.

    Sementara itu, Ketua DPP PAN Yandri Susanto menampik anggapan yang menyebut Prabowo menebarkan pesimisme. Menurut dia, negara bisa bangkrut andai Joko Widodo kembali memimpin.

    “Pak Prabowo mengingatkan kita semua bahwa pemerintah salah urus. Jadi Pak Prabowo membangkitkan kewaspadaan kita, bukan pesimistis. Bayangkan nanti kalau cara-cara yang dilakukan Pak Jokowi dilaksanakan terus, petani bisa mati karena impor beras terus, peternak bisa nggak hidup, petani tebu yang sekarang protes terus, petani garam mati,” jelasnya. (suaramerdeka)

  • Mahfud MD : Prabowo Hingga Amien Rais Tidak Bisa Dijerat UU ITE

    Mahfud MD : Prabowo Hingga Amien Rais Tidak Bisa Dijerat UU ITE

    Jakarta (SL) – Pakar hukum tata negara sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD angkat suara terkait hukum yang bisa menjerat sejumlah tokoh dalam kasus kabar bohong penganiayaan Ratna Sarumpaet. Tanggapan tersebut dikemukakan Mahfud MD saat menjadi narasumber acara Special Report, iNews, Jumat (6/10/2018) malam.

    Mulanya, Abraham selaku pembawa acara menanyakan pada Mahfud terkait hukum yang bisa menjerat sejumlah elite politik yang ikut mengabarkan bahwa Ratna Sarumpaet mengalami penganiayaan. Menjawab hal tersebut, Mahfud mengatakan jika orang yang turut menyiarkan berita bohong Ratna Sarumpaet tidak bisa dijerat UU ITE.

    Menurut Mahfud, UU ITE hanya untuk mereka yang sengaja menyebarkan, sementara para tokoh tersebut tidak sengaja menyebarkan. “Kalau yang menyiarkan itu seperti Prabowo, Rachel Maryam, Amien Rais, Fadli Zon itu bisa iya, bisa tidak (dijerat hukum). Tapi dia tidak bisa dikenakan dengan UU ITE karena UU ITE itu disebutkan, dengan sengaja menyiarkan padahal tahu bahwa itu adalah kebohongan,” ujar Mahfud.

    “Menurut saya Prabowo, Amien Rais, Fadli Zon dan lainnya itu tidak sengaja tahu bahwa itu bohong, dia hanya terjebak oleh keterangan Ratna Sarumpaet. Oleh sebab itu, kemungkinan paling buruk, mereka bisa dikenakan pasal 14 ayat 2 dan pasal 15 UU tahun 1946, yaitu menyiarkan berita bohong yang patut diduga menimbulkan keonaran,” katanya.

    “Kalau menurut pasal 14 ayat 2 itu, siapa yang menyiarkan suatu berita atau membuat pemberitaan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedang ia patut dapat menyangka bahwa berita itu dapat menimbulkan keonaran atau bohong, itu dihukum dengan pidana penjara setinggi-tingginya 3 tahun,”

    “Karena yang pasal 1 Bu Ratna itu melakukan sendiri sedangkan mereka ini hanya patut menduga, seharusnya menduga dong bahwa itu tidak mungkin. Kenapa itu 10 hari baru melapor, dan lain-lain, lalu menyiarkan begitu saja. Mestinya ia (tokoh yang ikut menyebarkan kabar hoaks Ratna) patut menduga, tapi tergantung pada alasannya ketika diperiksa oleh polisi. Sebenarnya sesimpel itu masalahnya,” ujar Mahfud MD.

    Terkait permintaan maaf yang telah disampaikan ke publik, Mahfud mengatakan hal tersebut tidak berpengaruh pada hukum pidana kasus Ratna Sarumpaet.

    Mahfud mengatakan jika kasus Ratna Sarumpaet merupakan kasus pidana sehingga tidak bisa selesai hanya dengan permintaan maaf. “Tidak bisa dong, hukum pidana itu tidak mengenal maaf kecuali delik aduan. Kalau dia minta maaf ke publik itu yang dilawan adalah negara, dalam hal ini kejaksaan. Sehingga minta maaf tidak bisa, oleh sebab itu yang bisa minta maaf itu hukum perdata atau delik aduan,” tutur Mahfud.

    “Kalau delik umum ini tidak ada permintaan maaf, tinggal membuktikan dia patut menduga atau tidak ketika menyiarkan kepada publik.”

    “Tapi menurut saya sejauh ini Ratna Sarumpet memang pantas dijadikan tersangka karena memang bohong,” tambahnya.

    Mantan Ketua MK ini juga mengatakan Ratna Sarumpaet bisa terkena hukuman 10 tahun penjara. Hukuman tersebut bukan berasal dari UU ITE melainkan pasal pemberitahuan berita bohong dengan cara menyebarkan pada lebih dari satu orang. “Nah, sekarang soal kasus hukumnya, ini sederhana saja. Yang dijerat utama itu Ratna Sarumpet dengan pasal 14 ayat 1 UU no 1 tahun 46 yaitu, dia menyiarkan pemberitahuan bohong.”

    “Memang tidak menyiarkan kepada publik sehingga tidak bisa dijerat dengan UU ITE, tidak melalui televisi atau cuitan tapi ia memberitahu langsung. Pertama kepada anaknya, kedua pada Fadli Zon, ketiga pada Prabowo dan Amien Rais ketika dikunjungi. Dia selalu membenarkan dan tidak pernah meralat cerita-cerita itu.”

    “Sehingga menurut hukum, yang dikatakan membuat siaran kepada publik itu menurut putusan MK, kalau dia memberitahu lebih dari satu orang itu dianggap itu sudah menyiarkan. Nah dia sudah menyiarkan berkali-kali dan tidak meralat ketika ditengok, malah bercerita terus. Itu bisa terkena hukuman 10 tahun penjara dengan pasal 14 ayat 1 UU no 1 tahun 1946,” tambah Mahfud.

    Dilansir dari Kompas.com, Sabtu (6/10/2018), Ratna masih ditahan di Polda Metro Jaya setelah diperiksa oleh penyidik. Kabis Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, alasan penahanan Ratna salah satunya karena penyidik khawatir yang bersangkutan melarikan diri. “Jadi kenapa dilakukan penahanan, alasannya subyektivitas penyidik, jangan sampai melarikan diri, mengulangi perbuatannya, dan menghilangkan barang bukti,” kata Argo, di Mapolda Metro Jaya, Jumat (5/10/2018).

    Argo mengatakan, Ratna akan ditahan di Polda Metro Jaya selama 20 hari ke depan. Saat ini Polda Metro Jaya telah menerima 4 laporan masyarakat yang mendesak polisi segera mengusut pihak-pihak yang terlibat menyebarkan berita bohong ini. Kamis malam (4/10/2018), Ratna ditangkap polisi di Bandara Soekarno-Hatta. Kapolres Bandara AKBP Viktor Togi Tambunan mengatakan, Ratna akan berpergian ke Cile. (Maduraexpose.com)