Jakarta (SL) – Calon Presiden nomor 02 Prabowo Subianto mengatakan, Indonesia sangat butuh orang-orang cerdas dan jujur untuk membangun negara demokrasi yang sehat sehingga dapat melakukan reformasi dan membentuk pemerintahan yang bersih dan antikorupsi. “Menurut saya paling mendesak, yang dibutuhkan saat ini adalah untuk membentuk sebuah tim anak bangsa yang terbaik dan paling cerdas dengan integritas tinggi untuk melakukan reformasi dan membentuk pemerintahan yang bersih dan antikorupsi,” kata Prabowo dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (28/11).
Tag: Reformasi
-
Prabowo: Reformasi dan Bentuk Pemerintahan yang Bersih dari Korupsi
Hal itu dikatakan Prabowo sebagai pembicara utama dalam acara “The World in 2019 Gala Dinner” yang diselenggarakan oleh majalah The Economist di Hotel Grand Hyatt Singapura, Selasa (27/11) kemarin. Ia menegaskan bahwa Indonesia sudah masuk darurat korupsi karena dari pejabat negara, kalangan anggota dewan dan menteri, hingga hakim tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Menurutnya, isu utama di Indonesia saat ini adalah persoalan korupsi yang sudah menjalar ke semua lapisan pejabat sehingga harus segera diatasi. “Isu utama di Indonesia sekarang adalah maraknya korupsi, yang menurut saya sudah seperti kanker stadium empat,” ujarnya.Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu menilai, akibat maraknya korupsi angka kemiskinan rakyat Indonesia meningkat, sedangkan para elitnya justru hidup berkecukupan. Bahkan, menurut dia, para elite di Indonesia selalu mengatakan jika apa yang terjadi di masyarakatnya baik-baik saja, khususnya terkait dengan kesenjangan sosial. “Para elite mereka berpikir bisa membeli semuanya. Rakyat Indonesia miskin, maka kita berikan saja beberapa karung nasi dan mereka akan memilih saya, saya akan membeli atau menyuap semua orang,” katanya.Prabowo melakukan kunjungan selama dua hari di Singapura, 26 hingga 27 November 2018.Dalam kunjungannya itu, ia bertemu dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Senin (26/11). Dalam pertemuan tersebut, dia banyak membahas hal-hal strategis salah satunya adalah mengenai kebijakan ekonomi yang akan dia sampaikan pada acara The Economist World in 2019 Gala Dinner, Selasa (27/11) di Singapura.Pada hari Selasa (27/11), memenuhi undangan menjadi narasumber dalam acara The Economist World in 2019 Gala Dinner yang digelar oleh majalah ekonomi ternama dunia, The Economist. (2019gantipresiden) -
LBH Bandarlampung Gelar Diskusi Refleksi 20 Tahun Reformasi
- Bandarlampung (SL) – Lembaga Bantuan Hukum Bandarlampung menggelar diskusi refleksi 20 tahun reformasi dengan mengundang para penggerak dan pelaku gerakan reformasi 1998 di daerah Lampung, di Bandarlampung, Jumat (1/6) petang, untuk mengkaji agenda reformasi belum tuntas.
Menurut Direktur LBH Bandarlampung Alian Setiadi dialog yang dirangkai dengan buka puasa bersama dan silaturahmi dengan alumni LBH Bandarlampung dan para pelaku gerakan prodemokrasi di Lampung ini, menjadi sarana mengevaluasi perjalanan 20 tahun setelah reformasi yang dipelopori mahasiswa berhasil menumbangkan rezim Soeharto.
“Kita semua perlu melihat dan mengevaluasi secara jernih dan objektif perjalanan agenda reformasi apakah sudah berjalan dengan baik atau masih mengalami hambatan dan permasalahan dialami bangsa ini,” katanya lagi.
Dia mengungkapkan tuntutan agenda reformasi saat itu adalah adili Soeharto dan para kroninya, amandemen UUD 1045, hapus dwifungsi ABRI, tegakkan supremasi hukum, wujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terapkan otonomi daerah seluas-luasnya.
“Agenda reformasi itu yang belum berjalan dan dituntaskan, hendaknya menjadi pekerjaan rumah bersama bagi bangsa ini untuk dapat menuntaskannya,” kata dia lagi.
Mantan Direktur LBH Bandarlampung Abi Hasan Muan, saat gerakan reformasi 1998 berlangsung sering mengadvokasi aktivis prodemokrasi yang berurusan dengan aparat, menilai agenda reformasi 1998 telah berhasil menumbangkan Soeharto namun belum menuntaskan agenda yang menjadi tuntutan bersama saat itu.
“Benar, sejak reformasi bergulir hingga saat ini banyak perubahan dan perbaikan terjadi, tapi juga banyak masalah dan problem kebangsaan belum tertangani dengan baik,” ujar politisi Partai Golkar ini pula.
Ia menyatakan, reformasi kemudian lebih banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang secara ideologi tergolong belum matang dengan nilai-nilai yang perlu diperjuangkan dan dijaga, sehingga saat menduduki posisi politik penting kemudian menjadi larut dengan keadaan.
Dr Wahyu Sasongko, akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Lampung mengaku kecewa dengan kondisi pascareformasi yang belum banyak mengalami perubahan dalam kebijakan negara dan pemerintah yang seharusnya menjadi semakin adil dan seimbang serta hukum ditegakkan. “Perubahan memang ada tapi belum menyentuh substansi yang menjadi tuntutan dalam agenda reformasi itu,” katanya lagi.
Ketua Program Pascasarjana Fakultas Hukum Unila itu menyebutkan contoh praktik militerisme yang masih terjadi pada pemerintahan saat ini. Padahal saat reformasi salah satu tuntutan utama adalah menghapus Dwifungsi ABRI dan mengembalikan TNI ke barak sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Akademisi Dr Jauhari M Zailani MSc justru menilai dalam beberapa hal reformasi telah berhasil memperbaiki dan mengubah dari kondisi buruk sebelumnya menjadi lebih baik. Namun dalam beberapa hal, terdapat sejumlah persoalan masyarakat dan bangsa yang malah menjadi semakin parah.
Ia menyebutkan saat ini demokrasi telah berjalan, keterbukaan dan kebebasan juga dirasakan masyarakat luas. Berbeda jauh dengan kondisi saat Soeharto masih berkuasa, semua tertutup dan dikendalikan atas kemauan negara dan pemerintah.
Namun dia menyoroti adanya sikap saling tidak percaya dan curiga yang berkembang luas saat ini, sehingga menimbulkan banyak persoalan di tengah masyarakat dan dengan pemerintah maupun aparaturnya.
Secara khusus Jauhari juga menyoroti ancaman penyalahgunaan narkoba yang makin marak sebagai penyakit masyarakat yang sangat berbahaya bagi bangsa kita ini, sehingga harus segera ditanggulangi. “Bangsa bisa menjadi lemah karena penyalahgunaan narkoba terjadi dimana-mana dan tidak tertangani dengan baik,” ujar lagi.
Padahal menurut Direktur LBH Bandarlampung Alian Setiadi tahun 1998 menjadi saksi sejarah diawali transisi sistem politik Indonesia dari otoritarian menuju demokrasi. Transisi sistem politik ini juga menjadi harapan besar segenap rakyat Indonesia akan transisi-transisi lainnya, mulai dari transisi ekonomi dari kapitalisme Orde Baru (Orba) menuju ekonomi kerakyatan yang menyejahterakan segala lapisan, hingga sampai kepada transisi kebebasan berpendapat dan keterbukaan informasi yang di masa Orba sangat termarginalkan dan penuh represi.
“20 tahun sudah negeri ini mencoba untuk mengisi ruang-ruang kosong, memenuhi janji reformasi yang digulirkan Mei 1998 silam. Janji yang tercetus bukan melalui proses yang singkat, melainkan melalui serangkaian panjang perjuangan rakyat di mana mahasiswa tergabung menjadi bagian penting di dalamnya. Walaupun tumbang Orde Baru disebabkan oleh banyak faktor dan mendapat sumbangsih dari banyak aktor, namun kita tidak dapat menafikan bahwa mahasiswa mengambil peran penting dalam sejarah reformasi Indonesia,” katanya lagi.
Menurutnya, kini reformasi belumlah usai, masih banyak janji yang belum tertunaikan. Semangat reformasi yang bergulir sejak 20 tahun silam, masih tersandung berbagai persoalan bangsa, seperti kemiskinan, kesenjangan, pengangguran, korupsi, kolusi, nepotisme, ketimpangan hukum, dan berbagai problematika yang multidimensi seakan menjadi terpaan badai yang tak kunjung henti mendera.
“Kesemua itu mau tidak mau mengharuskan gerakan mahasiswa tetap hadir di tengah-tengah bangsa sebagai bentuk panggilan sejarah dan aktualisasi peran kaum muda,” kata Alia pula. (Antaranews)