Tag: Sengketa Lahan

  • Sengketa Lahan Eks PTPN VII

    Sengketa Lahan Eks PTPN VII

    Bandarlampung (SL) – Merasa lahan miliknya yang terletak di wilayah Sabah Balau seluas 8000M2 diserobot, H.Triono, Direktur PT.Santi Abadi, bersama beberapa aparat kepolisian Polresta turun ke lahan.

    Dalam kunjungan dengan maksud melihat lahan, Selasa (29/05/2018), terlihat lahan yang biasa digunakan untuk menanam padi oleh para penggarap, telah dipasang pagar seng pembatas dan diakui milik Siti Zulaiha.

    Menurut pengakuan Ayub, selaku anak angkat Siti Zulaiha, jika lahan seluas 4,2 Ha tersebut merupakan milik Siti Zulaiha sejak peralihan dari PTPN VII puluhan tahun lalu. “Sepengetahuan saya tanah ini milik Siti Zulaiha dan tidak pernah dialihkan sejak ada pelepasan dari pihak PTPN VII,” kata Ayub saat ditemui dilahan yang dijaganya tersebut.

    Sayangnya, H.Triono yang mengaku memiliki sebagian lahan, hingga berita ini diturunkan belum bisa ditemui terkait penyerobotan yang dimaksud.

    Dari hasil pantauan dilapangan, lahan tersebut cukup luas dan telah diberi pembatas berupa pagar seng. Sebelumnya, lahan tersebut digunakan penggarap untuk menanam padi.

    Dipagar pembatas itu pula, terpasang banner bertuliskan jika lahan seluas 4,2 Ha milik Siti Zulaiha berikut foto batas lahan yang dikeluarkan oleh pihak terkait. ( Aan-Red)

  • Sengketa Lahan PTP VII Bunga Mayang Dengan Masyarakat Meruncing

    Sengketa Lahan PTP VII Bunga Mayang Dengan Masyarakat Meruncing

    Lampung Utara (SL) – Penyerobotan 77,8 hektare lahan, yang diduga dilakukan oleh PTPN 7 Bungamayang Kabupaten Lampung Utara, sebagai Hak Guna Usaha (HGU), nampaknya bakal berbuntut panjang.

    Hal itu berawal dari tidak sepahamnya antara masyarakat Desa Negeri Batin Kecamatan Sungkai Utara dan PTPN 7 Bungamayang, tentang luas lahan HGU yang saat ini dikelola oleh PTPN 7.

    Berdasarkan data yang dihimpun dari peta area, masyarakat mengakui bahwa lahan dengan luas mencapai 400 hektare di desa setempat, telah ditetapkan sebagai HGU dan dikelola oleh PTPN 7.

    Disatu sisi di lokasi bersebelahan dalam peta tersebut, terdapat 77,8 hektare lahan yang diklaim milik masyarakat, diduga pula telah diserobot oleh PTPN 7 sehingga masuk dalam HGU.

    “Lahan 77,8 hektare ini milik 13 orang warga Desa Negara Batin. Kami akan terus perjuangkan lahan itu sampai kami mati,” ujar Saiful, salah satu pemilik lahan yang juga masyarakat Desa Negeri Batin Kecamatan Sungkai Utara Lampung Utara, saat dikonfirmasi wartawan, Kamis, (17/05/2018).

    Diuraikannya juga bahwa 13 orang pemilik lahan 77,8 hektare itu telah sepakat dan berniat akan terus berjuang mendapatkan apa yang menjadi hak mereka. Mereka juga berjanji akan menduduki lahan tersebut.

    “Ini hak kita, luas HGU sudah jelas, kenapa kok masih diambil lahan milik kami,” ucapnya.

    Sejauh ini, masih kata Saiful yang diketahui tokoh di Desa Negara Batin, bersama para pemilik lainnya tetap berkekuatan pada Surat Keterangan Tanah (SKT) yang ada. Dirinya juga siap dijadikan saksi jika harus turun kelapangan menunjukan batas-batas dimana lokasi HGU dan lahan milik warga.

    Ketika ditanya keterkaitan Pemerintah Daerah Lampung Utara, Saiful terkesan pesimis. Karena Pemkab Lampung Utara terkesan mengulur waktu dalam mencari solusi polemik tersebut.

    “Sikap pemerintah terkesan mengulur waktu, kami sudah usulkan bahwa kami akan menduduki tanah kami. Kekuatan kita hanya SKT saja dan niat kuat masyarakat,” pungkasnya. (ardi/tim)

  • Sengketa Lahan di Jalan Antasari Makin Memanas

    Sengketa Lahan di Jalan Antasari Makin Memanas

    Bandarlampung (SL) – Sengeketa lahan di Jalan Pangeran Antasari, Kelurahan Kedamaian tepatnya depan Villa Citra, Kota Bandarlampung, makin memanas. Pasalnya, dari pihak Tina yang mengaku memiliki sertifikat tanah kembali akan memagar beton tanah seluas 6.635 meter persegi tersebut. Bahkan, dilokasi terlihat sekelompok orang berbadan tegap dan berambut cepak terlihat bersama pekerja yang akan memasang pagar beton, Senin (14/5).

    Di lokasi salah seorang yang enggan menyebutkan namanya mengatakan, jika pihaknya hanya bekerja dan diperintah oleh ibu Tina untuk memagar tanah dengan beton. “Kami ini kerja mas, kami berada disini ini karena ada kerjaan, pemagaran. Kami bukan mau cari keributan lihat saja, pas kami menggali tadi kan dihentikan disuruh stop kami ikut dan berhenti, kami hanya cari makan,” ujar pria berbadan tegap dan berambut cepak ini di lokasi pemagaran tanah.

    Nah, kalau menurut ibu Tina dia adalah pemilik tanah yang sah karena memiliki sertifikat yang dikeluarkan BPN (Badan Pertanahan Nasional). “Dokumen negara yang diakui itu adalah bukti kepemilikan alas hak yang sah. Ya, Kalau pun dari pihak pak Agus mengaku mereka pemilik tanah ini silahkan, yang jelas saya juga bekerja atas perintah dan saya juga sedikit mengerti masalah ini, kalau dua duanya mengaku pemilik sah, buktikan saja di meja hijau di pengadilan, biar ada kejelasan dan titik terang masalah ini,” ucapnya.

    Di lain sisi, Ahli waris tanah seluas 6.660 meter tersebut, Agus Ahmad Baidawi, mengatakan, pihaknya tetap akan mempertahankan apa yang menjadi haknya dari warisan ayahandanya. “Dari tahun 1953 tanah ini milik bapak saya makanya fisiknya kami ahli waris menguasainya terus menerus hinggga sampai hari ini dari pihak ibu Tina ada yang mau coba pagar kita halangi lah, karena fisiknya kami kuasai artinya sertifikat punya bu Tina itu cacat hukum,” ujar Agus Ahmad Baidawi.

    Fisik tanah dikuasai pihaknya sejak tahun 1995 dan sekarang ada pihak lain yang ingin kuasai, mana buktinya kepemilikannya. Pada dasarnya kepemilikan tanah itu adanya surat SHM dan pengusaan tanah. “Sertifikat ibu Tina itu janggal karena ibu Tina beli dari pak Ridwan beli sertifikat tahun 1994 kalau dirunut gak ketemu benang merah asal-usul tanah setifikat bu Tina. Artinya cacat demi hukum,” jekasnya. “Ini tiba-tiba ada orang yang mau magar tanah kami, saya tetap akan pertahankan hak saya. Sebidang tanah yang telah diwariskak oleh H Dahlan ayahanda saya, tanah seluas 6.660 meter persegi,” tandasnya.

    Menurut dia, alasan Tina mengklaim bahwa tanah tersebut karena memilki duplikat sertifikat tanah. “Hanya bermodal duplikat sertifikat surat tanah tidak bisa untuk mengklaim bahwa itu tanah dia, kalau asli mana surat sertifikat aslinya” ungkapnya.

    Senada dikatakan Agus, penasehat hukum (PH) Agus Ahmad Bahdaiwi. Muchzan Zain SH. Lahan yang menjadi hak ahli waris Hi. Dahlan itu yang akan dikuasai oleh pihak lain yang tidak ada asal-usul tanah tersebut. Pihaknya sudah menunggu dan menempati lahan tersebut selama 20 tahun, tidak ada masalah dan tiba-tiba ada Tina yang mengakui tanah itu miliknya. “Kami sudah cek di BPN (Badan Pertanahan Nasional) sertifikat atas nama Bu Tina yang klaim tanah kami ini tidak ada dan tidak terdaftar. Kalau memang Bu Tina itu ada alas haknya yang sah, kita bertemu di pegadilan dan atas masalah ini, kami akan laporkan ke pihak berwajib,” ujarnya.

    Dijelaskannya, lahan seluas 6.600 meter persegi ini, diwariskan H. Dahlan untuk anak-anaknya, salah satunya Agus Ahmad Baidawi. Pada November 2000, tiba-tiba Tina mengklaim lahan mereka. Secara hukum bukti kepemilikam lahannya sah di mata negara karena memiliki SKT. (ron)

  • Gudang PT Semen Indonesia Di Bandarlampung Diduga Bermasalah

    Gudang PT Semen Indonesia Di Bandarlampung Diduga Bermasalah

    ilustrasi (foto/net)

    Bandarlampung (Sl)-Lokasi lahan dan Gudang PT Semen Indonesia, di Jalan Soekarno-Hatta, RT 007, LK II, Kelurahan Labuhan Ratu Raya, Kecamatan Labuhan Ratu, Bandar Lampung, diduga bermasalah, dan dalam sengketa klaim pemilik yang pemberi sewa kepada PT Semen Indonesia. Kasus itu sedang di proses di Polda Lampung.

    Zulyana (67), warga Kedaton, Bandar Lampung, melaporkan Bayu, cs ke Polda Lampung atas dugaan tindak pidana penyerobotan. Bayu cs, telah menyewakan lokasi lahan seluas 5000 meter2 itu sebagai gudang yang digunakan PT Semen Indonesia. Sementara pelapor mengklaim lahan itu adalah warisan sang suami, dan tanpa ada izin darinya hingga sekarang.

    Zulyana mengatakan bahwa lahan dan bangunan di Jalan Soekarno-Hatta, RT 007, LK II, Kelurahan Labuhan Ratu Raya, Kecamatan Labuhan Ratu, Bandar Lampung. Luasan tanah sekitar 5000 meter persegi, adalah harta warisan peninggalan suaminya, Bahermansyah (Alm) yang belum pernah dialihkan ke pihak lain.

    David, kuasa hukum Zulyana mengatakan bahwa laporan polisi nomor: LP/B-541/V/2017/SPKT tertanggal 11 Mei 2017, dibuat setelah terduga pelaku tidak sanggup menunjukkan kepada pelapor batas-batas tanah yang diakui terlapor sebagai miliknya. “Terlapor dapat dikatakan menyewakan tanah tanpa dasar, karena pelapor tidak menandatangani akta jual beli,” kata David, dilangsir lampungpost.co.

    Mengenai perkembangan laporan di Polda Lampung, kata David, hingga saat masih menunggu informasi dari penyidik krimum Subdit II, Unit II Polda Lampung terkait jadwal Badan Pertanahan Nasional Bandar Lampung turun ke lokasi. “Kami belum tahu kapan BPN turun ke lokasi, namun penyidik sudah pernah memberitahu akan kedatangan BPN,” katanya.

    Menurut David, tindakan yang telah dilakukan penyidik Polda Lampung diantaranya cek TKP, pemeriksaan saksi-saksi dari pelapor, termasuk memeriksa saksi-saksi dari terlapor. “Hal yang menjadi pertimbangan utama sudah dijelaskan kepada penyidik yakni dari alas hak pelapor yaitu wasiat dan surat penyerahan tanah sudah terpecah beberapa sertifikat diantaranya hak milik Sengko Jaya, tanah milik rumah makan Bareh Solok, sekolah Yadika, dan yang lainnya,” katanya. (lp/nt/jun)