Tag: Propam

  • Diduga Penjaga Disogok Rp 10 Miliar dalam Kasus Kaburnya Dorfin Felix

    Diduga Penjaga Disogok Rp 10 Miliar dalam Kasus Kaburnya Dorfin Felix

    NTB (SL) – Tim Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Nusa Tenggara Barat, menelusuri adanya informasi terkait anggota yang menerima uang sogokan sebesar Rp 10 miliar dari tahanan narkoba asal Prancis, Dorfin Felix (35). Dorfin Felix berhasil kabur pada Ahad (20/1) malam. “Soal isu itu (dapat uang sogok Rp10 miliar) belum kita dapat informasinya. Tapi intinya semua masih didalami penyidik propam, nanti akan kita lihat hasilnya,” kata Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol I Komang Suartana di Mataram, Selasa.

    Ia juga menjelaskan soal modus pelarian Dorfin yang terkesan janggal. Dorfin kabur melalui lubang jeruji jendela kamar tahanannya yang berada di lantai dua gedung Direktorat Tahanan dan Barang Bukti (Tahti) Polda NTB. “Itulah makanya semua masih dicari, apa yang dia gunakan untuk potong jeruji itu, benar atau tidak, kita masih cari alat buktinya,” ujar Suartana.

    Rangkaian pemeriksaan internal di lingkup Polda NTB ini, jelas Suartana, telah dilaksanakan sejak Kapolda NTB Irjen Pol Ahmad Juri mengetahui kabar kabur tersangka Dorfin pada Senin (21/1) pagi. Dalam rangkaian pemeriksaannya, tim penyidik Propam telah memulainya dengan meminta keterangan anggota yang bertugas jaga tahanan pada jam kaburnya Dorfin pada Ahad (20/1) malam. “Tidak hanya anggota yang jaga diperiksa, pejabatnya (Direktorat Tahti Polda NTB) sampai tahanan, semua akan diperiksa,” ucapnya.

    Dalam perkembangan kasusnya, berkas milik Dorfin telah dinyatakan lengkap (P21) oleh jaksa peneliti di Kejaksaan Tinggi NTB. Penanganannya tinggal menunggu pelimpahan tersangka dan barang bukti yang sebelumnya direncanakan pada Senin (21/1). Dorfin ditangkap karena berusaha menyelundupkan narkoba senilai Rp3,2 miliar lewat Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

    Aksinya pada 21 September 2018, sekitar pukul 11:45 Wita itu terungkap dari pemeriksaan barang bawaan yang dilakukan petugas Bea Cukai di jalur kedatangan penerbangan internasional. Barang yang ditemukan dalam bentuk pecahan kristal, serbuk dan pil atau tablet. Barang-barang itu ditemukan petugas dalam sembilan bungkus besar.

    Pecahan kristal berwarna coklat itu diduga narkotika jenis methylenedioxy methamphetamine (MDMA) itu seberat 2.477,95 gram. Kemudian satu bungkus besar berupa serbuk putih diduga narkotika jenis ketamine seberat 206,83 gram dan satu bungkus serbuk berwarna kuning dari jenis amphetamine dengan berat 256,69 gram.

    Untuk yang bentuk pil atau tablet, petugas mengamankan barang diduga narkoba jenis ekstasi sebanyak 850 butir. Dari jumlah tersebut, 22 butir di antaranya berwarna coklat dengan bentuk tengkorak. Akibat perbuatannya, Dorfin dijerat dengan sangkaan Pasal 113 ayat 2 dan atau Pasal 114 ayat 2 dan atau Pasal 112 a ayat 2 Undang-Undang Nomor 35/2009 tentang Narkotika. (republika)

  • Kasus Penggelapan Uang Dihentikan, Penyidik Polda Metro Jaya Dilaporkan ke Propam

    Kasus Penggelapan Uang Dihentikan, Penyidik Polda Metro Jaya Dilaporkan ke Propam

    Jakarta (SL) – Penghentian perkara kasus dugaan penggelapan uang yang dihentikan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya membuat pelapor melakukan berbagai langkah. Salah satunya, dengan melaporkan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan tersebut ke Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Metro Jaya.

    Kuasa Hukum pelapor PT SPIE Oli and Gas Service (PT SOGSI), Iming Tesalonika, menjelaskan penghentian kasus tersebut memang dilaporkan ke Propam Polda Metro Jaya pertengahan November. Hal tersebut dikarenakan ada anomali dalam kasus tersebut. “Misalnya, penyidik mempermasalahkan legal standing dari pelapor,” kata Iming di Jakarta, Selasa, 27 November 2018.

    Padahal, sebelumnya legal standing itu tidak dipertanyakan. Pelapor akhirnya menunjukkan akta pendirian PT SOGS dan penunjukan pelapor sebagai direktur PT SOGS. Namun, salah satu penyidik justru tetap menyebut kalau pelapor tidak memiliki legal standing.

    Selain tak memiliki legal standing, ia mengatakan penyidik menyebut bahwa pelapor tak menghadirkan ahli hukum perseroan terbatas. “Menurut kami kekeliruan kalau tanpa keterangan ahli,” ujarnya.

    Untuk itu, pihaknya sepakat bila Propam Polda Metro Jaya diminta untuk mengkonfrontirnya dengan penyidik kasus tersebut. “Kami akan jelaskan dengan detil, kami juga ingin membantu memperbaiki harkat martabat Polri,” katanya.

    Sebelumnya, Polda Metro Jaya digugat akibat keputusan mengeluarkan surat perintah penghentian penyelidikan atau SP3. Adalah PT SPIE OIL and Gas Service Indonesia (PT SOGSI) yang menuntut pembatalan SP3 atas kasus penggelapan uang perusahaan yang dilakukan Samir Abbes pada 2010, senilai US$65 ribu atau hampir Rp1 miliar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Samir mengaku uang hendak dipakai mengurus persoalan pajak, namun jadi tidak jelas untuk urusan pajak apa, lantaran tidak adanya bukti setor pajak ke Kantor Pelayanan Pajak. (viva)

  • Anggota Sabhara Polrestabes Semarang Diperiksa Propam Terkait Pesta Sabu 8 Tahanan Sel Mapolres

    Anggota Sabhara Polrestabes Semarang Diperiksa Propam Terkait Pesta Sabu 8 Tahanan Sel Mapolres

    Semarang (SL) – Beberapa anggota Sabhara Polrestabes Semarang diperiksa Propam terkait pesta sabu delapan tahanan di sel mapolrestabes setempat. Mereka diperiksa terkait bagaimana barang haram tersebut bisa masuk ruang tahanan nomor sembilan.

    Pemeriksaan tersebut dibenarkan Kepala Satuan Sabhara Polrestabes Semarang AKBP Bambang Yoga. Menurutnya, pemeriksaan dilakukan sub unit Provost. “Semua anggota saya diperiksa, tinggal nanti yang terbukti yang mana. (Jika terbukti) akan diberikan sanksi,” terang Yoga tanpa merujuk jumlah anggota, Jumat (23/11). Ia menyebutkan, pemanggilan lebih terkait pemeriksaan kedisiplinan.

    Yoga mengatakan, sejauh ini, pengamanan di tahanan sudah diupayakan menggunakan sumber daya yang paling maksimal. Mulai dari menerjunkan delapan anggota selama satu shift penjagaan, hingga melengkapi ruang tahanan dengan kamera CCTV. “Namun, memang mereka (tahanan) selalu mencari cara untuk bisa memasukan barang. Tentu, kami akan evaluasi apa yang kurang nantinya akan kami perketat lagi,” terang Yoga.

    Ia mengungkap, beberapa kali anggotanya juga mampu melakukan pencegahan. Artinya, setiap barang terlarang, sebelum masuk ke sel, bisa disita dan dideteksi terlebih dahulu. “Tapi, ya itu, mereka selalu punya cara. Lewat makanan yang dititipkan pengunjung saja, bukan cuma kami buka tapi kami tusuk-tusuk dan belah untuk memastikan benar-benar aman,” terangnya.

    Di lain sisi, Kepala Bagian Humas Polrestabes Semarang, Kompol Baihaqi menyebut, proses masuknya barang ke dalam tahanan memang melalui beberapa anggota di kesatuan yang berbeda. “Kalau di Polrestabes, ruang tahanan ada di bawah dua kewenangan, penjagaannya melibatkan Satuan Sabhara dan pengelolaannya ada di Satuan Tahanan dan Barang Bukti (Tahti),” terang Kompol Baihaqi, Jumat (23/11).

    Ditemui dalam diskusi panel yang diselenggarakan Bidhumas Polda Jateng, Baihaqi memaparkan, sebuah barang, misalnya makanan yang dibawa penjenguk untuk tahanan, pemeriksaannya ada di bawah kewenangan anggota Satuan Sabhara. Sementara, jika barang sudah berada di dalam tahanan, anggota yang berhak melakukan razia adalah dari Satuan Tahanan dan Barang Bukti. “Jadi, memang (pengelolaan) setiap rutan di kepolisian berbeda. Di Polda (Jawa Tengah) misalnya, tahanan semua ada di bawah Satuan Tahti. Cuma, di Polres, memang belum seperti itu,” terangnya.

    Sebelumnya, diberitakan, delapan tahanan Polrestabes Semarang kedapatan teler setelah pesta sabu. Dari mereka didapati barang bukti bong atau alat hisap dan sisa-sisa sabu. Dari informasi yang dihimpun Tribun Jateng, kedelapan tahanan itu tepergok mengonsumsi sabu sekitar pukul 11.00. Mereka yang menghuni ruang sembilan awalnya akan dipindah ke tahanan kejaksaan. Petugas, kala itu, sudah bersiap menunggu di belakang mobil tahanan untuk membawa para tersangka pindah rutan. Namun, petugas yang menunggu tidak kunjung mendapati para tahanan keluar sel.

    Curiga, petugas kemudian masuk ke ruang nomor sembilan. Dan didapati, para tersangka berlarian keluar. Sebagian ada yang teler dan didekat mereka didapati ada alat hisap sabu dan butiran kristal sisa sabu. (val)

    Hukum Berat Anggota yang Lengah

    PENGAMAT kepolisian dari Universitas Bhayangkara, Dr Supriyadi menyebut, masuknya sabu lebih besar karena faktor kelengahan anggota yang berjaga. Karena itu, dia mengusulkan hukuman berat bagi anggota yang terbukti lengah saat bertugas. “Lengah itu sebabnya ada beberapa faktor. Bisa mungkin kelelahan karena telah berjaga selama berjam-jam atau bisa juga karena permasalahan pribadi yang kemudian membuat anggota kurang berkonsentrasi sehingga narkotika bisa masuk,” terang Supriyadi.

    Meski demikian, menurutnya, beberapa hal itu memang tidak bisa ditoleransi. Jika memang terbukti ada kelengahan, dosen Psikologi tersebut ingin ada punishment yang tegas yang dilakukan pimpinan Kepolisian Resor Kota Besar Semarang. “Hal itu kan sudah terjadi. Sekarang, yang penting adalah bagaimana membuat kebijakan agar kejadian yang sama tidak terulang. Reward and punishment, menurut saya, cukup efektif,” terang Supriyadi.

    Adanya penghargaan bagi yang berprestasi dan hukuman berat yang melakukan tindakan indisipliner menurutnya akan menjadi contoh bagi anggota lain untuk bertindak. Jika hukuman dirasa cukup berat, ia berpendapat, anggota lain akan berpikir satu hingga dua kali untuk melakukan perbuatan yang sama. “Jelas, kejadian (pesta sabu di rutan) itu memprihatinkan. Seolah-olah, anggota tidak memanfaatkan teknologi. Bukankah setiap sel, mestinya sudah ada kamera pengintai atau CCTV?” imbuhnya.

    Dengan pemanfaatan teknologi yang maksimal, ia berpendapat, kejadian itu bisa dicegah. Setidaknya, proses masuknya sabu ke dalam rutan bisa terpantau. “Kalau ada CCTV dan ada petugas yang memantau, itu kan bisa kelihatan beberapa perilaku mencurigakan saat proses masuknya sabu. Jadi, sebelum dipakai, sudah bisa disita lebih dahulu barang buktinya,” kata Supriyadi. (JatengTribun)