Tag: Praktisi Hukum

  • Praktisi Hukum Tantang APH Periksa Proyek Jembatan Gantung Sidomulyo

    Praktisi Hukum Tantang APH Periksa Proyek Jembatan Gantung Sidomulyo

    Lampung Utara, sinarlampung.co Proyek jembatan gantung Sidomulyo di Lampung Utara terus disorot. Praktisi Hukum tantang Aparat Penegak Hukum (APH) untuk memproses dugaan kasus korupsi pada program megaproyek milik BPJN Provinsi Lampung.

    Salah satu praktisi hukum di Provinsi Lampung, Muhammad Ilyas, yang juga menjabat sebagai ketua bidang hukum dan HAM Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Persadin meminta penegak hukum untuk ambil panggung untuk menyelamatkan keuangan negara yang diduga dilakukan oleh oknum pemborong.

    Berita Terkait: Telan Anggaran 5,6 M, Proyek Jembatan Gantung Sidomulyo Menuai Masalah

    Masyarakat desa yang awam disinyalir menjadi sasaran empuk oknum untuk memuluskan mufakat jahat antar pihak. Mulai dari perencanaan jembatan saat tinjau lokasi, hingga terealisasinya proyek miliar rupiah tersebut, masyarakat merasa hanya dimanfaatkan.

    “Pihak BPJN tak bergeming dengan teriakan masyarakat yang mengeluhkan keberadaan proyek yang diduga asal jadi, pihak pemborong seolah kebal hukum dan tanpa dosa meninggalkan sejumlah polemik di lokasi proyek. APH harus turun tangan, beri pelayanan pada masyarakat, respon semua keluhan mereka, agar dugaan korupsi pada proyek Jembatan Gantung bisa terang-benderang,” tegas Ilyas, kepada awak media, Senin, 25 Maret 2024.

    Menurut Ilyas, jika melihat bukti-bukti yang dimiliki warga sekitar, APH sudah sangat terbantu untuk masuk ke ranah perkara dugaan Tipikor dimaksud. Celah untuk melakukan penyelidikan-penyidikan terkait dugaan korupsi sudah sangat terbuka, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan yang tak sesuai pengharapan masyarakat desa setempat.

    Berita Sebelumnya: KPPP Kecam Proyek Jembatan Gantung Sidomulyo, Program Megaproyek Sarat Korupsi

    Bahkan, pekerjaan pemborong seakan diaminkan oleh pihak BPJN Lampung tanpa melakukan pemeriksaan dan pengawasan maksimal yang mengakibatkan proyek tersebut kini diambang kerusakan.

    “Tantangan itu kini ada di pihak APH, mampukah penegak hukum bekerja secara profesional dan mengambil panggung untuk memeriksa pekerjaan proyek miliaran rupiah di Desa Tanjung Baru Kecamatan Bukit Kemuning Lampung Utara. Keluhan masyarakat pasti ada dasarnya, secara kasat mata bangunan tersebut juga sudah mulai mengalami kerusakan meski masih seumur jagung usianya,” tegas mantan aktivis LBH tersebut.

    Untuk itu, sambung dia, penegak hukum harus memeriksa semua pihak yang diduga terlibat, mulai dari Pengawas Lapangan, PPTK, Tim PHO, hingga PPK dari pihak BPJN Lampung, termasuk Konsultan Pengawas, serta pihak rekanan yang menggunakan perusahaan CV Sinar Perkasa yang telah mengecewakan masyarakat penerima manfaat program percepatan pembangunan.

    “Mulai dari tim PHO, PPTK, PPK, Konsultan Pengawas, dan oknum Pemborong harus dipanggil dan diperiksa hingga tabir itu terungkap. Tak ada kompromi untuk pelaku korupsi, yang menggerogoti negara. Harus diusut tuntas,” tandasnya.

    Proyek jembatan gantung Sidomulyo yang berada di Desa Tanjung Baru Kecamatan Bukit Kemuning diduga bermasalah. Pasalnya bangunan yang menelan anggaran hingga miliaran rupiah hingga kini tak kunjung selesai.

    Berita Terkait: Proyek Jembatan Gantung Sidomulyo Carut Marut, Diduga Sarat KKN

    Program kerja milik Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Provinsi Lampung itu diketahui memilih perusahaan CV Sinar Alam Perkasa melalui E-katalog dengan nilai kontrak Rp5,6 miliar lebih. Durasi kontrak yang ditetapkan untuk melaksanakan pekerjaan selama 180 hari kerja, terhitung sejak 05 Juli 2023 hingga masa berakhirnya kontrak di tanggal 31 Desember 2023 tahun lalu.

    Namun, kenyataan di lapangan, jembatan gantung yang digadang-gadang bakal menjadi kebanggaan warga setempat, tercoreng oleh oknum kontraktor yang disinyalir mengerjakan jembatan gantung asal jadi.

    Pekerjaan proyek jembatan gantung tersebut hingga awal Maret 2024 tak kunjung rampung. Pekerjaan rabat beton hingga kini belum juga selesai, sehingga masyarakat belum diperbolehkan untuk melintas diatas jembatan.

    Tak berakhir disitu, pekerjaan jembatan gantung juga tidak diberikan Bronjong pada sisi-sisi bawah jembatan sehingga dikhawatirkan pondasi jembatan mudah tergerus oleh arus air sungai. Termasuk pada pekerjaan Tembok Penahan Tanah (TPT) yang diduga dikerjakan asal-asalan dan tak sesuai spesifikasi, bahkan ada beberapa titik tebing yang tidak dipasang TPT dan mengakibatkan dinding tebing mulai mengalami longsor, yang membuat warga merasa was-was jika nantinya melewati jembatan gantung.

    Menurut sumber terpercaya media ini, oknum pemborong hingga kini tak kunjung menyelesaikan pekerjaannya, meski di lokasi masih menyisakan 3-4 orang pekerja yang hanya bertugas menjaga peralatan kerja. Pekerjaan jembatan gantung yang nilainya sangat fantastis, namun pengerjaannya diduga asal jadi. Terbukti saat ini, mulai terjadi longsor pada timbunan pondasi diantara sisi jembatan dan drainase. Belum lagi pembersihan sisa-sisa material yang tak kunjung dikerjakan, bahkan ada kecurigaan sisa-sisa material akan dibuang ke bantaran sungai.

    “Pekerjaan jembatan gantung itu sudah sangat dikeluhkan warga disini, kami menunggu berbulan-bulan, tapi sampai hari ini tidak bisa digunakan. Kerjaan rabat beton belum selesai dikerjakan, dinding tebing sudah mulai longsor, apalagi itu, yang disamping jembatan, timbunan pondasinya sudah longsor, kita khawatirkan jembatan gantung ini tidak lama bertahan,” ucap sumber, Jumat, 15 Maret 2024.

    Terpisah, Pelaksana Lapangan, Jerry saat dikonfirmasi sejumlah awak media membenarkan masih ada beberapa sisa pekerjaan yang belum terselesaikan. Namun pada pekerjaan utama (jembatan) pihaknya mengklaim sudah menyelesaikan secara menyeluruh.

    “Pihak perusahaan siap menyelesaikan seluruh pekerjaan di sini. Tapi kalau untuk pekerjaan jembatan gantung sudah diselesaikan, hanya saja ada beberapa pekerjaan minor yang belum selesai,” ujarnya.

    Terpisah, Pengawas (Penilik) Lapangan BPJN Provinsi Lampung, Dedi Eko Wibowo, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon selulernya di nomor +62 822-7925-3XXX mengatakan pekerjaan tersebut telah diserahterimakan sementara (Provisional Hand Over) pada 20 Desember 2023 tahun lalu. Namun dirinya juga tidak membantah pekerjaan tersebut belum sepenuhnya selesai, dirinya mengatakan masih ada pekerjaan tambahan yang belum selesai, dan pihak rekanan sudah meminta tambahan waktu (addendum) selama 50 hari dari selesainya masa kontrak kerja.

    “Sudah PHO sekitar 20 Desember 2023 kemarin. Tapi memang betul ada pekerjaan tambahan yang belum diselesaikan, dan pihak pemborong sudah meminta tambahan waktu (addendum) 50 hari, tapi ini saya enggak tahu, ada tambahan waktu lagi atau enggaknya. Coba nanti saya tanya dulu ke kantor,” ungkap dia.

    Masih kata dia, mulai dari pekerjaan rabat beton, TPT, yang diklaim belum selesai, dirinya mengatakan bahwa pekerjaan tersebut tidak ada didalam RAB dan gambar rencana kerja. Termasuk pekerjaan Bronjong memang tidak dianggarkan karena ada pemangkasan nilai pagu anggaran dari sekira Rp7 miliar lebih menjadi Rp5,6 miliar. Sehingga untuk menghindari kelongsoran, bakal ditancapkan bambu untuk menahan tanah.

    “Bronjong itu memang tidak ada pekerjaannya. Kalau Rabat Beton dan TPT hanya di arah Sidomulyo saja yang dikerjakan, kearah Dusun Halampam sebenarnya tidak ada, itu hanya tambahan dari pemborongnya. Lampu Tenaga Surya juga tidak ada, itu dulu pas perencanaannya, karena ada pengurangan anggaran jadi tidak ada (realisasi) pekerjaan,” jelasnya.

    “Yang longsor itu nanti rencananya mau dipasang (tancap) bambu untuk nahan supaya (tanah) enggak longsor,” timpalnya. (Edwardo/tim)

  • Praktisi Hukum : MJ Harus Dibebaskan Demi Hukum

    Praktisi Hukum : MJ Harus Dibebaskan Demi Hukum

    Lampung Utara (SL) – Peristiwa penangkapan oknum lembaga swadaya masyarakat (LSM), MJ, yang dilakukan pihak Kejaksaan Negeri Kotabumi, Lampung Utara, didampingi anggota Resmob Tekab 308 Polres Lampura, pada Senin lalu, (15/10), di Kantor Redaksi SKH Gerbang Sumatera 88, dinilai cacat prosedural.

    Hal ini disampaikan salah seorang praktisi hukum, Syamsi Eka Putra, kepada wartawan, Rabu malam (17/10), di kantornya.

    Dikatakannya, dalam hal adanya pengaduan masyarakat terkait tindak pidana umum, pihak Kejaksaan Negeri Lampura tidak dapat melakukan penangkapan.

    “Pengertian Jaksa seperti tertuang dalam Ketentuan Bab I tentang Ketemtuan Umum Pasal 1 angka 6 KUHAP, Bab I Bagian Pertama Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2014 menegaskan bahwa Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,” terang Syamsi Eka Putra, pengacara kondang yang bernanung dalam LBH Awalindo Lampura ini.

    Dijelaskannya, dalam keterangan pihak kepolisian, saat dilakukan penangkapan polisi hanya mendampingi pihak kejaksaan.

    “Konteksnya pada persoalan ini, ada kewenangan kepolisian yang diambil alih Kejaksaan Negeri. Oleh karena itu, demi tegaknya supremasi hukum di Indonesia, khususnya di Kabupaten Lampung Utara, MJ harus dibebaskan tanpa syarat demi hukum,” tegasnya.

    Sebelumnya diketahui, MJ, (50), diduga telah melakukan pemerasan terhadap Kepala Desa Kotabumi Tengah Barat, Mirwan Aidi; dan Kepala Desa Talang Bojong, Habibi.

    Usai melakukan penangkapan terhadap MJ, Kasi Intel Kejari Lampura, Hafiezd, kepada sejumlah wartawan mengatakan penangkapan oknum LSM tersebut berawal dari adanya informasi masyarakat pada Kejaksaan Negeri Lampung Utara.

    “Mendapatkan informasi tersebut, kami dengan dukungan pengamanan Tim Buser Polres Lampung Utara kemudian bergerak menuju lokasi,” ujarnya.

    MJ ditangkap di Kantor Redaksi SKH Gerbang Sumatera 88, Senin siang (15/10), sekira pukul 13.00 WIB. Selain mengamankan oknum LSM tersebut, Kejari Lampura juga menyita uang tunai sebesar Rp.6 juta yang diduga hasil pemerasan itu.

    Meski begitu, dalam satu wawancara, pelaku MJ menyampaikan jika uang senilai Rp.6 juta, yang dijadikan barang bukti sementara, merupakan dana publikasi yang disepakati antara Kepala Desa Kotabumi Tengah Barat, Mirwan Aidi; dan Kepala Desa Talang Bojong, Habibi, dengan oknum LSM dimaksud.

    “Kalau kamu orang (kedua kades.red) mau kasih saya dana untuk publikasi, yah, saya mau. Terus, kades itu ngasih saya uang sejumlah Rp.6 juta,-,” ungkap MJ saat diwawancarai di halaman Kejari Lampura, sesaat sebelum dibawa Ke Mapolres Lampura, Senin kemarin, (15/10).

    Diberitakan sebelumnya, selain tergabung dalam satu wadah LSM, MJ juga merupakan anggota Penasihat SKH Gerbang Sumatera 88.

    Terkait hal tersebut, Pemimpin Perusahaan/Komisaris SKH Gerbang Sumatera 88, Deferi Zan, menyesalkan tindakan berlebihan yang dilakukan kedua kepala desa dan jajaran tim saber pungli Kejari Lampura yang saat pelaksanaan OTT didampingi jajaran Tekab 308 Polres Lampura.

    “Selaku Pemimpin Umum dan Komisaris SKH Gerbang Sumatera 88, saya menyesalkan peristiwa penangkapan yang dilakukan di Kantor Redaksi SKH Gerbang Sumatera 88. Apalagi, dalam pengakuan MJ dana yang dimintanya tersebut akan dipergunakan untuk mempublikasikan kegiatan di dua desa tersebut,” tegas Deferi Zan, saat dikonfirmasi, Rabu, (17/10), di kantornya.

    Dikatakannya, terlepas ada persoalan lain sebelum proses OTT itu dilakukan, pihaknya tidak mengetahui dan sama sekali tidak mempersoalkan hal tersebut.

    “Dalam industri jurnalistik, berita berbayar dalam bentuk advertorial dan/atau publikasi desa sangat diperkenankan dan tidak melanggar aturan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia,” jelas Deferi Zan.

    Sementara itu, Ketua DPD Lembaga Independen Pemantau Anggaran Negara (LIPAN) Kab. Lampura, M. Gunadi, meminta aparat penegak hukum untuk menangguhkan penahanan dan mengklarifikasi ulang terkait unsur-unsur hukum atas adanya peristiwa OTT terhadap MJ.

    “Kami meminta aparatur penegak hukum untuk memberikan penangguhan penahanan atas MJ serta melakukan klarifikasi ulang atas segala hal yang melekat dalam peristiwa sebelum terjadinya OTT terhadap MJ,” terang M. Gunadi.

    Dijelaskannya, hal yang patut untuk dicermati, ada upaya kriminalisasi terhadap aktivis di Lampura selaku kontrol sosial yang intens melakukan pengawasan pembangunan di daerah.

    “Apabila hal seperti ini dibiarkan, modus konspirasi untuk merekayasa penangkapan, menjebak kontrol sosial dengan langkah-langkah yang melegalkan penyuapan juga harus diusut dengan dasar asas praduga tak bersalah,” pinta M. Gunadi. (ardi)