Tag: Sengketa Lahan

  • JMSI Dorong PTPN Lampung Lebih Bijak Selesaikan Sengketa Lahan

    JMSI Dorong PTPN Lampung Lebih Bijak Selesaikan Sengketa Lahan

    Bandar Lampung, sinarlampung.co – Ketua Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Lampung, Ahmad Novriwan meminta PTPN I Regional 7 Lampung (sebelumnya PTPN 7) lebih bijak dalam menyelesaikan permasalahan sengketa lahan.

    Terlebih di Lampung ada beberapa kabupaten yang masih ada sengketa lahan antara warga dan PTPN I Regional 7 Lampung.

    “Mudahan permasalahan sengketa lahan di PTPN I Regional 7 Lampung bisa diselesaikan lebih bijaksana dan selesai sesuai harapan,” kata pemilik media online lintaslampung.com ini di sela Media Gathering dengan PTPN I Regional 7 Lampung di Bandar Lampung, Rabu (11/9).

    Di kesempatan itu juga, mantan aktivis ini juga memperkenalkan keberadaan JMSI. Menurutnya, keberadaan JMSI 4 tahun, sudah diakui dewan pers sebagai salah satu konstituen dewan pers.

    “Secara nasional ada sekitar 1215 anggota se-Indonesia. JMSI lebih ke ranah bisnis di perusahaan media. Untuk penguatan SDM tugas PWI. Mudahan PTPN I Regional 7 Lampung sukses ke depan, lebih bermanfaat bagi masyarakat Lampung,” ungkapnya.

    Regional Head PTPN I Regional 7, Tuhu Bangun berjanji akan lebih bijak dalam menyelesaikan sengketa lahan PTPN I Regional 7 Lampung kedepan dengan menjujung tinggi kemanusiaan.

    “Kami siap sinergi. Untuk penyelesaian (sengketa lahan) aset secara kemanusiaan,” kata dia.

    Tuhu Bangun menjelaskan, Sub Holding PalmCo dan SupportingCo juga dibentuk pada Desember 2023 untuk meningkatkan hilirisasi produk kelapa sawit dan mengelola aset perkebunan unggul. Langkah tersebut, menurutnya, bukanlah sekadar transformasi struktural.

    Sub Holding SupportingCo, di mana PTPN I (SupportingCo) berperan penting, mengambil tanggung jawab besar dalam pengelolaan aset perkebunan melalui optimalisasi, diversifikasi, dan divestasi aset.

    “Transformasi ini diharapkan memberi nilai tambah signifikan bagi perekonomian. Dalam aksi korporasi ini, PTPN VII bergabung dengan berbagai entitas lain, termasuk PTPN II hingga PTPN XIV, di mana perubahan nama menjadi PTPN I Regional 7 juga terjadi,” tuturnya.

    Restrukturisasi tersebut, tambahnya, bukan hanya berdampak pada nama dan struktur, tetapi juga pada bagaimana PTPN I Regional 7 akan bergerak ke depan. Komitmen ESG (Environmental, Social, Governance) menjadi pijakan dalam setiap aktivitas bisnis dan operasional PTPN I Regional 7.

    “Dalam kemitraan dengan PTPN IV Regional 7 KSO PalmCo dan PT Sinergi Gula Nusantara (SugarCo), PTPN I Regional 7 bekerja untuk mengelola komoditi sawit dan tebu secara efektif”. Menilik kinerja hingga Agustus 2024, PTPN I Regional 7 mencatat laba sebesar Rp107,68 miliar. Prestasi ini ditambah dengan keberhasilan memborong sembilan penghargaan di PTPN Award 2024.

    Penghargaan ini tak hanya simbol prestasi, tetapi juga bukti nyata bahwa unit-unit kerja di Lampung, Sumatera Selatan, dan Bengkulu mampu bersaing di level tertinggi. Tidak hanya fokus pada core business, PTPN I Regional 7 juga merancang strategi optimalisasi aset melalui kerjasama dengan mitra bisnis.

    Optimalisasi ini diharapkan mampu meningkatkan produktivitas karet dan teh serta mengembangkan lahan potensial untuk agrowisata, pertambangan, dan hospitality. Di sisi lain, PTPN I Regional 7 juga berkomitmen mendukung pembangunan Proyek Strategis Nasional, salah satunya dengan menyediakan lahan untuk pembangunan infrastruktur seperti Jalan Tol Lintas Sumatera. Perlu diingat, sebagai bagian dari BUMN, PTPN I Regional 7 memiliki kewajiban untuk menjaga aset negara.(Red)

  • Eksekusi Lahan di Sukarame Ricuh

    Eksekusi Lahan di Sukarame Ricuh

    Bandarlampung, sinarlampung.co Sempat terjadi kericuhan dalam proses eksekusi lahan di Jalan Terusan Ryacudu, Korpri, Sukarame atau tepatnya sebelah Mapolsek Sukarame, Selasa, 23 April 2024..Kericuhan itu dipicu adanya penolakan dari  termohon, sehingga terjadi aksi dorong mendorong.

    Kericuhan akhirnya bisa diredam setelah puluhan personel Polresta Bandarlampung sigap melakukan pengamanan.

    Pengacara pemohon, Erick Subarka mengatakan tanah itu bersengketa antara kliennya sebagai penggugat yakni Astuti Marlena dengan tergugat Ida Kencana Wati.

    “Awal mulanya klien saya membeli tanah yang sudah bersertifikat dan sudah 4 kali perubahan, terakhir klien saya membeli dengan ibu Darmawati, ketika objek sudah dibeli dan mau ditempati, ternyata ada hambatan, dibeli Tahun 2017 tanah itu,” katanya.

    Erick melanjutkan, saat akan dikuasai oleh kliennya, ternyata objek tahan tersebut dibangun pagar oleh tergugat yakni Ida Kencana Wati. Atas dasar tersebut, kliennya pun mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Tanjung Karang dengan nomor perkara 119/PDT.G/2018/PN. Tjk.

    “Hasil dari gugatan tahap pertama itu dimenangkan oleh ibu Astuti Marlena, klien saya. Namun, pihak tergugat masih tak puas dan mengajukan banding, dengan hasil tetap dimenangkan oleh kliennya.

    “Kemudian pihak tergugat melakukan upaya hukum Kasasi, hasilnya tetap dimenangkan oleh klien saya. Lalu, tergugat mengajukan peninjauan kembali, hasilnya tetap dimenangkan klien saya, terus kubu tergugat masih melakukan perlawanan atas eksekusi,” ucapnya.

    Erick menuturkan, lahan itu pun berhasil dieksekusi dan pihaknya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan jajaran, aparat Kepolisian dan Denpom yang turun membantu pelancaran eksekusi.

    Menurut Erick, eksekusi lahan tersebut merupakan yang kedua kalinya karena eksekusi pertama sempat gagal di pada tahun 2020 lantaran ada perlawanan.

    “Jadi permasalahan kubu tergugat yakni masih mempermasalahkan pendapatnya soal objeknya tidak sesuai, sebetulnya itu sudah pernah dibahas di pokok perkara waktu persidangan, ada tahap pembuktian, saksi, semua sudah diajukan bahkan BPN sendiri sudah mengeluarkan surat bahwa objek nya telah sesuai dengan data di pertanahan,” pungkasnya. (*)

  • Kuasa Hukum Sayangkan Penangkapan 7 Warga Anak Tuha

    Kuasa Hukum Sayangkan Penangkapan 7 Warga Anak Tuha

    Lampung Tengah, (SL) – Kuasa Hukum masyarakat tiga kampung (Kampung Bumi Aji, Kampung Negara Aji Tua, Kampung Negara Aji Baru) Kecamatan Anak Tuha, sayangkan penangkapan 7 orang warga saat upaya pengosongan lahan oleh aparat kepolisian, kamis (21 september 2023).

    Salah satu Kuasa Hukum masyarakat tiga kampung, Muhammad Ilyas, mengatakan upaya pengosongan lahan yang dilakukan oleh PT. Bumi Sentosa Abadi atas lahan yang sedang digarap masyarakat adalah langkah yang salah.

    Menurutnya, saat ini perkara sengketa lahan antara masyarakat tiga kampung dengan PT. BSA tersebut, sedang dalam proses pengadilan dan belum memiliki kekuatan hukum tetap.

    “Masyarakat yang sudah menduduki tanah adatnya (sekitar 807 hektar) selama berpuluh tahun tiba-tiba mendapat surat peringatan dari PT BSA yang merupakan grup Bumi Waras untuk mengosongkan lahan.” Kata Ilyas.

    Proses mediasi sebelumnya sudah dilaksanakan, namun nilai ganti rugi dianggap tidak sesuai dan ditolak oleh masyarakat.

    “Lalu hari ini, aparat kepolisian turun ke lokasi dan menangkap 10 orang warga dan 3 orang dilepaskan, sementara 7 orang masih ditahan. Padahal mereka sedang mempertahankan hak mereka.” Imbuh Ilyas.

    Terlepas tuduhan perkara senjata tajam atau lainnya, penahanan 7 warga tersebut menurut Ilyas sangat disayangkan terjadi. Menurutnya membawa senjata tajam di kebun atau di tengah kota merupakan hal yang berbeda tergantung motivasinya.

    “Saat ini sedang upaya penangguhan penahanan, kami berharap aparat kepolisian bisa mengabulkan demi hukum.” Kata Ilyas.

    Ilyas menambahkan, terkait sengketa lahan tersebut, saat ini sedang proses gugatan baik pidana atau perdata setelah proses mediasi tidak berhasil.

    “Terkait surat dari pengadilan itu bukan penetapan, melainkan pendapat umum kepada PT. BSA agar bisa melanjutkan ke gugatan pidana atau perdata setelah proses mediasi tidak berhasil. Dan pendapat umum tersebut tidak memiliki kekuatan untuk melakukan pengosongan lahan atau dengan kata lain eksekusi dilakukan atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.” Tutup Ilyas. (Red)

  • Mediasi Gagal, Ratusan Masyarakat Gugat PT BSA

    Mediasi Gagal, Ratusan Masyarakat Gugat PT BSA

    Lampung Tengah, (SL) – Usai upaya mediasi gagal antara Pihak Penggugat dan Tergugat perkara Sengketa Lahan antara masyarakat tiga kampung Kecamatan Anak Tuha dengan PT. Bumi Sentosa Abadi, saat ini masuk ke tahapan gugatan.

    Ratusan masyarakat penggarap lahan dari tiga kampung, yakni Kampung Bumi Aji, Kampung Negara Aji Tua dan Kampung Negara Aji Baru, Kecamatan Anak Tuha, menunggu putusan pengadilan terkait sengketa lahan dengan PT. BSA.

    Diketahui saat ini sidang gugatan perdata masih berlangsung di Pengadilan Negeri Gunung Sugih.

    Kuasa Hukum masyarakat tiga kampung, Erlangga Nandia Kusuma, mengatakan Pengadilan hingga saat ini belum mengeluarkan Putusan atau
    Penetapan kepada PT. BSA.

    Setelah upaya mediasi gagal, Erlangga menambahkan, pihaknya masih berjuang mewakili masyarakat melalui proses hukum yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Gunung Sugih.

    Sementara Humas Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Yoses Kharismanta Tarigan, menyampaikan bahwa proses gugatan masih berjalan dan belum ada keputusan atau penetapan.

    Yoses menegaskan bahwa surat yang dikeluarkan Pengadilan Negeri pada 29 Maret 2023 lalu, merupakan Surat balasan secara Hukum atas pertanyaan PT. BSA terkait status Hak Guna Usaha (HGU). (Red)

  • FMPB laporkan PTPN 7 ke Polda Lampung

    FMPB laporkan PTPN 7 ke Polda Lampung

    Bandar Lampung, (SL) – Forum Masyarakat Pesawaran Bersatu (FMPB) Kabupaten Pesawaran, melaporkan PTPN 7 Way Berulu ke Polda Lampung, lantaran diduga telah melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara, Jumat (4/8).

    Ketua Harian FMPB, Saprudin Tanjung, mengatakan pelaporan dilakukan untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat Tanjung Kemala, Desa Tamansari, Gedongtataan, Kabupaten Pesawaran, terhadap indikasi konflik berkepanjangan yang terjadi dengan PTPN 7 Way Berulu, Gedongtataan.

    “Kedatangan kami ke Polda Lampung ini, ingin melaporkan PTPN 7 Way Berulu , yang sudah puluhan tahun, menguasai dan mengelola lahan seluas 329 hektar di Tanjung Kemala, Desa Tamansari, tanpa memiliki bukti atas hak kepemilikan yang sah.” Ujar Tanjung.

    Tanjung menambahkan, PTPN 7 terindikasi merugikan negara lantaran tak pernah membayar pajak dari lahan yang dikuasai dan di kelolanya tersebut.

    “Secara otomatis lahan itu berstatus ilegal karena tidak terdaftar di pusat. Kita tadi diarahkan ke Ditkrimsus Tipikor, yang nanti akan menanganinya.” Kata Tanjung.

    Untuk poin- poin yang menjadi bahan pelaporan yang telah diserahkan pihak FMPB kepada Tipikor Polda Lampung antara lain, terkait indikasi pajak, yang tidak pernah dibayarkan pihak PTPN 7 kepada Negara, terhadap hasil yang didapat atas pengelolaan lahan selama puluhan tahun berupa perkebunan karet seluas 329 hektar, yang dipastikan telah merugikan terhadap keuangan negara.

    “Juga terhadap ulah PTPN 7 terhadap lahan No.4 Tanjung Kemala Desa Tamansari seluas 135 hektar, tanpa memiliki bukti Surat HGU telah mengalih fungsi lahan seluas 135 hektar, yang disewakan senilai Rp.4- 6 juta per hektar kepada pihak PT ( Swasta ) tanpa bukti kejelasan kemana uang dari hasil menyewakan lahan itu di setorkan.” Imbuh Tanjung.

    Masih kata Tanjung, laporan juga terkait dugaan penyerobotan lahan masyarakat yang dilakukan pihak PTPN 7 Way Berulu, dimana sejak tahun 1954 masyarakat telah melakukan kegiatan babat alas atas upaya penguasaan lahan tersebut, tapi sejak PTPN 7 saat Wakil Direksinya bernama, Nababan memimpin (1965- 1974), dengan sewenang berdalih melakukan pelurusan lahan perkebunan, diduga telah berhasil mencaplok ratusan hektar tanah milik masyarakat.

    ”Sekarang gimana masyarakat akan berani menolak atau melawan atas penyerobotan yang dilakukan, sebab bagi yang menolak akan di ancam dan dicap sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pada saat itu sedang gencar- gencarnya dibasmi oleh TNI, gimana masyarakat gak pasrah mengikhlaskan saja ,” terangnya.

    Untuk itu kata Tanjung, sekali lagi demi terciptanya suasana kondusif masyarakat serta adanya kepastian hukum ditengah masyarakat Tanjung Kemala, Desa Tamansari, pihaknya sangat berharap Polda akan segera menindak lanjuti laporannya tersebut.

    FMPB Laporkan PTPN 7 Ke Polda Lampung
    Surat Laporan FMPB ke Ditreskrimus Polda Lampung, tertanggal jumat (4/8/2023).!

    ”Kita berharap Polda melalui Penyidiknya, segera memproses laporan ini. Kita juga selalu siap, memenuhi panggilan Polda, apabila pihak Tipikor masih memerlukan tambahan bukti atau saksi yang diperlukan.” Tutup Tanjung.

    Diketahui, berkas laporan FMPB yang didampingi sejumlah organisasi diantaranya Forum komunikasi wartawan kabupaten pesawaran (FKW-KP) LSM Lipan Pesawaran, LSM Lira Pesawaran dan organisasi wartawan Indonesia IWOI, teregistrasi dengan No 03.017/FMPB/Vll/2013.04 Juli 2023, telah diterima melalui PS KAURMINTU SUBBAGRENMIN DISRESKRIMSUS POLDA LAMPUNG, Nur Rachmi Septariana. (Red)

  • Pengadilan Negeri Blambangan Umpu Way Kanan Tolak Gugatan Sengketa Lahan Sahlan CS

    Pengadilan Negeri Blambangan Umpu Way Kanan Tolak Gugatan Sengketa Lahan Sahlan CS

    Way Kanan (SL) – Sebanyak 21 warga Kampung Negara Mulya, Kabupten Way Kanan menjadi korban penyerobotan lahan, dapat bernapas lega. Pasalnya Pengadilan Negeri (PN) Blambang Umpu Way Kanan menolak gugatan perdata sengketa lahan yang diajukan kroni Sahlan cs bersama oknum angggota DPRD Way Kanan, Doni Ahmad Ira (DAI), yang mengklim lahan warga dijadikan perkebunan tebu.

    Hal itu terungkap dalam agenda sidang pembacaan putusan gugatan perdata sengketa lahan dengan hakim Ketua majelis M Budi Darma dan hakim anggota Eko Wardoyo, Riduan Pratama didampingi selaku panitera Seslan Hariadi serta selaku juru sita Wiliam Fauzi, Kamis, 7 Oktober 2021.

    Melalui Kuasa hukum 21 warga Kampung Negara Mulya, Anton Heri, SH yang tergabung Yayasan Lembaga bantuan hukum Sembilan delapan (YLBH 98), menjelaskan, Berdasarkan dengan amar putusan hakim memutuskan menolak gugatan para penggugat untuk seluruhnya. Selanjutnya menyatakan bahwa penggugat yaitu Sahlan, Medi Hendri Ira, Maji Yanto dan Wahyu Ardiyansah telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan merusak tanam tumbuh, meduduki dan mengelola tanah tanpa izin pemiliknya.

    “Hakim juga menyatakan bahwa klien kami merupakan pemilik sah dari objek sengketa tersebut, dan menghukum para penggugat untuk menyerahkan objek sengketa tersebut dalam keadaan kosong kepada klien kami. Serta menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp30.050.000,” ungkap Anton.

    Anton menyatakan, bahwa dengan dibacakan putusan tersebut, merupakan sebuah angin segar dan nafas baru dalam hidup warga Kampung Blambangan Umpu.

    “Kami sangat bersyukur bahwa di negara kita tercinta Indonesia masih ada cahaya-cahaya keadilan bagi masyarakat kecil khususnya para petani. Dan kami sangat berterima kasih kepada majelis hakim yang telah sangat representatif sebagai wakil tuhan di bumi ini dalam berikhtiar atas tegak dan berdirinya keadilan. Semoga Pengadilan Negeri Blambangan Umpu tetap konsisten di garis terdepan dalam berikhtiar atas tegak dan beridirinya keadilan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada umunya dan Bumi Ruwai Jurai Provinsi Lampung,” ujarnya.

    Anton menegaskan, untuk tahap selanjutnya akan melaksanakan dua hal yakni, mengupayakan dalam waktu dekat melakukan permohonan kepada PN Blambangan Umpu untuk melakukan eksekusi pengosongan objek sengketa agar segera diserahkan kepada warga Kampung Blambangan Umpu.

    “Selanjutnya mendorong agar proses laporan polisi nomor: STTPL/B-580/VIII/2019/POLDA LAMPUNG/SPKT RES WAY KANAN yang pada saat ini diambil alih penangganannya oleh Polda Lampung agar proses penegakan hukum dapat tercapai, semoga dengan adanya putusan ini membuat para penyidik DITKRIMUM Polda Lampung tidak lagi ragu-ragu dalam menetapkan status tersangka kepada terlapor,” pungkasnya.

    Anton Heri, SH menjelaskan dalam proses perjalanan gugatan tersebut berlangsung selama 7 bulan lebih sampai pembacaan putusan pada hari ini tanggal 7 oktober 2021.

    Berdasarkan agenda sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Blambangan Umpu dalam nomor perkara : 3/Pdt.G/2021/PN Bbu antara Sahlan, Medi Hendri Ira, Maji Yanto dan Wahyu Ardiyansah sebagai penggugat melawan klien kami Yantria Desos Pala dkk sebagai tergugat.

    Diketahui gugatan perbuatan melawan hukum dalam perkara tersebut bermula dari laporan polisi nomor: STTPL/B-580/VIII/2019/Polda Lampung/SPKT Res Way Kanan terkait peristiwa dugaan tindak pidana pengrusakan tanam tumbuh milik 21 warga Desa Negara Mulya yang diduga dilakukan oleh saudara diduga sdr Doni Ahmad Ira. Bahwa dugaan pengrusakan tersebut mengakibatkan kurang lebih 21 warga Desa Negara mulya tidak dapat menikmati hasil dari tanam tumbuh nya. Bahkan, tanah tersebut kemudian diduga duduki dan ditanami oleh diduga Doni Ahmad Ira dkk dengan tanaman tebu. Hingga saat ini proses laporan polisi nomor: STTPL/B-580/VIII/2019/Polda Lampung/SPKT Res Way Kanan masih berlanjut dan pada saat ini diambil alih penangganannya oleh Polda Lampung.

    Bahwa akibat dari pelaporan yang dilakukan klien kami, rekanan dari Doni Ahmad Ira yaitu Sahlan, Medi Hendri Ira, Maji Yanto dan Wahyu Ardiyansah selaku penggugat melakukan registrasi gugatan perihal perbuatan melawan hukum pada 23 Februari 2021 di Pengadilan Negeri Blambangan Umpu. Objek sengeketa yang dimaksudkan dalam gugatan merupakan sehamparan tanah seluas 22,5 ha tepatnya di pinggir sungai tela.

    Menurut hemat kami apa yang dilakukan oleh pihak penggugat sangat irasional dan menciderai alam pikir akademis kami, bagaimana bisa orang yang sudah menggusur-merusak dan menyerobat tanah orang lain kemudian menguasi tanah tersebut lalu mengelola dengan cara menanami tanah tersebut secara melawan hukum kemudian mereka dengan Percaya dirinya mengajukan guagatan menggugat kepada orang yang tanahnya telah diambil.

    “Ibarat pribahasa lama, klien kami diposisi itu seperti sudah jatuh, tertimpa tangga dan kemudian tertimpa meteor dari langit, kami tidak bisa membayangkan hal tersebut menimpa sanak saudara kami dikemudian hari”, paparnya.

    Ia memaparkan, perlu diketahui bersama bahwa klien kami 21 orang warga kampung Negara mulya sebagian besar merupakan petani yang menggantungkan nasib hidup dan masa depan anak-anak nya dari tanah yang di rampas secara melawan hukum oleh para penggugat.

    “Akibat dari perbuatan melawan hukum tersebut memaksa sebagian klien kami berkerja serabutan untuk menyambung hidup dirinya dan keluarga.

    Namun walaupun dalam posisi yang menyakitkan tersebut klien kami masih tabah dan mempercayai bahwa keadilan masih tumbuh subur di Pengadilan Negeri Blambangan Umpu dan sepenuhnya percaya pada proses Pengadilan,” ujarnya. (Rls/Adien)

  • Ombudsman Perwakilan Lampung: Penggusuran Tanpa Solusi Itu Tidak Bijak

    Ombudsman Perwakilan Lampung: Penggusuran Tanpa Solusi Itu Tidak Bijak

    Bandarlampung (SL) –  Kepala Perwakilan Ombudsman RI Lampung Nur Rakhman Yusuf menyatakan sesuai tugas dan kewenangan Ombudsman menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat.

    “Ya substansinya tentunya terkait dengan persoalan penggusuran lahan Pasar Griya tersebut,” ungkap Rakhman saat dijumpai, Kamis (19/7).

    Ia menjelaskan, Ombudsman dalam posisi imparsial, artinya  tidak ada keberpihakan. Ombudsman hanya ingin memastikan pemkot dalam melaksanakan poksi kerjanya sesuai regulasi yang ada.

    “Saya sempat baca sekilas terkait laporan yang disampaikan, yaitu pengosongan lahan yang ditandatangani Pak Sekda. Di situ tidak ada alternatif pilihan, itu mungkin jadi salah satu yang akan kita lihat,” tuturnya.

    Menurutnya penggusuran tanpa alternatif pilihan itu tidak bijak. “Kalau kemudian hanya digusur saja  tanpa ada alternatif, apakah ada relokasi tempat yang baru atau hal yang lain, itu tidak bijak,” tandasnya. (yan)

  • LBH Bandarlampung Bela Warga Pasar Griya Sukarame

    LBH Bandarlampung Bela Warga Pasar Griya Sukarame

    Bandarlampung (SL) –  YLBHI-LBH Bandarlampung mengecam upaya main gusur Pemkot Bandarlampung terhadap bekas Pasar Griya Sukarame. Di bekas pasar tersebut, ada 44 KK yang telah menempatinya 20 tahunan. Para wakil warga yang didampingi para aktivis yang bergabung dalam Komite Tolak Penggusuran (KTP) Masyarakat Pasar Griya Sukarame mencari perlindungan ke LBH Bandarlampung, Minggu ini (15/7).

    Jumat lalu (15/7), Pemkot Bandarlampung mendatangi eskavator untuk menggusur semua bangunan yang ada di area pasar tersebut. Namun, upaya tersebut batal, warga dan para aktivis membuat pagar betis.

    YLBHI-LBH Bandarlampung mengecam keras kesewenang-wenangan Pemkot Bandarlampung terhadap ratusan penghuni pasar tersebut yang tempatnya hendak dijadikan kantor Kejaksaan Bandarlampung.

    “Mereka memiliki surat penempatan pasar/kios sejak tahun 90-an,” kata Direktur YLBHI-LBH Bandarlampung Alian Setiadi kepada Kantor Berita RMOLLampung, Minggu Minggu (15/7), pukul 19.00 WIB.

    “Warga meminta kejelasan peralihan fungsi Pasar Griya Sukarame menjadi Kantor Kejaksaan Negeri Kota Bandarlampung,” kata Alian Setiadi.

    Masyarakat meminta Pemkot Bandarlampung mengaktifkan kembali fungsi pasar demi meningkatkan ekonomi warga. “Seharusnya Pemkot Bandarlampung terlebih dahulu mencari upaya penyelesaian agar tidak terjadi kericuhan dan keributan antara warga dengan petugas,” kata Alian Setiadi.

    Diingatkannya, “Dampak dari penggusuran secara paksa dapat menimbulkan kemiskinan struktural.”

    Demi mencegah keributan serta membela kepentingan masyarakat, Alian Setiadi berharap permasalahan ini dapat diselesaikan secepatnya oleh Pemkot Bandarlampung.

    Saat ini, rencana penggusuran pasar dalam proses penyelesaian sengketa oleh DPRD Kota Bandarlampung. Bulan Mei lalu, DPRD Bandarlampung sudah meminta Pemkot Bandarlampung mengklarifikasi masalah tersebut. Ketika rencana penggusuran 9 Mei lalu, Komisi I telah menjamin tidak akan ada pengosongan Pasar Griya.

    “Aksi rencana penggusuran tiga hari lalu, tanpa ada musyawarah sama sekali dengan masyarakat,” kata Alian Setiadi. Dia berharap Pemkot Bandarlampung tidak melakukan perbuatan yang dapat mengundang kericuhan dan keresahan warga.

    Masyarakat menolak keras alih fungsi lahan tersebut dari pasar menjadi Kantor Kejaksaan Negeri Bandarlampung. ”Pasar tersebut adalah satu-satunya tempat mencari nafkah warga,” katanya. (rls)

  • Perkara Lahan, Oknum Kades dan Sekdes di Lampung Selatan Ancam Wartawan dan Lecehkan Hukum

    Perkara Lahan, Oknum Kades dan Sekdes di Lampung Selatan Ancam Wartawan dan Lecehkan Hukum

    Lampung Selatan (SL)- Tindakan arogan yang ditunjukkan perangkat desa terhadap wartawan kembali terjadi. Kali ini di Desa Mandah Kecamatan Natar Lampung Selatan Minggu, 24 Juni 2018.

    Diawali saat Kepala Desa Mandah, Sutrisno melakukan pelecehan profesi Kuasa Hukum dalam hal ini Darozi Chandra yang sedang melakukan mediasi terkait urusan penyerobotan tanah milik warga, mbah Wakidi, oleh kepala desa setempat. Sempat terjadi perang mulut dan bersitegang antara kedua pihak, disaksikan beberapa awak media dari beberapa media elektronik dan online.

    Sutrisno tak terima dan justru meluapkan emosinya, lalu menantang dan mengatakan tak takut hukum. Dia berkata lantang dan penuh amarah menghardik kuasa hukum dari LBH Keadilan Rakyat.

    “LBH ta* kucing. Silahkan laporkan saya ke Polda saya tunggu,” ujarnya lantang.
    Sementara Sekdes, Yuldi Ismail mengeluarkan amarahnya dengan kata-kata penuh penghinaan, mengamuk seperti orang kesurupan. Sekdes ini tidak saja mengancam tim kuasa hukum namun juga berusaha memukul wartawan yang ada di lokasi itu, dan mengejarnya.

    “Sudah enggak mempan golok apa? Berani berani masuk wilayah saya,” teriak Yuldi sembari mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak senonoh.
    Tim kuasa hukum dan beberapa wartawan akhirnya menghindari amarah kedua oknum punggawa desa itu untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.

    Atas tindakan ini tim kuasa hukum Mbah Wakidi menegaskan akan melakukan follow-up perkara usai Pemilukada nanti. “Kades dan Sekdes serta Kadus ini akan kami laporkan ke Polda sesuai dengan tantangan Kades tadi. Mereka sudah jelas mendzolimi mbah Wakidi yang punya bukti kepemilikan sah,” kata Chandra.

    Justru dengan peristiwa ini ada jalan masuk untuk mengusut tuntas penyerobotan tanah milik warganya itu. “Kita lihat saja, mereka sudah menantang hukum. Nanti kita buktikan saja di ranah hukum. Manusia dzolim itu harus dapat ganjarannya,” tambahnya.

    Diberitakan sebelumnya bahwa keluarga Wakidi menurunkan batu untuk membangun di atas tanah miliknya yang selama ini diakui sebagai aset desa. Upaya mediasi melalui kuasa hukum keluarga Mbah Wakidi yang menyerahkan permasalahan dugaan penguasaan fisik pekarangan kepada Lembaga Mediasi dan Hukum Praktisi Keadilan Rakyat telah di tangani dalam kurun waktu satu bulan lebih namun belum membuahkan hasil.

    Namun karena merasa memiliki bukti yang sah atas lahan seluas hampir 600 meter persegi yang saat ini telah berdiri sebuah bangunan warung atau toko dari program Desa Bumdes, maka hari Sabtu 23 Juni 2018 keluarga Mbah Wakidi didampingi kuasa hukumnya Darozi Candra berniat untuk segera membangun tempat usaha di tanah itu.

    Selama ini tanah telah diklaim oleh Kepala Desa setempat sebagai aset yang mengatasnamakan milik masyarakat kampung tersebut. Proses penurunan material batu belah untuk pembangunan itu pun menurut Chandra sudah dikonfirmasikan dengan pamong desa, termasuk Sumarmo, RT yang tempat tinggalnya berdampingan dengan tanah milik mbah Wakidi ini.

    “Sebelum menurunkan batu, Kami juga sudah memberitahukannya kepada Babinkamtibmas setempat melalui telepon selulernya,” ujarnya.

    Sementara Ketua Rt Dusun setempat, Sumarno yang sempat juga ditemui awak media guna mengkonfirmasikan status tanah yang saat ini berdiri bangunan milik desa menuturkan bahwa tanah itu sepengetahuannya adalah milik Mbah Wakidi.

    “Sejak saya belum beristri dulu sudah tau kalo pekarangan itu milik keluarga Pak Wakidi dan pernah digunakan untuk Puskesmas, saya juga pernah tahu waktu dulu itu pernah ditarik sumbangan untuk membangun, tapi apa sampe ke Pak Wakidi atau nggak saya gak tahu,” jelasnya. (suryaandalas.com)
  • Dugaan Penguasaan Sebidang Tanah Warga Oleh Oknum Kades Lamsel Belum Menemukan Titik Terang

    Dugaan Penguasaan Sebidang Tanah Warga Oleh Oknum Kades Lamsel Belum Menemukan Titik Terang

    Lampung Selatan (SL) – Dugaan peguasaan fisik sebidang tanah warganya sendiri oleh oknum Kades Mandah, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, Sutrisno, hingga kini belum menemukan jalan keluar.

    Meskipun pihak keluarga Mbah Wakidi (76), telah menguasakan prihal ini pada kuasa hukum dan beberapa kali berupaya untuk dimediasi namun Sutrisno terkesan terus mengulur ulur waktu, hal serupa juga pernah dilakukan Kepala Desa Mandah ini terhadap keluarga Mbah Wakidi.

    Sengketa antara keluarga Mbah Wakidi yang merupakan warga desa setempat, yang  telah kehilangan haknya atas sebidang  tanah karena diklaim oleh Sutrisno, dengan mengaku tanah Mbah Wakidi tersebut adalah milik kampung.

    Uniknya kini sebidang tanah itu telah dijadikan tempat usaha berupa warung desa.

    Atas permohonan keluarga Mbah Wakidi yang merasa tak sanggup melawan Sutrisno, dan telah berlaku zolim dengan mengambil hak sebidang tanahnya dengan sewenang-wenang.

    Akhirnya permasalahan penyerobotan ini kini tengah ditangani oleh Lembaga Bantuan Hukum LMH PAKAR guna menjunjung tinggi keadilan yang sebenarnya terhadap prilaku seorang petinggi desa terhadap kliennya seorang lelaki tua renta dan tak mengerti apa-apa tentang hukum.

    Tim kuasa hukum Mbah Wakidi korban dugaan kasus penyerobotan tanah warga oleh Sutrisno, beserta WN 88 Humas Mabes Polri  secara langsung meninjau lokasi sengketa tanah, Jumat (8/6/2018) sore.

    Kedatangan rombongan yang peduli dan akan mengadakan pembelaan terhadap Mbah Wakidi ini juga sempat melakukan pengukuran tanah guna memastikan berapa meter persegi tanah warga dengan bukti kepemilikan sah yang diakui sebagai milik desa tersebut.

    Di sela waktu,  tim sempat berbincang dengan masyarakat terdekat guna mencari tahu keterangan yang bakal menguatkan kliennya atas permasalahan yang menimpa Mbah Wakidi.

    M. Hermanto  warga desa setempat yang kediamannya persis bersebelahan dengan lokasi warung desa dan notabene tanah di bawahnya adalah milik Mbah Wakidi, saat dikonfirmasi oleh Ketua Tim Kuasa Hukum LMH PAKAR dari Bandar Lampung H. Hermanto mengaku, beberapa pekarangan  di sekitar lokasi sengketa dulunya kepunyaan Mbah Wakidi, karena dirinyapun dulunya membeli tanah dari Mbah Wakidi yang saat ini dijadikan tempat tinggal H. Hermanto dan bukti kepemilikan tanah sudah dibuatkan aertifikatkan pada tahun 2003 lalu.

    “Juga sebagian tanah yang saya beli dari Pak Wakidi ini telah saya jual sebagian pada tetangga sebelah dan juga telah disertifikatkan,” ujar H. Hermanto.

    Tim Kuasa Hukum dan WN 88  Humas Mabes Polri yang terpanggil dan ikut peduli dengan masalah mbah Wakidi dan Kepala Desa yang diduga berencana akan merampas haknya mengatasnamakan masyarakat ini merupakan pemicu tim turun kelapangan guna mencari tau terkait persoalan dugaan penyerobotan tanah oleh oknum Kepala Desa, Sutrisno.

    Tak hanya mengukur dan menanyakan pada tetangga terdekat prihal kedudukan tanah milik Mbah Wakidi itu, namun tim juga melakukan crosa chek pada seorang Mantan Kepala Desa Mandah, Suparno untuk pendalaman kasus yang tengah mereka tangani tersebut.

    Suparno yang  menerima kedatangan tim serta keluarga Mbah Wakidi yang berkunjung di kediamannya di Dusun Sumber Sari I Desa Mandah menjelaskan, dulunya tanah Mbah Wakidi dipakai untuk ouskesmas dan sepengetahuan Suparno pernah ada kesepakatan untuk menggunakan tanah itu.

    “Namun seterusnya saya enggak tahu dibayar atau tidak. Tapi saat saya menjabat kepala sesa dan pernah saya data seperti lapangan bola, SD, gardu ronda, kantor desa dan puskesmas itu aset desa. Tapi kalo tanahnya ya saya enggak tahu, juga saya tak pernah menyatakan jika tanah Pak Wakidi kepunyaan desa itu ngak pernah,” tuturnya. (red)