Tag: Pungli
-
Komite SMPN 3 Sebut Pungutan Laptop Sukarela, Disdik Mesuji Hanya Aminkan Saja
Mesuji (SL) – Pemanggilan Kepala Sekolah dan komite SMP Negeri 3 Mesuji oleh Disdik Mesuji tak menghasilkan keputusan apa-apa, kecuali klarifikasi yang membelokkan keterangan wali murid sebelumnya yang menuding ada pungli pembelian laptop di sekolah itu. Disdik dinilai tidak tegas, dan hanya bisa mengamini cerita pihak sekolah.Seperti diketahui, Dinas Pendidikan Kabupaten Mesuji telah memanggil kepala sekolah dan komite SMP Negeri 3 Mesuji yang diduga melakukan pungutan liar sebesar 500 ribu/siswa, Senin (20/01/20).Hasilnya, luar biasa. Kepada Kabid Dikdas Kabupaten Mesuji Yoga Puja Pratama, komite sekolah berkilah bahwa pungutan itu cuma sukarela, tidak ditentukan nominalnya. Anehnya Disdik percaya! Padahal. terbukti pihak sekolah mengharuskan wali murid membayar 500/siswa untuk pembelian leptop.Kepada Yoga, Komite sekolah mengatakan bahwa kegiatan penggalangan dana yang dilakukan adalah hasil musyawarah antara komite dan wali murid dan berita acaranya itupun hanya seiklasnya dan alat kadarnya saja, tidak dipatok 500/ siswa.Penggalangan dana itu dikatakan karena sekolah masih kurang kompute untuk melaksanakan kegiatan UNBK. (AAN) -
Indikasi Keras Pungli di SMPN 3 Mesuji
Mesuji (SL) – Lagi-lagi komite sekolah ber-ulah, membuat susah orang siswa dengan akal bulusnya. Seperti yang terjadi di SMPN 3 Mesuji, Kecamatan Way Serdang. yang mewajibkan siswanya membeli komputer (notebook) yang disiapkan sekolah. Praktik ini ditentang orang tua siswa, karena dianggap akal-akalan.
Dari keterangan sejumlah orang tua siswa, dikatakan bahwa pada 2019 lalu SMP Negeri 3 Mesuji sebenarnya sudah mendapatkan bantuan 22 unit notebook dari dana APBN. Namun, sejak Oktober 2019, pihak sekolah mulai menarik pungutan Rp 500 ribu terhadap 190 siswa kelas lX.
“Saya tentu keberatan dengan penarikan uang itu, apalagi dikaitkan dengan alasan untuk pembelian laptop/komputer. Bukankah itu sudah dibiaya APBN,” ujar seorang wali murid yang enggan ditulis namanya.
Sinarlampung.com, sempat mendatangi sekolah ini, namun Kepala Sekolah SMP Negeri 3 tidak ada di sekolah. Namun dari keterangan via WA, Hendro mengatakan, “Ya udah kita ketemuan biar jelas nanti juga akan saya temukan dengan komite.”
“Kalau gak Senin atau Selasa kita ketemu biar infonya jelas” tutup Hendro.(AAN.S)
-
PUNGLI: Kacabdin akan Panggil Kepsek SMAN 1 Raman Utara
Lampung Timur (SL)-Kepala Cabang Dinas (Kacabdin) Pendidikan SMA dan SMK wilayah Metro dan Lampung Timur, Indarti, S.Sos berjanji akan menindaklanjuti dugaan pungli dana bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) bagi siswa kurang mampu yang dilakukan secara kolektif oleh oknum guru SMAN 1 Raman Utara.Indarti mengatakan pihaknya belum mengetahui secara pasti bagaimana proses terjadinya pungutan liar (pungli) yang dilakukan di Indarti, S.Sos, mengingat dirinya baru beberapa hari dilantik. Meskipun demikian ia tidak akan tutup mata, dan akan menindaklanjuti laporan tersebut.“Karena saya baru mengisi jabatan sebagai Kacabdin Pendidikan menggantikan Pak Joko yang pindah ke Lampung Tengah. Sebelumnya saya bertugas di Dinas sosial provinsi Lampung ,” ujarnya, Kamis (19/12/2019).Indarti sangat menyayangkan perbuatan itu terjadi. Ia akan segera menghubungi Kepala SMAN 1 Raman Utara (Tumin, red). Bukan hanya itu, Indarti juga menjelaskan, sesuai dengan peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah nomor 5 tahun 2018 tentang petunjuk pelaksanaan Program Indonesia Pintar(PIP) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, jelas sekali tujuan dana tersebut diperuntukkan bagi siswa untuk biaya personal pendidikan dimaksud meliputi membeli buku dan alat tulis, seragam sekolah (sepatu, tas dan sejenisnya), transportasi peserta didik ke sekolah, uang saku peserta didik, bukan untuk membayar iuran komite sekolah seperti yang di lakukan oleh oknum guru sekolah tersebut.Dikabarkan sebelumnya, pada Kamis, 12 – Desember – 2019. Dua puluh dua siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 (SMA N 1) Raman Utara mengeluhkan pungutan liar (pungli) dilakukan oknum guru berinisial NWS yang meminta uang jasa bagi siswa yang mendapatkan bantuan. (Wahyudi) -
Zulkifli Anwar Didesak Bertanggungjawab Terkait Pungli Miliaran oleh Enam Kades di Jati Agung
Lampung Selatan (SL)-Sesalkan sikap anggota DPR-RI dari Lampung, Zulkifli Anwar, atas pernyataannya di hadapan warga dan Enam Kepala Desa di Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan yang mendiami kawasan Register 40 Gedung Wani, beberapa waktu lalu.
“Hutan Produksi Tetap yang selanjutnya disebut HP adalah kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai dibawah 125, di luar kawasan lindung, hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru”
Front Rakyat Kaum Miskin Lampung (FRKML) menganggap anggota komisi 2 DPR RI Dapil Lampung Selatan, Zulkifli Anwar, tidak mengerti atas lahan register yang tidak boleh menjadi hak milik. “Kenapa sikap anggota DPR RI komisi dua yang membindangi Agraria tidak mengerti atas tanah register. Padahal sudah jelas bahwa tanah register adalah tanah negara”, kata ketua Front Rakyat Kaum Miskin Lampung, Andi Antoni Parera, Kamis (24/01/2019).
Menurut Andi, pernyataan Zulkifli Anwar yang juga mantan bupati Lampung Selatan dua periode itu, saat pertemuan di kantor Balai Desa Sumber Jaya, Kecamatan setempat, Senin 21 Januari 2019 lalu, dinilai berlebihan dan hanya tebar pesona jelang Pileg mendatang.
Enam Kepala Desa yang hadir itu yakni dari Desa Sumber Jaya, Karang Rejo, Margosari, Sinar Rejeki, Sido Harjo, dan Purwotani. “Permasalahan register 40 gedung wani hanya dijadikan alat untuk tebar pesona oleh pak dewan RI itu (Zulkifli Anwar red) dan menutupi kebohongan 6 Kades di kecamatan Jati Agung yang telah memungut uang dari warga disana “ujarnya.
Bahkan, dengan beraninya seorang Zulkifli Anwar menjamin akan mengganti uang warga yang telah dipungut oleh 6 Kepala Desa di Kecamatan Jati Agung. “Jika membela kepentingan masyarakat, bukan dengan cara menarik iuran.Dengan dalih untuk pembebasan lahan Register 40, hingga pembuatan sertifikat, dan proses biaya,” terangnya.
Oleh karena itu, dirinya berharap agar pemerintah dan semua pihak dapat memberi pehamanan secara benar kepada masyarakat yang mendiami register 40 gedung wani Jati Agung yang sesuai UUD 45 dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. “Kami mendesak Zulkifli Anwar untuk tanggung jawab atas perkataannya dan meminta maaf kepada masyarakat di 6 desa di kecamatan Jati Agung”tegasnya.
Sebelumnya, Polda Lampung diminta mengusut kasus dugaan pungli oleh enam kepala desa di Kecamatan Jati Agung, yang merugikan warga hingga miliaran rupiah. Penarikan dilakukan hingga berulang kali, dengan dalih untuk pembebasan lahan Register 40, hingga pembuatan sertifikat, dan proses biaya untuk di setor kepada Kementerian Kehutanan RI.
Keenam Kepala Desa itu adalah Asep Sudarmansyah Kades Sumber Jaya, Daryanto Kades Sinar Rejeki, Sonjaya alias Ison Kade Margo Lestari, Sutrisno Kades Puwotani, Pertode alias Peri Gayut Kades Karang Rejo, dan Sukarji Kades Sidoharjo. Termasuk empat orang tim atas nama Aulia, Iwan, Aat, dan Uus, yang mengaku selalu berhubungan dengan Dani, orang kementerian Kehutanan RI. (red)
-
Polisi Kecolongan Ribuan Pelamar Kerja Dipungut Biaya Pendaftaran di Job Fair
Sumatera Utara (SL) – Ribuan pencari kerja mendatangi kegiatan job fair yang diselenggarakan Jobforcareer.co.id yang digelar sejak tanggal (21-22) di Hotel Tiara Medan, selasa(22/1/2019)
Usia mereka tergolong muda, penuh semangat dan berjuta harapan, berbondong-bondong menghampiri panitia hanya untuk mendaftar dan menyerahkan uang senilai Rp 35.000 setiap berkas, agar diizinkan mengisi formulir pendaftaran untuk diproses lebih lanjut dan berharap dapat kerja.
Padahal, kutipan itu sangat bertentangan dengan aturan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) RI sudah menyiapkan sanksi bagi penyelenggara bursa pemeran kerja atau job fair yang ketahuan memungut biaya dari pencari kerja.
Sanksi itu tercantum di dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomer 39 Tahun 2016 tentang Penempatan, Sanksi kepada penyelenggara job fair nakal terdiri dari tiga tahap. Mulai dari, pemberian surat peringatan Direktorat Jenderal Kemenaker, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi, atau Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten/Kota. Dalam masa sanksi administrasi itu, penyelengara job fair diminta untuk memenuhi sejumlah kewajiban yang diberikan oleh Kemenaker.
Berikutnya,bila sejumlah kewajiban, Kemenaker akan memberhentikan kegiatan penyelenggara job fair mulai dari pemberhentian sementara, sebagian, bahkan seluruh kegiatan. Sanksi tegas akan langsung diberikan bila penyelenggara job fair tetap nakal. Sanksi tersebut yakni pencabutan izin usaha atau pencabutan tanda daftar.
Kemudian, larangan memungut biaya dari pencari kerja sesuai dengan Konvensi International Labour Organisation (ILO) Nomor 88 tahun 2002 yang telah diratifikasi oleh Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2002 mengenai lembaga pelayanan penempatan tenaga kerja.
Pasal 11 Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2002, menyatakan dengan tegas bahwa kerja sama lembaga pelayanan penempatan tenaga kerja dan perusahaan jasa penempatan tenaga kerja swasta tidak bertujuan mencari laba. Selain itu, larangan penyelanggara job fair memungut biaya dari pencari kerja juga sesuai dengan Undang-Undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terutama terkait Bab Penempatan Tenaga Kerja.
Sementara pantauan Harian Orbit,selasa(22/1/2019)menurut pengakuan para pencari kerja,mereka terpaksa dan harus menyetorkan uang agar bisa mengisi formulir berikutnya. “Wajiblah setor Rp 35.000,kalau tidak mana dikasih formulirnya.itupun belum ada kepastian kapan kami akan dipanggil, padahal kami harus rela antri panjang, belum lagi panitianya sombong sekali,”ujar Tiana Napitupulu lulusan SMK warga Medan kepada Orbit.
Selanjutnya,menurut Desi warga Sei Mencirim Sunggal yang juga peserta pencari kerja,mengaku kecewa terhadap Pemerintahan Sumatera Utara yang harusnya menjamin kesejahteraan warganya, seolah ada pembiaran oleh pihak swasta dengan segala cara mencari keuntungan dari pencari kerja, sudah jelas melanggar aturan. “Seharusnya Pemerintah menyiapkan lapangan kerja kepada masyarakat, kalau dihitung-hitung dari semalam sampai saat ini yang mengisi formulir bisa mencapai sekitar 3.000 orang,bayangkan jika dikali Rp 35.000,lumayanlah,”ungkap Desi meminta penegak hukum ,kususnya tim saber pungli jangan cuma duduk-duduk saja.
Sementara ,Rudi sebagai pihak penyelenggara saat dilokasi Jobforcareer.co.id ketika dikonfirmasi wartawan bahwa pengutipan uang daftar senilai Rp 35.000.adalah bentuk pungli yang bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2002. “Saya hanya karyawan, tidak bisa memberikan keterangan, langsung saja sama pimpinan, “elaknya sambil menerima berkas formulir bukti pembayaran.
Selanjutnya, pihak Disnaker Pemprov Sumatera Utara setelah mengetahui adanya penyelanggara job fair memungut biaya dari pencari kerja ,seketika langsung sidak lapangan dan memanggil pihak penyelenggara untuk dimintai keterangan. “Masih kita proses,akan kita kembangkan.ini sudah jelas melanggar aturan,”ujar Puspa didampingi pengawas Disnaker Sumut. (target24jamnews)
-
Aksi Lain Enam Kades Jati Agung “Nyamar” Tim Pembuatan Sertifikat “Keruk” Dana Warga
Lampung Selatan (SL)-Usai meminta dana ke warga untuk pengambilan SK dari kementerin Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kini Forum yang dibuat oleh enam kepala desa kembali mengeruk dana dari warga. Melalui forum antara enam desa yang dibentuk oleh enam kepala desa di Kecamatan Jati Agung, jualan pembebasan lahan rigester 40 gedong wani, dan akan mengajukan program PTSL Tahun 2019.
Hal itu tertuang didalam surat forum antara enam desa, Serta ditanda tangani langsung oleh masing-masing desa. Ke enam desa tersebut yaitu Desa Sumber Jaya, Desa Mergo Lestari, Desa Sinar Rejeki, Desa Purwotani, Desa Sidoharjo dan yang terakhir Desa Karang Rejo. Padahal jelas paham jika tanah tersebut merupakan tanah rigester 40, ke enam kepala desa tetap nekat memproses pengajuan, baik pembebasan bahkan pengajuan PTSL.
Seperti yang diungkapkan salah satu kepala desa yang tergabung dalam forum antara enam desa yang berada di Kecamatan Jati Agung Lamsel, “Kami bersama tim mengupayakan tanah register 40 gedong wani ini dapat dibebaskan, tapi saya peribadi masih ragu jika tanah ini dapat dibebaskan menjadi mikil peribadi,” kata Periode, Kepala Desa Karang Rejo.
Saat disinggung kenapa tetap melakukan pungutan dana terhadap warga, Meskipun berdalih pinjaman desa yang dibebankan oleh Pokmas, Periode Menguapkan, bahwa semua merupakan kerja tim bersama. “Kami kepala desa menyerahkan semua apapun itu kepada tim, karena tim lah yang bertanggung jawab atas semuanya,” kata Periode.
Saat disinggung apa nama tim dan diberbadan hukum atau tidak? “Itu tim gak ada namanya, itu bang Aulia dan Iwan, merekalah yang kita percayakan untuk mengurus semuanya,” ujarnya.
Diketahui untuk pembuatan PTSL warga dikenakan biaya, mulai dari pembuatan soporadik hingga menjadi sartifikat, warga dikenakan biaya sekitar Rp1,4 juta bahkan ada yang Rp2,5 juta. “Kalo sepengetahuan ada beberapa desa sudah urus sooaradik, biayanya itu mencapai diatas sekitar Rp2,5 juta,” kata warga.
Lanjutnya, jika untuk keseluruhan dana yang di dapat dari keseluruhan enam desa, diperkirakan mencapai Sekitar Rp1,7 Milyar. Meskipun dana yang ditarik dari warga sifanya pinjaman desa. “Mereka ini pintar, narikin dana dari warga dengan pertanggung jawaban desa yang terhutang. Ini kan gak masuk akal, Karena Dana Desa DD bukan untuk urus persolan lahan rigester tersebut,” paparnya. (erl/nt/jun)
-
Sejumlah TMH Kota Metro Mengaku Dimintai Uang oleh Oknum ASN Disporapar
Metro (SL) – Sejumlah TMH mengaku, saat proses penerimaan, mereka dimintai uang oleh oknum aparatur sipil negara (ASN) Disporapar setempat. Jumlahnya bervariasi, mulai dari Rp10 juta hingga Rp20 juta. “Saya dari bulan Juni 2018, sudah di sini (Disporapar). Waktu itu salah satu pegawai, kami dimintai uang Rp10 juta dengan janji mendapat SK tenaga honorer dari walikota pada bulan Oktober. Kenyataanya, sekarang sudah bulan Desembar, SK-nya belum juga diberikan,” ungkap salah satu THL yang tidak ingin disebut namanya, Minggu (2/12/2018).
Hal yang sama disampaikan TMH lainnya. Menurut dia, selain dimintai uang saat penerimaan pada bulan Juli lalu, hingga saat ini dia belum menerima gaji. “Saya juga diminta uang waktu penerimaan. Terus sejak awal bekerja pada bulan Juli lalu, sampai saat ini saya belum terima gaji. Tidak tahu yang lainya, tapi kemungkinan belum juga. SK juga belum turun hingga saat ini. Padahal, dulu katanya bulan Oktober,” tuturnya.
Terpisah, pada Disporapar Kota Metro menyebut, dinas tersebut tidak mampu membayar gaji TMH. “Jumlah TMH di sini puluhan. Karena itu, Disporapar tidak mampu membayar gaji mereka. Kasihan mereka,” sesalnya.
Pejebat berwenang pada Disporapar Metro, belum berhasil dikonfirmasi terkait masalah ini. (harianmomentum)
-
Pejabat Disdikbud Pesawaran Mulai Jalani Sidang Kasus Pungli Pengadaan Laboratorium Komputer Sekolah
Pesawaran (SL) – Terdakwa Iwan Subarna, mantan Kepala Seksi (Kasi) Sarana dan Prasana (Sarpras) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pesawaran terduduk di bangku persakitan untuk menjalani sidang pertama, kasus pungli pengadaan laboratorium komputer Sekolah Menegah Pertama kabupaten Pesawaran di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Kamis (29/11/2018).
Dia didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Aprilinda Dani atas dugaan kasus pungutan liar terkait pengadaan Laboraturium Komputer Sekolah Menengah Dana Alokasi Khusus tahun 2018 dengan nilai kontrak Rp2 miliar untuk 7 SMPN di Kabupaten Pesawaran. “Memaksa memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,” kata JPU.
Lanjut JPU, tujuh SMPN tersebut adalah SMPN 1 Pesawaran, SMPN 2 Pesawaran, SMPN 4 Pesawaran, SMPN 11 Pesawaran, SMPN 19 Pesawaran, SMPN 22 Pesawaran dan SMPN 23 Pesawaran dengan masing-masing pengadaan komputer jinjing (Laptop) sebanyak 22 unit. “Terdakwa meminta terhadap pihak tiap-tiap sekolah untuk menyetorkan uang Rp.10 juta, sebagai penerima peralatan komputer tersebut,” jelas JPU.
Dimana informasi adanya tindakan pungli tersebut dihimpun oleh Tim Subdit III Ditreskrimsus Polda Lampung, sehingga pada tanggal 28 Agustus 2018 terdakwa diamankan bersama Zikri selaku Kepala Sekolah SMPN 4 Pesawaran (berkas terpisah) dengan nominal uang Rp.30 juta yang didapati di dalam laci sekolah SMPN 2 Pesawaran.
Usai mendengarkan dakwaan yang dibacakan oleh JPU, ketua Majlis Hakim Novian Saputra menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi. “Baik kalau begitu sidang kita lanjutkan pekan depan, dengan agenda saksi.
Karena perbuatan nya terdakwa diancam dalam pasal 11 undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (mrd/nt)
-
Banyak Oknum Kepala Sekolah Masih Bangga Dengan Pungli Untuk Alasan Mutu dan Kurangnya dana Oprasional
Lampung Timur (SL) – Maraknya pungutan liar yang terjadi di sekolah membuat berbagai kalangan prihatin. Meskipun sudah menerima program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah, kenyataannya pungutan masih terjadi di mana-mana.
Padahal program BOS di gagas untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar sembilan tahun mulai SD sampai SMP, dengan memperluas akses pendidikan agar anak anak usia sekolah tetap dapat mengenyam pendidikan dengan biaya terjangkau.dengan program ini berbagai pungutan yang tercantum dalam permedikbud nomor 101 tahun 2013 dan perubahannya di harapkan berkurang bahkan kalau bisa di tiadakan di sekolah -sekolah.
Kami (Ketua) N.G.O TOPAN AD DPD LAMPUNG TIMUR menyerukan kepada publik khususnya orang tua/wali murid, penggiat pendidikan dan media massa untuk bersama-sama mengkampanyekan penghentian pungutan liar di sekolah,” ujar Ketua TOPAN AD yg akrab di sapa ijal gondrong kepada media SKU Suara Keadilan.
Prihatin dengan maraknya pungutan yang kerap diminta sekolah meski menerima program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan dana lainnya yang dapat menunjang Infrastruktur pendidikan dari pemerintah baik pusat maupun Kabupaten sesuai yg di peesyarakan dalam pembelanjaannya, di buktikan masih adanya penarikan sejumlah dana oleh SDN 1 Gunung pasir Jaya Kecamatan Sekampung Udik Dan SDN 3 Sido Rejo Kecamatan Sekampung Udik,dengan alasan untuk kelengkapan meubelear sekolah atau untuk kenang-kenangan murid terhadap sekolah yang akan di tinggalkan siswa-siswanya setelah siswa/i itu lulus nanti.
N.G.O TOPAN AD dan beberapa lembaga lain telah mengunjungi dan mengklarifikasi secara langsung kepada kepala sekolah masing-masing terkait hal tersebut.namun penjelasan dan keterangan dari masing masing kepala sekolah berbeli belit. menguatkan dugaan dan memberikan gambaran bahwa mereka melakukan pungutan kepada siswanya.
Hal tersebut semakin kuat untuk di duga dengan di pertajam setelah TOPAN AD melayangkan surat klarifikasi kepada kepala sekolah namun tidak tidak ada jawaban,selanjutnya TOPAN AD melayangkan Surat Somasi,dari salah satu kepala sekolah yaitu SDN 1 Gunung Pasir Jaya (Listati.SPd)sempat berdalih akan memberikan klarifikasi langsung serta bersedia untuk dapat bertemu langsung dengan Ketua TOPAN AD dengan Di Dampingi Kepala Bidang Pedidikan Dasar Suprafto. SPd, bermaksud untuk menjelaskan semua permasalahan dugaan atas Penyimpangan Dana BOS dan Dugaan ada Pungli di sekolah SDN 1 Gunung Pasir Jaya.akan tetapi sampai saat ini hal tersebut belum terwujud tanpa konfirmasi yang jelas (Listati)hal ini semakin memperkuat dugaan kami dengan melihat jumlah murid lebih banyak dari sekolah-sekolah lain dan kondisi sekolah yang kurang terawat serta kelengkapan sarana penunjang yang kurang memadai dan terkesan tidak ada perawatan sehingga ada kemungkinan untuk salah menerapkan atau salah dalam mengelola Dana BOS atau PIP .ungkap Ketua Topan ad.
Harapan Ketua TOPAN AD untuk bertemu kepala sekolah saat itu adalah agar lebih memantapkan kemitraan dengan lembaga dan dapat berdiskusi tentang beberapa item persoalan yang sering terjadi dalam pengelolaan dan pelaksanaan Program BOS atau DAk selama ini.
Kesadaran dan ruang diskusi soal isu pendidikan perlu dibangun secara simultan agar publik yang memegang hak atas program BOS ini—khususnya murid, orangtua/wali murid—dapat melakukan kontrol terhadap implementasi program BOS di sekolahnya,Dukungan para pegiat pendidikan dan media massa juga tak kalah penting untuk ikut mengawasi serta mendorong transparansi dan akuntabilitas terhadap program nasional ini.
“Di Lampung Timur, jumlah anak-anak usia sekolah yang putus sekolah ketika mengenyam pendidikan dasar masih tinggi. Salah satu penyebab utamanya adalah faktor ekonomi”. Menurut Ketua TOPAN AD, dana BOS seharusnya menghapuskan berbagai pungutan dan menjadi penyelamat bagi para pelajar miskin di tingkat pendidikan dasar baik di sekolah negeri maupun swasta. Namun, sejak diterbitkannya Permendikbud Nomor 44 tahun 2012 mengenai Pungutan dan Sumbangan, banyak sekolah menginterpretasikan keputusan pemerintah ini sebagai legitimasi pungutan pendidikan meski sekolah sudah menerima dana BOS.
“Banyak sekolah yang menerima dana BOS dari pemerintah justru menafsirkan Permendikbud sebagai ‘senjata’ untuk melegalkan pungutan kepada orangtua murid. Padahal, di dalam peraturan tersebut dijelaskan secara gamblang mengenai pengertian sumbangan dan pungutan. Berbagai jenis pungutan yang diibebankan kepada orang tua siswa antara lain berbentuk uang pendaftaran, bangunan, seragam sekolah dan olahraga, pengadaan komputer, Pembelian sejumlah Buku,pembangunan ruang kelas,uang kenang-kenangan dan lain sebagainya,” kata dia.
Selain salah diartikan, menurut ijal gondrong, pungutan oleh penyelenggara pendidikan juga bertentangan dengan UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Pasal 11 ayat (2), yang mencantumkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. TOPAN AD yakin bahwa peran serta masyarakat (pro-aktif),masyarakat dalam membangun pendidikan akan dapat mewujudkan masyarakat yang cerdas dan berkepribadian. Lembaga yang didirikan pada Tahun 2014 ini berkomitmen untuk terus menggalakkan peran serta masyarakat untuk mengawasi serta memahami tentang pengelolaan dan pelaksanaan beberapa sumber dana bidang pendidikan yg di kelola oleh sekolah.
Saat ini, TOPAN AD berharap ada lembaga lain yang ikut berperan untuk menginisiasi pengembangan sekolah- sekolah untuk mengelola dana BOS Dengan sistim Manajemen yang Transparan, Akuntabel,Partisipatif .Organisasi atau lembaga masyarakat yang peduli dengan kebijakan ini agar tetap dapat mendampingi SD dan SMP negeri atau swasta di Lampung Timur, agar menjadi sekolah yang transparan dan akuntabel dalam pengelolaan BOS. Dari hasi investigasi dan Observasi lembaga TOPAN AD selama ini ijal gondrong mengungkapkan bahwa kebanyakan sekolah masih belum dapat mengelola dana BOS secara transparan, akuntabel, dan partisipatif. Selain itu, ditemukan juga beberapa kasus penyalahgunaan dana, kurang transparannya sekolah terkait informasi BOS, dan absennya sistem pemantauan yang efektif.hal tersebut juga di dukung oleh kurangnya sosialisasi dan kelengkapan instrumen dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Timur,faktor ini yang dapat di sampaikan oleh lembaga kami dengan melihat perkembangan dan situasi yang ada di beberapa sekolah-sekolah yang sudah kami kunjungi,hal ini terjadi baik secara sengaja ataupun tidak di sengaja.ungkap ketua TOPAN AD
Lebih aneh dan janggal lagi ada salah satu korwil di kecamatan bandar sribawono meminta kepada LSM dan wartawan agar membawa surat rekomendasi dari kepala dinas pendidikan dan kebudayaan lampung timur dalam menjalankan tugas untuk mengawasi atau memberikan koreksi kepada sekolah-sekolah sekecamatan bandar sribawono sebagai usaha dan tupoksi lembaga kontrol sosial.hal ini sudah berkali-kali di pertanyakan oleh TOPAN AD baik kepada dinas maupun inspektorat Lampung Timur, akan tetapi terkesan ada pembiaran dan seolah-olah ada pembelaan serta perlindungan terhadap korwil tersebut walaupun hal tersebut tidak sesuai dengan undang-undang keterbukaan publik dan dasar apa dinas tidak memberikan tanggapan atas permintaan korwil tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban dinas dengan rekomendasi yang di berikan pada LSM atau wartawan setiap akan melakukan investigasi atau liputan serta pengawasan pada sekolah-sekolah yang ada di Lampung Timur.selain usaha untuk bertemu langsung dengan kepala dinas pendidikan dan kebudayaan yang di akrab di sapa babe,ketua TOPAN AD juga sudah beberapa kali melayangkan surat klarifikasi,akan tetapi surat tersebut juga beberapa kali tidak di jawab dengan alasan suratnya hilang.
“Ada apa dengan dinas pendidikan,kirim surat tidak pernah di jawab malah di hilangkan,untuk menghadap dan bertemu kepala dinas saja harus melalui berapa lapis penjagaan dari anggota korp Polri dan TNI.memang SOP dan SPM untuk menghadap pejabat publik seperti ini dalam memberikan pelayanan terhadap publik.atau ini cuma terjadi di lampung timur saja.atau ada apa-apa dengan dinas ini seakan akan ada sesuatu yang di tutup tutupi dari publik’,jelas ketua TOPAD pada SK.
Selain dari itu ketua TOPAN AD berasumsi ada upaya perlindungan terhadap beberapa kebijakan yang berada di lingkup dinas pendidikan dan kebudayaan atas masalah yang di sampaikan TOPAN AD,dan buruknya pelayanan serta pengawasan terhadap kebijakan sehingga sulit untuk mendapatkan pertanggungjawaban yang sesuai dengan petunjuk dan aturan yang sudah di tetapkan oleh pemerintah .(Wahyudi)
-
Jembatan Timbang “Punya” Kemenhub: Seberapa Greget Tak Ada Pungli?
Oleh: Ahmad Saleh David Faranto.
(Asisten Ombudsman R.I. Perwakilan Provinsi Lampung)
Diantara tahun 2015-an, mobil angkutan barang dengan sumbu tertentu yang melintasi jalan nasional dari pintu gerbang Sumatera, tepatnya mulai dari pelabuhan Bakauheni Lampung Selatan hingga menuju ke Sumatera Selatan atau Bengkulu bisa diprediksi menyambangi jembatan timbang. Jembatan timbang dimaksud tersebar di tiga Kabupaten di Lampung, dua di Kabupaten Lampung Selatan, satu di Kabupaten Way Kanan, dan satu di Kabupaten Mesuji.
Jumlah keseluruhannya ada empat jembatan timbang yang beroperasi di ruas jalan nasional. Beroperasinya jembatan timbang kala itu dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Lampung Cq.
Dinas Perhubungan Provinsi Lampung (Dishub) melalui Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UUPKB) di masing masing lokasi jembatan timbang. UPPKB Penengahan dan Way Urang di Kabupaten Lampung Selatan, UPPKB Simpang Pematang di Kabupaten Mesuji, dan UPPKB Blambangan Umpu di Kabupaten Way Kanan.
Berbekal Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengawasan dan Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang (Perda 5/2011), para petugas UPTD pada waktu itu melenggang menarik pungutan atas nama retribusi Pengawasan dan Pengendalian kepada setiap angkutan yang masuk jembatan timbang.
Temuan Ombudsman Penarikan retribusi tersebut menurut cerita yang berkembang sudah sesuai dengan aturan. Hal ini seperti dikatakan juga oleh Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Lampung saat itu, Idrus Efendi, menanggapi publikasi temuan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Lampung, tanggal 19 April 2016. Dimana, dalam publikasi tersebut Ombudsman memaparkan temuan atas dugaan pungutan liar (pungli) dalam penyelenggaraan Pengawasan dan Pengendalian Kelebihan Muatan Angkutan Barang oleh pihak dinas tersebut.
Temuan meliputi pada tiga hal. Pertama, dokumen menyangkut peraturan yang menjadi dasar beroperasinya jembatan timbang dan penarikan retribusi atas nama pengawasan dan pengendalian. Kedua, fakta di lapangan menyangkut pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kelebihan muatan angkutan barang, seperti tempat pelaksanaan, praktek dan produk yang dikeluarkan. Ketiga, hasil pemeriksaan kepada pejabat dan pelaksanaan yang melakukan.
Dari hasil temuan menunjukan, antaralain pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kelebihan muatan angkutan barang melalui penerapan jembatan timbang oleh Dinas Perhubungan Provinsi Lampung dilakukan di ruas jalan nasional. Padahal, Pemerintah Daerah dilarang melakukan pengoperasian dan perawatan alat penimbang secara tetap di ruas jalan nasional sebelum memperoleh penetapan dari Menteri Perhubungan. Dasarnya merujuk pada UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peratuan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Sementara mereka hanya mengikuti Perda 5/2011.
Wajar saja jika Pemerintah Provinsi Lampung tidak mempunyai penetapan dari Menteri. Sebab, pihak pemerintah daerah setelah berlakunya UU 23/2014, justru diminta menyerahkan aset jembatan timbang yang ada di ruas jalan nasional kepada pemerintah pusat atau Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Artinya, setelah keluarnya UU 23/2014, pendataan dan penataan aset jembatan timbang yang ada di ruas jalan nasional harus dilakukan oleh Kemenhub guna persiapan untuk melaksanakan perintah undang-undang tersebut dan peraturan perundang-undangan di sektor lainnya.
Selama kurun waktu beroperasinya jembatan timbang pada tahun 2015, Ombudsman juga mencatat kalau pihak Dinas Perhubungan Provinsi Lampung telah memungut yang disebut sebagai retribusi dari pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kelebihan muatan angkutan barang senilai kurang lebih Rp. 6,6 miliar. Sementara, dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bagi awak angkutan yang membawa barang berlebih atau menyalahi ketentuan dapat dilakukan penegakan hukum.
Dengan kata lain, para pelanggar itu tidak dibebani yang namanya retribusi tetapi dapat dikenakan sanksi. Baik sanksi berupa denda atau sanksi berupa kurungan dari pengadilan.
Beroperasinya jembatan timbang yang katanya sudah sesuai aturan dan enggan ditutup itu berakhir dengan dibatalkannya Perda 5/2011 oleh Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri. Begitu juga dengan jembatan timbangnya turut ditutup dan dikembalikan kepada Menteri Perhubungan selaku pihak yang punya kewenangan.
Jembatan Timbang “Punya” Kemenhub Kurang lebih tiga minggu yang lalu, sekitar tanggal 20 Oktober 2018, untuk pertama kalinya diumumkan ke publik bahwa pihak Kementerian Perhubungan melalui Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjenhubdar) secara resmi kembali mengoperasikan jembatan timbang di Provinsi Lampung. Pengoperasian ini bisa jadi juga ada di daerah lain di Indonesia.
Berkaca dari pengalaman di atas terhadap beroperasinya jembatan timbang bagi kendaraan muatan barang dengan sumbu tertentu, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Terutama, penyelenggaraan yang dilakukan adalah bentuk pelayanan kepada publik di sektor perhubungan. Baik karena tugas atau misi dari Negara.
Perhatian itu menyangkut jembatan timbang yang baru beroperasi, khususnya di Way Urang Lampung Selatan harus bersih dari pungli dan ramah pelayanan. Mengutip rilis yang dimuat olehokezone.com. 20/10/18, saat peresmian UPPKB Way Urang Lampung Selatan, Dirjenhubdar Budi Setiyadi mewakili Menteri Perhubungan, mengatakan jika jembatan timbang yang baru ini banyak filosofi, antara lain pertama, terang, banyak lampu dipasang diarea jembatan timbang. Kedua, akuntabel dan keterbukaan tercermin dari bangunan yang modern dan minimalis serta banyak kaca. Sehingga orang dari luar bisa melihat apa yang dilakukan oleh personel di dalam.
Jika memperhatikan dua hal ini saja lantas kita berharap pelayanan penyelenggaraan jembatan timbang tersebut akan bersih dari pungli dan ramah pelayanan rasanya jauh sekali. Walaupun Dirjenhubdar mengatakan juga kalau ditempat jembatan timbang tersebut bukan untuk mencari
uang tetapi untuk melakukan pengawasan.Upaya yang sudah dilakukan itu tentu kita hargai. Cuma perlu diingat bermodalkan fasilitas dan pernyataan saja tidak cukup.
UPPKB Way Urang Lampung Selatan punya kewajiban untuk menyusun, menetapkan dan melaksanakan dengan patut standar pelayanan yang mudah diketahui atau dibaca di lingkungan pelayanan. Kewajiban ini sudah bukan barang baru, pihak Kemenhub sampai UPPKB bisa lihat dan baca Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Perhatian yang lain, adalah pengawasan angkutan muatan lebih tidak berujung dengan sanksi atau denda oleh UPPKB. Sanksi atau denda dapat diterapkan melalui putusan pengadilan, tapi ini bukan solusi karena dibangunnya gudang untuk menjawab sanksi tersebut. Sehingga, awak angkutan cukup dikenakan tarif penyimpanan muatan lebih dan diberikan pembinaan.
Terakhir, semua tentu berharap praktek dari beroperasinya jembatan timbang di masa lalu seperti adanya pungli tidak terjadi lagi di jembatan timbang “punya” kemenhub dimana saja berada, termasuk di Way Urang Lampung Selatan.
Pihak kemenhub melalui Dirjenhubdar boleh saja mengatakan dalam rilisnya praktek pengawasan dengan jembatan timbang yang kini dilakukan, diyakini tidak ada pungli, tapi pada prakteknya kita belum tahu apakah benar tidak ada, atau seberapa greget tak ada pungli? Dari pada kita penasaran yuk kita buktikan. ***