Tag: Satria Prayoga

  • Pengamat Hukum: Konsekuensi Putusan PN Kota Agung Adalah Diskualifikasi Ridho-Bachtiar

    Pengamat Hukum: Konsekuensi Putusan PN Kota Agung Adalah Diskualifikasi Ridho-Bachtiar

    Bandarlampung (SL) – Pengamat Hukum Universitas Lampung Satria Prayoga, S.H., M.H., menyatakan putusan Pengadilan Negeri (PN) Kota Agung terhadap Kepala SMAN 1 Pardasuka Drs. Suyadi, M.M., seharusnya akan berpengaruh terhadap sidang yang digelar Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Lampung.

    Sidang putusan dugaan money politicsterstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dialamatkan kepada  pasangan calon (Paslon) nomor 3 Arinal Djunaidi-Chusnunia Chalim (Nunik), pada Kamis (19/7), seharusnya gugur.

    Bahkan, Paslon nomor 1 M. Ridho Focardo-Bachtiar Basri, seharusnya didiskualifikasikan. Sebab, paslon ini terbukti nyata melibatkan aparatur sipil negara (ASN) dan secara sah memiliki keputusan hukum.

    Apa dasarnya? Satria menjelaskan, adanya putusan pada pengadilan Negeri Kota Agung terhadap adanya pelanggaran pidana pemilihan yang telah dinyatakan bersalah kepada Drs. Suyadi.M.M., selaku ASN (aparat Pemerintah) sebagai terlapor, diatur dalam Pasal 14 huruf A jo Pasal 15 Peraturan Bawaslu RI Nomor 13 Tahun 2017.

    “Sedangkan terhadap hukum acara dalam penanganan tindak pidana pemilihan diatur dalam Pasal 145 sampai dengan Pasal 151 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Jo. Undang-Undang No 8 Tahun 2015 Jo. undang -undang No 10 Tahun 2016 Tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota,” ucapnya.

    Pengajar Ilmu Hukum Administrasi Negara Universitas Lampung ini menjelaskan terhadap adanya putusan Pengadilan Negeri tersebut sudah berlaku mengikat jika sudah tidak ada upaya hukum lagi, dan tentunya akan berpengaruh terhadap keputusan Bawaslu Provinsi Lampung dan KPU Lampung.

    “Apakah Paslon nomor 1 Ridho-Bachtiar dinyatakan di diskulifikasi atau tidak? Kemudian ada hubungannya juga terhadap proses persidangan yang sedang dilakukan Bawaslu Provinsi Lampung, karena Bawaslu sedang menyidangkan laporan TSM Paslon 1 dengan terlapor Paslon 3 tentunya sangat berbanding terbalik dengan adanya putusan yang ada di Pengadilan Negeri Kota Agung,” bebernya.

    Dia menyampaikan agar Bawaslu Lampung memutuskan dengan melihat fakta persidangan dan prinsip kehati-hatian.

    “Untuk itu kita sama-sama berharap agar nantinya Bawaslu dalam mengambil sebuah keputusan pelanggaran adminstrasi TSM harus memegang teguh hukum acara dan prinsip kehati-hatian. Jangan sampai keputusan yang diambil nantinya adalah putusan yang batal demi hukum yaitu putusan yang sejak semula dijatuhkan, putusan itu dianggap tidak pernah ada, tidak mempunyai kekuatan dan akibat hukum, serta tidak memiliki daya eksekusi,” paparnya.

    Karena logika hukumnya, kata dia, bagaimana bisa paslon nomor 1 diterima laporan TSMnya, jika nantinya ada putusan Inkrah mereka sendiri telah terbukti melakukan tindak pidana pemilihan.

    “Pelanggaran pidana pemilihan juga konsekuensinya diskualifikasi paslon, sejajar pidana pemilihan, dengan pelanggaran administrasi TSM,” tandasnya.

    Kepala SMAN 1 Pardasuka, Pringsewu Drs. Suyadi, MM divonis satu bulan penjara dengan subsidair satu bulan penjara karena mengarahkan pengajar di sekolahnya untuk memilih pasangan calon Gubernur Lampung dan calon Wakil Gubernur Lampung M Ridho Ficardo – Bachtiar Basri.

    Sidang yang berlangsung di Ruang Kartika, Pengadilan Negeri Kota Agung, Tanggamus ini dengan Hakim Ketua Ratriningtias Ariani dan kedua anggotanya Faridh Zuhri serta Joko Ciptanto. Majelis hakim menyatakan terdakwa Suyadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja selaku pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) membuat tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Drs. Suyadi, MM tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan dan pidana denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan,” ucap Hakim Ketua Ratriningtias Ariani dalam pembacaan putusannya, Senin (16/7).

    Putusan yang diberikan Suyadi lebih ringan satu bulan dari tuntutan jaksa penuntut umum Akhmad Adi Sugiarto, SH dan Ali Mashuri, SH yakni dua bulan pidana penjara dan denda sebesar Rp1.000.000.- (satu juta rupiah) subsidair 2 (bulan) bulan kurungan penjara.

    Pengadilan juga menyita barang bukti berupa 4 (empat) helai baju kaos warna putih bergambar pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung No 1 yaitu Ridho-Bachtiar, 3 (tiga) botol minuman plastik berwarna biru bertuliskan nama pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung No 1 yaitu RIDHO dan BACHTIAR dan di bawahnya tertulis Coblos No 01. Drs. Suyadi, M.M., diangkat menjadi Kepala Sekolah berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Lampung tentang Pengangkatan Kepala Sekolah SMAN 1 Pardasuka a.n. SUYADI Nomor: 821.23/303/VI.04/2017 yang ditandatangani oleh Gubernur Lampung M. RIDHO FICARDO Tanggal 27 April 2017.

    Untuk diketahui, Suyadi selaku ASN dan kepala sekolah mengarahkan pilihan terhadap M Ridho Ficardo – Bachtiar Basri disertai pembagian bahan kampanye dalam kegiatan briefing mingguan dihadapan para guru SMAN 1 Pardasuka di ruang guru sekolah tersebut pada tanggal 21 Mei 2018 sekitar pukul 07.15 – 08.00 WIB. Calon petahana M Ridho Ficardo – Bachtiar Basri tak hanya sekali melakukan tindakan pengarahan langsung maupun melalui pejabat di instansi terkait kabupaten/kota di Lampung.

    Ridho juga sempat mengumpulkan kepala kampung di Lampung Tengah bersama Pejabat Bupati Lampung Tengah Loekman Djoyosoemarto di Bandar Lampung pada 17 April 2018. Tak hanya itu saja, saat kampanye di Lampung Tengah pelajar SMA dan SMK juga dimobilisasi untuk mengikuti kegiatan kampanye paslon nomor satu pada 3 Mei 2018. (net)

  • Satria Prayoga : Pernyataan Margarito Dalam Sidang Sengketa Pelanggaran TSM Bisa “Bias”

    Satria Prayoga : Pernyataan Margarito Dalam Sidang Sengketa Pelanggaran TSM Bisa “Bias”

    Bandarlampung (SL) – Penyataan Margarito, saat menjadi saksi ahli dalam sidang sengketa pelanggaran politik uang terstruktur, sistematif, dan masif (TSM) di Gakkumdu Lampung, ditanggapi akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), Satria Prayoga.

    Dalam sidang yang dipimpin Ketua Bawaslu Lampung Fatikhatul Khoiriyah, didampingi Iskardo P. Panggar dan Adek Asya’ari, pada Rabu, 12 Juli 2018, Margarito menjadi saksi ahli bersama mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan, mantan anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak dan mantan Ketua Bawaslu RI Bambang Eka Cahya Widodo.

    Menurut Satria, menjadi hak majelis yang memeriksa dalam persidangan, apakah pernyataan saksi ahli, terutama yang disampaikan Margarito Kamis, dipakai atau tidak.

    Namun, pengajar Hukum Administrasi Negara, itu mengingatkan bahwa materi yang sedang dibahas dalam persidangan di Bawaslu ini mengenai dugaan pelanggaran pemilihan dan pelanggaran adminstrasi. Sementara Margarito Kamis seorang ahli bidang Hukum Tata Negara.

    Kemudian, Satria menjelaskan, rujukan penyelesaian sengketa administrasi atau pelanggaran pemilihan harus melihat ketentuan Pasal 135 Ayat 1 huruf B dan C.

    Menurut dia, yang berhak menerima laporan pelanggaran adalah panwas kabupaten/kota dan dilanjutkan oleh Bawaslu sebagaimana diatur pada Pasal 29 Ayat 1 sampai dengan 4 Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2017 bahwa panwas memiliki kewenangan untuk meminta melengkapi laporan jika dianggap laporan belum memenuhi syarat formil dan materil.

    Kemudian Pasal 30 dan seterusnya, merupakan hukum acara penyelesaian sengketa dalam pilkada. “Peraturan Bawaslu RI ini yang menjadi aturan main dalam pelaporan dan penerimaan terhadap pelanggaran, terhadap adanya aturan tenggang waktu sudah menjadi aturan yang baku dalam hal si pelapor mau melakukan pelaporan,” kata Yoga.

    Sehingga tim sukses, relawan atau kuasa hukumnya yang akan melakukan pelaporan harus benar-benar mempelajarinya. Pelaporan dan penyelesaian sengketa melalui persidangan Bawaslu semuanya dilakukan secara maraton (cepat).

    Untuk itu, ketika pelapor tidak siap untuk melengkapi semua syarat pelaporan, maka akan dikatakan daluarsa menurut hukum. Bukan berarti sebuah pembiaran.

    “Yang menjadi pertanyaan saya, dalam sidang ini yang dilaporkan masalah apa dulu. Sebab dari hasil pengamatan saya, sudah lari dari pokok laporan awal,” katanya.

    Menurut kandidat Doktor Hukum Universitas Sriwijaya (Unsri), Sumatera Selatan ini, kalau yang dilaporkan masalah pelanggaran adminstrasi atau pelanggaran pemilihan, Panwaslu dan Bawaslu bersifat pasif.

    “Mereka (panwaslu dan Bawaslu) baru aktif jika (yang dilaporkan) pelanggaran pidana. Bisa kacau negara kita ketika menayakan aturan hukum kepada orang-orang yang belum mengetahui hukum acara penyelesaian sengketa pilkadanya secara khusus,” katanya.

    Lalu menanyakan sengketa administrasi dan sengketa pemilihan, dijawabnya pemenuhan unsur pidana. Kemudian menyelesaikan dugaan pidana pemilihan, diselesaikannya oleh pembentukan pansus. “Jangan dicampur aduk, nanti yang terjadi, ya, kekacauan hukum,” tegas Satria.

    Kandidat doktor yang sedang menulis penelitian untuk disertasinya masalah penyelesaian sengketa pilkada, ini lalu mengajak untuk sama-sama membaca dan memahami terlebih dahulu aturan secara khusus dalam sengketa pilkada. “Karena Panwas dan Bawaslu adalah lembaga yang paling berwenang dalam penyelesaian sengketa ini,” katanya.

    Menurut Satria, mungkin pendapat ahli bisa menjadi bahan pertimbangan Bawaslu dalam memberikan putusan. Tapi yang perlu diingat, jangan Bawaslu dituding dan dintervensi.

    Karena, dalam memutus perkaran ini, harus memegang teguh hukum formil dan materil, sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Jo. Undang-Undang No 8 Tahun 2015 Jo. undang -undang No 10 Tahun 2016 Peraturan Bawslu Nomor 13 Tahun 2017.

    “Mari ciptakan demokrasi yang bersih dan santun, dengan menaati semua aturan yang ada,” ajak Satria Prayoga. (rls).