Jakarta (SL) – Meminjam istilah para politikus oposisi rivalitas pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) – Jusuf Kalla (JK), yaitu bahasa ugal-ugalan, sepertinya pengelolaan uang negara dari sumber APBN yang dikelola PT Waskita Karya untuk pembangunan infrastruktur, memang terkesan ‘ugal-ugalan’.
Kesan yang menguatkan itu ialah dengan banyaknya produk hukum atau peraturan perundang-undangan yang ditabrak oleh PT Waskita terutama pada saat proses lelang terjadi demi memenangkan paket proyek triliunan rupiah tersebut, atau angka tepatnya Rp 4.386.386.067.000,-.
Proyek bernilai lebih Rp 4,3 triliun yang dimenangkan PT Waskita namun diduga sarat permasahan ini, berdasarkan pengamatan RadarOnline.id yang tayang di LPSE Kementerian PUPR dan LPSE Kementerian Agama, yang pembiayaannya melalui APBN Tahun Anggaran 2018.
Terdapat 5 paket proyek yang dimenangkan PT Waskita, hasil dari pantauan, dalam proses lelangnya bahwa Sertifikat Badan Usaha (SBU) PT Waskita Karya ( Persero) Tbk, diduga cacat hukum karena menabrak aturan-aturan, sehingga dalam tahap penetapan pemenangannya terkesan melalui ‘kerjasama hitam’.
Ke lima paket proyek tersebut antara lain: 1. Pembangunan Bendungan Komering II / Tiga Dihaji Kab. Oku Selatan, dengan harga penawaran Rp 1.345.921.604.000,-.; 2. Pembangunan Bendungan Jlantah di. Kab. Karanganyar, Jawa Tengah;1 Bendungan;8,3 juta M3; F;K;MYC, dengan harga penawaran Rp 965.055.206.000,-.; 3. Pembangunan Bendungan Martatiga dengan harga penawaran Rp 813.707.950.000,-.; 4. Pembangunan Bendungan Temef di Kabupaten Timur Tengah Selatan (Paket-1), dengan harga penawaran Rp 899.088.942.000,-.; 5. Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Gedung Rektorat, Gedung Fakultas dan Kawasan 3 Pilar Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) (Paket 1).
Untuk diketahui urutan nomor 1 sampai nomor 4 dibiayai dari APBN Kementerian PUPR sementara untuk nomor 5 sumber dananya dari APBN Kementerian Agama.
Terkait dugaan tindak pidana pelanggaran hukum penentuan pemenangan lelang ini, RadarOnline.id sudah mencoba melayang surat konfirmasi kepada Direktur Utama PT Wsakita Karya (Persero) Tbk. Namun, hingga berita ini terbit belum ada jawaban dari pihak PT Wsakita.
Dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Waskita saat mengikuti tahapan lelang adalah, bahwa Tenaga Ahli Tetap (PJT/PJK)-nya, sedang Rangkap Jabatan di perusahaan jasa konstruksi berbeda yaitu PT FIC, berinisial MR.
Selain itu saat proses lelang berlangsung, lelang tersebut juga diikuti oleh PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero Tbk, sementara untuk diketahui bahwa antara PT Waskita dan PT PP memiliki anak perusahaan yang sama, yaitu PT Prima Multi Terminal, yang mana dua orang pengurusnya berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), dengan inisial AB dan DHS.
Menurut data, kepemilikan bersama mengenai anak perusahaan PT Prima Multi Terminal ini, telah dinotariskan pada tanggal 26 September 2014, dan telah mendapat SK Kemenhunkam 29 September 2014.
Sehingga dengan adanya kerancuan tersebut telah terjadi Pertentangan Kepentingan dan juga terafiliasi.
Dalam hal ini PT Waskita juga menabrak Dokumen Kualifikasi di Bab II angka 3 terkait, Larangan Pertentangan Kepentingan, juga pada isian Kualifikasi Lembar Depan angka 4, serta pasal 6 Perpres Nomor 54 Tahun 2010, termasuk Peraturan Menteri PU No.31/PRT/M/2015 dalam pasal 4 huruf (e). (radaronline.com)