Surakarta (SL) – Di era media sosial ini, setiap warga negara bisa menjadi wartawan. Selain itu, era media sosial ini juga membawa tantangan lain bagi dunia media, yaitu munculnya hoaks, kabar bohong, atau berita palsu yang memanfaatkan ruang kebebasan dan demokrasi yang tersedia.
Hal tersebut disampaikan Presiden saat membuka secara resmi Kongres XXIV Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di The Sunan Hotel, Surakarta, Jumat, 28 September 2018.
“Tidak hanya di negara kita, di negara-negara lain juga sama. Saya ke Singapura, PM Lee mengeluhkan hal yang sama. Ke Malaysia, mengeluhkan hal yang sama. Ke Timur Tengah, beberapa syeikh dan emir juga mengeluhkan hal yang sama yang sebelumnya tidak pernah terjadi,” kata Presiden.
Menurutnya, seringkali penyebaran hoaks dilakukan melalui media abal-abal yang tidak terdaftar, tidak jelas siapa penanggung jawabnya dan juga tidak jelas alamatnya di mana. Hoaks juga disebar berantai melalui media sosial seperti WhatsApp group agar bisa mempengaruhi persepsi bahwa informasi itu adalah benar.
“Tentu saja di balik penyebaran hoaks itu ada modus kepentingan-kepentingan tertentu, utamanya ini kepentingan politik yang sangat kuat, untuk mempengaruhi persepsi pembaca sehingga sesuai dengan tujuan kepentingan itu, sesuai dengan kepentingan politiknya,” ujarnya.
Oleh karena itu, di tengah lubernya informasi melalui media sosial, Presiden justru melihat pentingnya PWI dan media untuk memberikan informasi yang benar. Menurutnya, justru karena adanya banyak hoaks, ini adalah sebuah peluang dan kesempatan untuk menunjukkan betapa pentingnya PWI dan media untuk memberikan informasi yang benar.
“Dan saat-saat seperti ini kita semakin membutuhkan penyajian informasi berita berkualitas karena terlalu banyak berita yang tidak jelas juntrungnya. Tentu saja yang sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalisme. Ini adalah kesempatan bagi media untuk membuktikan kepada rakyat bahwa media merupakan sumber informasi yang kredibel dan berkualitas,” ucapnya.
Dari sisi para wartawan, Kepala Negara menuturkan bahwa Indonesia membutuhkan wartawan-wartawan yang berdedikasi tinggi, yang menjaga martabat, yang menjaga etika profesinya, yang memiliki kesadaran tinggi bahwa satu artikel dari dirinya turut menentukan persepsi publik, turut menentukan masa depan Indonesia. Wartawan juga harus terikat pada Undang-Undang Pers dan kode etik untuk menguji informasi itu menjadi rumah penjernih informasi (clearing house of information).
“Karena itu sahabat-sahabat saya para wartawan, marilah kita menyadari bersama bahwa kekuatan besar yang dimiliki itu perlu disertai dengan tanggung jawab yang besar untuk menjaga kehidupan bangsa dan negara yang kita cintai ini, negara Indonesia,” kata Kepala Negara.
Selain itu, sebagai dampak dari digital disruption, Presiden mengatakan bahwa kita membutuhkan pendidikan literasi media kepada masyarakat. Hal ini penting sekali, sehingga masyarakat memiliki budaya mengonsumsi media secara sehat, sehingga masyarakat punya daya tangkap dalam menghadapi berita-berita hoaks, dan mampu memilih dan memilah informasi yang datang kepada masyarakat itu.
“Di sini lah tanggung jawab wartawan, di sini lah tanggung jawab besar PWI,” tegasnya.
Sebagai organisasi wartawan yang bersejarah, Presiden menilai tantangan bagi PWI semakin besar. Peran PWI semakin penting untuk memberikan panduan agar media bisa membedakan antara yang substansi dan yang sensasi, antara yang benar dan yang salah, antara yang asli dan yang palsu, antara ujaran kebenaran dan ujaran kebencian, antara suara dan kegaduhan, antara voice dan noise.
“Media dan wartawan harus menjadi communicating of hope. Itulah jati diri wartawan, mengkritik, memberikan masukan, dan memberikan harapan. Kembalikan tugas media untuk searching the truth, bukan ikut-ikutan menciptakan disorientasi nilai-nilai,” imbuhnya.
Presiden Joko Widodo menuturkan bahwa media memiliki peran penting dalam membangun demokrasi, membangun check and balances, dan memperkuat partisipasi warga. Karena itu, kebebasan pers akan memunculkan pemerintahan yang responsif, transparan, dan akuntabel.
Saat membuka secara resmi Kongres XXIV Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di The Sunan Hotel, Surakarta, Jumat, 28 September 2018, Presiden menilai kritik yang disuarakan media dalam demokrasi adalah sesuatu yang wajar. Karena dengan kritik, lanjutnya, pemerintah akan bisa memperbaiki dan membenahi kekurangan yang ada.
“Tapi perlu saya tegaskan bahwa kritik berbeda dengan fitnah, kritik berbeda dengan provokasi. Kritik juga bukan mencari-cari kesalahan. Kritik juga berbeda dengan nyinyir,” katanya.
Mengingat peran penting media pada perkembangan demokrasi di Indonesia, Presiden mengungkapkan bahwa kebebasan pers menjadi hal yang utama yang perlu dijaga dan menjadi semangat reformasi. Media harus dilindungi dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, karena sudah menjadi kewajiban negara untuk melindungi seluruh rakyat dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman kekerasan, termasuk juga para wartawan.
“Karena itu jangan ada yang menghalangi media dalam menjalankan kerja jurnalismenya. Jangan ada yang melakukan kekerasan kepada wartawan yang tengah menjalankan profesinya,” tegasnya.
Dalam kesempatan ini secara khusus Presiden juga berharap kepada para pemilik media agar memperhatikan betul-betul kesejahteraan wartawan. Hal ini penting, karena menurut Presiden profesi manapun ketika meningkat profesionalitasnya, maka semestinya meningkat juga kesejahteraannya.
Di penghujung sambutannya, Presiden pun mengajak para wartawan untuk bersama-sama membangun demokrasi di Indonesia menjadi lebih berkualitas, lebih sehat, dan lebih kuat. Selain itu juga mengajak untuk bersama-sama menjaga agar rakyat tidak terpecah belah hanya karena beda pilihan politik.
“Ingat bahwa pilihan kebangsaan kita hanya satu, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ingat bahwa persatuan adalah aset bangsa yang harus kita jaga, rawat, pelihara, dan kita pertahankan,” tandasnya.
Turut mendampingi Presiden dalam acara ini, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Ketua Umum PWI Pusat Margiono.
Sudah menjadi kelaziman bahwa ke mana pun Presiden Joko Widodo pergi, selalu ada staf dari Istana yang ikut menyertainya, baik itu ajudan, Paspampres, maupun staf protokol. Namun, ada yang bukan staf Istana Kepresidenan tetapi juga selalu mengikutinya, yaitu para wartawan.
Saat memberikan sambutan di acara peresmian pembukaan Kongres XXIV Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Jumat, 28 September 2018, Presiden Joko Widodo bercerita mengenai hubungannya dengan para wartawan.
“Saya ingin mengatakan bahwa wartawan itu sahabat saya. Sejak saya di Solo, coba ditanyakan wartawan yang dari Solo, kemudian masuk ke Jakarta, kemana-mana diikuti terus,” kata Presiden di The Sunan Hotel, Kota Surakarta.
Presiden menuturkan bahwa dirinya juga sudah sering makan siang atau malam dengan para wartawan. Ataupun berkunjung ke ruang wartawan yang ada di Istana. Hal tersebut ia lakukan ketika dirinya ingin mendapatkan masukan, kritikan, saran, ataupun jika ada hal yang ia ingin tanyakan.
Tak hanya itu, Presiden juga mengungkapkan bahwa ia selalu takjub dengan para wartawan ini. Ia bercerita bahwa setiap dirinya turun dari mobil, para wartawan selalu sudah ada di depannya.
“Apa ini mendahului saya, atau mungkin di belakang saya tapi lari kemudian di depan saya?” ucapnya.
Kepala Negara juga bercerita bahwa dirinya beberapa kali main futsal atau sepakbola dengan para wartawan ini. Sambil berkelakar ia menuturkan bahwa para wartawan ini tidak pernah menang ketika bertanding dengannya.
Kedekatannya dengan para wartawan ini membuat dirinya mendengar bahwa ia dijuluki media darling. Apapun itu, ia menegaskan bahwa yang terpenting adalah agar berita yang ditulis itu faktual.
“Banyak yang mengatakan saya ini media darling. Banyak yang mengatakan itu. Saya enggak ngerti, benar enggak itu? Menurut saya yang paling penting, berita itu yang berdasarkan fakta,” tandasnya.
Turut hadir mendampingi Presiden dalam acara ini antara lain, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Surakarta, 28 September 2018
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden