Tag: Sumatera Barat

  • Oknum Kades Sumatera Barat Todongkan Senjata Api kepada Wartawan

    Oknum Kades Sumatera Barat Todongkan Senjata Api kepada Wartawan

    Sumatera Barat (SL) – Kembali pelecehan terhadap jurnalis terjadi. Hal ini di alami seorang wartawati, (SR) dari media Metro Talenta, ketika menjalankan tugas ingin mengkonfirmasi tentang pembangunan chekdam yang ada di sungai Tanuik, Nagari Talawi, Barung Balantai Tengah Kab. Pesisir Selatan, Sumatera Barat di kantornya.

    Namun bukan jawaban yang memuaskan di dapat, justru ancaman penodongan senjata api yang langsung di arahkan ke badan wartawati tersebut.” Nanti saya tembak, mau saya tembak ya,” ujar Walinagari tersebut sambil mengeluarkan Senpi dari dalam tas dan mengarahkannya kepada SR.

    SR sontak kaget atas perbuatan tersebut. “Lho, kok pak wali mengeluarkan senjata, maksudnya apa nih. Saya datang ke sini ingin konfirmasi, saya di bekali surat tugas dan KTA, perbuatan pak wali sudah tidak menyenangkan bagi saya,” kata SR.

    Ketika di hubungi via selulernya oleh media ini, Aidil Usman, Wali nagari Talawi tersebut menjawab kalau hal itu hanya sekedar guyonan dan kelakar saja. ”Ini hanya pistol mainan kok, dan saya hanya bergurau. Masak iya saya berani melakukan hal seperti itu, apalagi saya wartawan juga.” Jelas Aidil sambil menyebutkan salah satu media yang perna menjadikannya wartawan.

    Yondri Tanjung, Ketua DPD LSM PENJARA Sumbar mengecam keras hal tersebut. “Tindakan Wali nagari itu sudah melanggar kode etik profesi wartawan dan pejabat publik. Masalah ini kita lanjutkan dengan melaporkannya ke kepolisian setempat. Ini sudah terindikasi menyalahi Undang Undang Darurat No.12 th 1951 tentang kepemilikan dan penyalahgunaan senjata api, terlepas dari benar tidaknya senjata itu asli atau tidak. Dan dia harus melakukan permintaan maaf kepada wartawan tersebut dan umumkan di media cetak atau online, sebab dia tau prosedur karena dia ngakunya wartawan juga, kita kawal kasus ini hingga tuntas.” Kata Yondri Tanjung.

    Hampir senada, saksi mata juga mengatakan kalau SR di ancam mau di tembak sambil menodongkan senjata tersebut ke arah SR, dan pada saat itu, mimik wajah walinagari tersebut sangat serius. ”Nggak mungkin walinagari bercanda, pak. Dia kelihatan serius dan tidak senang, bahkan di dalam tasnya juga ada borgol. Saya ada di sebelah Bu SR waktu kejadian itu. Nampak dengan mata saya sendiri, pak.” Ucap saksi mata tersebut, Kamis (6/11).

  • Banjir dan Longsor Melanda Sumut dan Sumbar, 22 Orang Meninggal dan 15 Orang Hilang

    Banjir dan Longsor Melanda Sumut dan Sumbar, 22 Orang Meninggal dan 15 Orang Hilang

    Bandarlampung (SL) – Hujan deras yang melanda wilayah Sumatera Utara dan Sumatera Barat selama Kamis dan Jumat (11-12/10/3018) menyebabkan bencana banjir, banjir bandang dan longsor di beberapa tempat. Dampak yang ditimbulkan cukup besar.

    Data sementara yang dilaporkan BPBD Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Barat, banjir dan longsor menyebabkan 20 orang meninggal dunia, 15 orang hilang dan puluhan orang luka-luka di 4 wilayah yaitu di Kabupaten Mandailing Natal, Kota Sibolga, Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Pasaman Barat.

    Banjir dan longsor melanda 9 kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara yaitu Kecamatan Natal, Lingga Bayu, Muara Batang Gadis, Naga Juang, Panyambungan Utara, Bukit Malintang, Ulu Pungkut, Kota Nopan dan Batang Natal pada Jumat (12/10/2018) pagi dan sore hari. Data sementara tercatat 13 orang meninggal dunia dan 10 orang hilang di Mandailing Natal.

    11 murid madrasah di Desa Muara Saladi, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, meninggal dunia tertimpa bangunan yang hancur diterjang banjir bandang pada Jumat (12/10/2018) sore saat jam pelajaran sedang berlangsung.

    Diperkirakan 10 orang hilang. Kejadian berlangsung mendadak. Sungai Aek Saladi tiba-tiba mengalir dengan debit besar dan membawa lumpur dan meluap sehingga menerjang madrasah. Jumlah korban hilang masih dapat berubah karena belum dapat dipastikan. Korban tertimbun lumpur dan material tembok yang roboh.

    Sementara itu pada Sabtu (12/10/2018) pagi ditemukan 2 korban meninggal lagi akibat kendaraan masuk sungai dan hanyut. Korban meninggal adalah 1 orang Polri dari Polsek dan 1 orang pegawai PT. Bank Sumut. 2 orang berhasil diselamatkan dari kendaraan yang hanyut.

    Dampak banjir bandang dan longsor di Mandailing Natal lain adalah 17 unit rumah roboh, 5 unit rumah hanyut, ratusan rumah terendam banjir dengan ketinggian 1-2 meter di Kecamatan Natal dan Muara Batang Gadis. 8 titik longsor berada di Kecamat Batang Natal.

    Evakuasi, pencarian dan penyelamatan korban masih dilakukan. Kondisi medan berat karena desa-desa terdampak berada di pegunungan, pinggir hutan dan akses sulit dijangkau karena rusak. BPBD Mandailing Natal, BPBD Provinsi Sumatera Utara, TNI, Polri, SAR Daerah, SKPD, PMI, dan relawan menangani darurat bencana. Bupati telah menetapkan status tanggap darurat banjir dan longsor di Kab Mandailing Natal Sumatera Utara selama 7 hari (12-18 Oktober 2018). Kebutuhan mendesak adalah bahan makanan pokok dan alat berat.

    Hujan juga menyebabkan longsor di beberapa daerah di Kota Sibolga, Sumatera Utara pada Kamis (11/10/2018) pukul 16.30 WIB. Longsor menyebabkan 4 orang meninggal dunia, 1 orang luka berat, dan 3 orang luka ringan. Kerugian material meliputi 25 rumah rusak berat, 4 unit rumah rusak sedang dan sekitar 100 rumah terendam banjir dengan tinggi 60-80 centimeter.

    Sementara itu, banjir bandang juga terjadi di Nagari Tanjung Bonai, Jorong Kalo-Kalo, Jorong Ranah Batu di Kecamatan Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat pada Kamis (11/10/2018) pukul 20.30 WIB. Banjir bandang menyebabkan 4 orang meninggal dunia dan 3 orang hilang. Terdapat korban anak-anak atas nama Anis (2,5) san W.Efendi (10) yang hanyut akibat banjir bandang. Korban meninggal lain adalah Roni (30) dan Yerinda (56). Sedangkan 3 korban hilang adalah Erizal (55), Daswirman (58) dan Yusrizal (45).

    Selain terdapat 6 orang luka-luka, 6 unit rumah rusak berat, 3 kedai rusak berat, 1 ruko rusak berat dan 2 jembatan rusak berat. BPBD Tanah Datar bersama TNI, Polri, SKPD, relawan dan masyarakat melakukan evakuasi dan pencarian korban. Pencarian dilakukan menyusuri sungai yang ada. Alat berat digunakan untuk membantu pencarian korban dan membersihkan lumpur.

    Bupati Tanah Datar telah menetapkan masa tanggap darurat selama 7 hari (12-18 Oktober 2018). Pembukaan dapur umum untuk relawan dan masyarakat terdampak telah didirikan.

    Beberapa wilayah di Kabupaten Pasaman Barat juga terjadi longsor dan banjir pada Kamis (11/10/2018) pukul 19.30 Wib. Wilayah yang mengalami bencana adalah Kecamatan Pasaman, Ranah Batan, Koto Balingka, Sei Beremas, Lembah Melintang, Gunung Tuleh, Talamau, Sasak dan Kinali.

    Korban 1 orang meninggal dunia dan 2 orang hilang. Kerusakan meliputi sekitar 500 unit terendam banjir, 3 unit jembatan gantung roboh dan 2 unit rumah hanyut.

    BPBD Kab. Pasaman Barat bersama aparat lain melakukan penanganan darurat. BPBD menyalurkan bantuan logistik untuk korban terdampak. Kebutuhan mendesak alat berat, sembako, selimut dan pakaian. Bupati telah menetapkan masa tanggap darurat selama 7 hari (11-17/10/2018). (red)

  • MUI Sumbar Nyatakan Islam Nusantara Tak Dibutuhkan di Ranah Minang

    MUI Sumbar Nyatakan Islam Nusantara Tak Dibutuhkan di Ranah Minang

    Padang (SL) -Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar dan MUI kabupaten dan kota se-Sumbar menyatakan Islam Nusantara tidak dibutuhkan di Ranah Minang.

    “Kami, MUI Sumbar dan MUI kabupaten-kota se-Sumbar menyatakan tanpa ada keraguan bahwa Islam Nusantara dalam konsep, pengertian, defenisi apapun tidak dibutuhkan di Ranah Minang (Sumatera Barat). Bagi kami, nama Islam telah sempurna dan tidak perlu ditambah lagi dengan embel-embel apapun,” kata Buya Gusrizal Gazahar, Ketua MUI Sumbar, Senin (23/7/2018) di Padang.

    Dalam surat tiga lembar yang berkop resmi MUI ini, memuat 7 butir latar belakang alasan MUI se-Sumbar menolak Islam Nusantara yang merupakan hasil rakorda itu.

    Tujuh poin penting itu, ditandatangani Dr. Zulkarnaini, M. Ag dan Dr. Zainal Azwar, M. Ag masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Pimpinan Rapat. Sedangkan Buya Gusrizal Gazahar. Lc., MA dan Buya Zulfan, S.Hi, M.H yang masing-masing Ketua Umum dan Sekretaris Umum MUI Sumbar. Surat itu diteken di Padang, 21 Juli 2018. Berikut salinan hasil rakorda MUI se-Sumbar itu.

    Menurut Buya Gusrizal, istilah “Islam Nusantara” melahirkan berbagai permasalahan yang akan mengundang perdebatan yang tidak bermanfaat dan melalaikan umat Islam dari berbagai persoalan penting yang sedang dihadapi. Bahkan istilah “islam Nusantara” bisa membawa kerancuan dan kebingungan di tengah umat dalam memahami Islam.

    “Susunan bahasa Indonesia yang menganut konsep DM, menunjukkan pembatasan Islam dalam wilayah yang disebut “Nusantara”. Ini berakibat terjadinya pengerdilan dan penyempitan ruang lingkup Islam yang smestinya menjadi rahmat untuk seluruh alam semesta (rahmatan lil’alamiin) dan untuk seluruh umat manusia (kaaffatan linnaas),” terang Buya.

    Sementara, Zulkarnaini menjelaskan, jika yang dimaksudkan dengan istilah “Islam Nusantara” adalah keramahan washatiyah (proporsional dan pertengahan dalam keseimbangan dan keadilan), toleransi dan lainnya, itu bukanlah karakter khusus Islam yang sangat mendasar.

    “Karena itu, menghadirkan label “Nusantara” untuk Islam, hanya berpotensi mengkotak-kotak umat Islam dan memunculkan pandangan negatif umat kepada saudara-saudara muslim di wilayah ini,” tambah ketua rakorda ini.

    Dikatakannya lebih jauh, wasathiyyah, samhah, ‘adil, ‘aqliy dan lainnya yang disebutkan sebagai karakter “Islam Nusantara”, hanyalah sebagian dan keistimewaan Islam yang tidak bisa dipisahkan dengan keistimewaan lainnya seperti rabbaniyyah ilahiyyah, syumuliyyah, mumayyizat yang lain hanya akan menimbulkan kerancuan dalam memahami Islam dan mengeluarkan Islam dari kesempurnaannya.

    Jika “Islam Nusantara” dipahami dengan dakwah yang mengacu kepada ajaran dan pendekatan Wali Songo di pulau Jawa, ini bisa berdampak serius kepada keutuhan bangsa, karena di berbagai daerah dalam wilayah NKRI, ada para ulama dengan pendekatan ajaran yang bisa saja berbeda dengan Wali Songo.

    “Memaksakan pendekatan dan ajaran Wali Songo ke seluruh Indonesia, berarti mengecilkan peran ulama yang menyebarkan Islam di daerah lain yang memiliki karakteristik dakwah yang beragam,” terangnya.

    Ditambahkan Buya Gusrizal, jika pendekatan kultural yang menjadi ciri khas “Islam Nusantara” maka itu bukanlah monopoli “Islam Nusantara” tapi telah menjadi suatu karakter umum dakwah di berbagai wilayah dunia ini karena sikap Islam terhadap tradisi dan budaya tempatan, telah tertuang dalam kajian ilmu Ushul al-Fiqh secara terang.

    Bahkan para ulama Sumatera Barat dengan perjalanan panjang sejarah dakwah Islam di Ranah Minang yang diwarnai dengan dinamika yang begitu hebat, telah menjalani langkah-langkah pendekatan kultural tersebut bahkan mereka sampai kepada komitmen bersama melahirkan “Sumpah Sati Marapalam” dengan falsafahnya yang dipegang oleh masyarakat Minangkabau sampai hari ini yaitu: Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah, Syara’ Mangato, Adat Mamakai”.

    “Walaupun telah sampai pada titik kebersamaan tersebut namun tak seorang pun ulama Minangkabau menambah label Islam di Minang ini dengan “Islam Minang”,” tegasnya.

    Selain itu, tambahnya, jika dimaksudkan dengan “Islam Nusantara” adalah Islam yang toleran, tidak radikal kemudian memperhadapkan dengan kondisi Timur Tengah sekarang, maka sikap ini mengandung tuduhan terhadap ajaran Islam sebagai pemicu lahirnya sikap radikal dan tindakan kekerasan terhadap konflik Timur Tengah.

    Ini juga pencideraan terhadap ukhuwwah Islamiyyah antara kaum muslimin di dunia, kjarena perjuangamn yang dilakukan oleh sebagian kamum muslimin seperti Palestina, sangat tidak pantas dilabeli dengan radikalisme dan kekerasan. “Seharusnya mereka mendapatkan simpati kita kaum muslimin di negeri ini sebagaimana mereka memperlakukan kita di saat perjuangan kemerdekaan Indonesia dahulunya,” tambahnya. (SSC/MN)

  • Gebu Minang Lampung-Pemprov Sumbar Gelar Minangkabau Beghawie 26 Juli Mendatang

    Gebu Minang Lampung-Pemprov Sumbar Gelar Minangkabau Beghawie 26 Juli Mendatang

    Bandarlampung (SL) – Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Gerakan Ekonomi dan Budaya (Gebu) Minang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sumatra Barat (Pemprov Sumbar) akan menggelar kegiatan bertajuk “Minangkabau Beghawie”. Acara tersebut dalam rangka menjalin kerja sama di bidang ekonomi dan kebudayaan antara Lampung dengan Sumbar.

    Rencananya, “Minangkabau Beghawie” akan berlangsung di Hotel Emersia, Jalan Wolter Monginsidi, Telukbetung Utara, Bandarlampung, 26 Juli mendatang. Kegiatan tersebut bakal dihadiri para pengusaha Lampung dan Sumbar. Nantinya, mereka akan mempresentasikan peluang kerja sama antara Lampung dan Sumbar.

    “Ini kan tindak lanjut hasil pertemuan dengan wakil gubernur Sumatera Barat untuk menjalin usaha antara Sumbar dengan Lampung. Sebab, banyak potensi ekonomi yang belum dikembangkan antardaerah,” kata Ketua DPW Gebu Minang Lampung Ginta Wiryasenjaya kepada duajurai.co melalui telepon, Jumat, 13/7/2018.

    Dia mengatakan, kegiatan di sana akan diwarnai tanya jawab. Kemudian, pembacaan catatan penutup dari mantan Menko Bidang Kemaritiman Rizal Ramli. Setelah itu, pembukaan Minang Expo di Mal Kartini oleh Aprilani Yustin Ficardo, istri Gubernur Lampung M Ridho Ficardo.

    “Acara akan dihadiri Mahkamah Adat Minang. Kemungkinan disambut Brigadir Jenderal Edwardsyah Pernong. Dilanjutkan seremoni, tarian, sambutan dan sebagainya. Kemudian, sambutan gubernur Sumbar serta forum bisnis,” ujarnya. (net)

  • Puluhan Warga Keracunan Tiga Tewas Usai Santap Daging Penyu

    Puluhan Warga Keracunan Tiga Tewas Usai Santap Daging Penyu

    Mentawai (SL) -Kabar duka datang dari Mentawai, Sumatera Barat. Puluhan warga keracunan usai menyantap daging penyu dalam sebuah pesta adat (punen) di Desa Taileleu, Kecamatan Siberut Barat Daya, Minggu (18/2/2018) lalu.

    Dari puluhan orang keracunan, tiga meninggal dunia, 16 korban masih menjalani perawatan intensif di Balai Kesehatan Desa Taileleu dan dua orang di Puskesmas Siberut Barat Daya.

    Lahmuddin SiregarKepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai, mengatakan, kejadian ini bermula saat masyarakat berburu penyu di perairan pantai barat untuk keperluan punen, Sabtu (17/2/2018).

    Dari hasil berburu itu mereka mendapatkan satu penyu cukup besar sekitar 50-60 kilogram dan panjang 1,5 meter. Penyu hasil berburu mereka masak dengan merebus, setelah itu barulah disantap bersama-sama.

    Usai menyantap daging penyu, puluhan warga dari empat suku ini mengalami gejala keracunan seperti pusing, muntah, sesak napas, tenggorokan berlendir sampai gatal-gatal. Dua hari kemudian seorang korban dinyatakan meninggal, disusul dua korban lain pada hari berikutnya.

    Berdasarkan data yang diperoleh Dinas Kesehatan Mentawai, dari tiga orang korban meninggal dunia, satu di antaranya berumur 66 tahun dan dua lainnya balita yang masing-masing berumur 4,5 tahun dan 2,5 tahun.

    Korban keracunan penyu menjalani perawatan intensif di Puskesmas, mereka keracunan usai menyantap daging penyu pada saat pesta adat, Taileleu, Kecamatan Siberut Barat Daya, Minggu (18/2/2018) lalu.

    Berdasarkan data Dinas Kesehatan Mentawai, sedikitnya 95 orang terdampak usai mengkonsumsi daging penyu ini.

    “Diduga korban mengalami keracunan usai mengkonsumsi daging penyu. Ini ditandai matinya enam ekor kucing sesaat setelah makan sisa makanan dari bahan penyu masyarakat terdampak,” kata Lahmuddin lewat sambungan telepon.

    Dari penuturan warga, katanya, di dalam tubuh penyu ditemukan telur yang sudah mengeras sebanyak150 butir. Ini menunjukkan, bahwa penyu sedang fase bertelur. Namun Dinas Kesehatan kesulitan melakukan pengecekan sampel karena sudah tak tersisa.

    “Sampel sudah habis, paling kalau bisa cangkang kita periksa. Sebelumnya, pemeriksaan sampel keracunan penyu tahun 2013, pada daging penyu positif mengandung arsenik,” katanya.

    Saat ini, kondisi mulai tenang, namun Puskesmas meminta warga tidak memakan penyu lagi. “Kondisi mulai stabil, tenaga medis dan setok obat-obatan cukup.”

    Ke depan, katanya, mereka akan kembali mengimbau masyarakat Mentawai tak lagi mengkonsumsi penyu, karena selain beracun, penyu juga salah satu satwa laut langka dan dilindungi UU.

    Harfiandri Damanhuri, peneliti penyu dari Universitas Bung Hatta, Padang mengatakan, pantai barat daya tempat kejadian keracunan merupakan tempat pendaratan penyu. Kalau dilihat siklus mereka, saat ini memang fase pendaratan dan peneluran. Fase ini, katanya, biasa sejak November hingga Juli.

    Penyu bertelur itu, katanya, sebenarnya sudah matang kelamin. Kalau dilihat panjang mencapai 1,5 meter bisa dikategorikan penyu tua (lebih dari 50 tahun), sudah tiba masa fase bertelur.

    Dia bilang, arah migrasi penyu pantai barat tak diketahui pasti, tetapi secara genetik, tukik penyu di perairan Pantai Pariaman ada hubungan dengan tukik penyu di Aceh, juga di Mentawai.

    “Jika dilihat genetik penyu di Perairan Mentawai, masuk ke siklus arah Andaman, berputar mengarungi Samudera Hindia. Di Samudera Hindia itu banyak industri, otomatis banyak pembuangan limbah. Itu yang dimakan penyu, masuk ke tubuh.”

    Logam-logam berat ini, katanya, terakumulasi dalam tubuh penyu, terus meningkat dan tak berkurang. Makin tua penyu makin besar risiko karena mengandung racun lebih tinggi. “Itu yang dikonsumsi manusia.”

    Kasus keracunan daging penyu di Mentawai yang menelan korban jiwa bukan kali pertama. Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi Penyu Sumatera Barat, Universitas Bung Hatta, sejak 2005 hingga sekarang, tercatat 37 orang meninggal karena mengkonsumsi penyu.

    Kejadian terakhir di Dusun Sao, Pulau Sipora, 24 Maret 2013, menyebabkan 148 orang dilarikan ke rumah sakit, empat meninggal. Di antara korban tewas, ada bayi 11 bulan keracunan melalui air susu ibu.

    Berdasarkan penelitian Harfiandri, penyebab keracunan penyu di Mentawai, lantaran dalam daging mengandung arsenik.

    “Berdasarkan penelitian kadar toksin penyu lebih banyak dibandingkan ikan,” katanya.

    Pada daging penyu terdapat logam berat kadmium tiga kali lipat dibanding ikan dan kandungan merkuri 10 kali lipat lebih tinggi. Penyu juga mengandung arsenik, polutan organik persisten atau campuran berbagai pestisida. Pada daging hewan itu, katanya, juga ada mikroba penyebab tuberculosis dan salmonela.

    “Ini konsekuensi dari kebiasaan penyu yang mampu menjelajah samudera. Daya jelajah mencapai 10.000 kilometer.”

    Saat akan bertelur, penyu biasa datang ke Mentawai karena perairan jernih dan bersih. Setelah bertelur di 300 kepulauan kecil di Mentawai, mereka kembali menjelajah. Wilayah jangkauan penyu, katanya, bisa sampai ke Afrika atau Meksiko.

    Dalam perjalanan inilah, penyu bisa memakan logam berat dari alga atau ubur-ubur, yang menjadi makanan utama. Alga adalah jenis tumbuhan air paling banyak menyerap logam berat. Penyu yang dikonsumsi di Mentawai, rata-rata berusia lebih 50 tahun.

    Hampir semua penyu kini mengandung racun jika dibanding era 50 tahun lalu, umur penyu sampai 100 tahun.

    “Penyu sendiri tahan racun. Bila dikonsumsi manusia bisa fatal, bahkan masyarakat pedalaman Mentawai ada yang kena tumor payudara di Dusun Tiop. Tumor ini dari logam berat yang terkandung dalam daging penyu. Racun juga dapat masuk ke air susu ibu.”

    Soal tradisi berburu penyu di sepanjang pantai barat daya Mentawai, kata Harfiandri, memang masih sering dilakukan masyarakat.

    Di desa ini, katanya, ada rumah menyimpan sekitar 26 kerapas penyu yang tergantung di dinding. Dilihat dari jenis, katanya, merupakan penyu hijau dengan panjang rata-rata lebih satu meter. Di rumah itu pula jadi tempat mereka berunding memaparkan hasil buruan.


    Tangkap penyu dan posting di Facebook

    Di tempat berbeda, di Pantai Bataeit, Kecamatan Siberut Barat, seorang pemuda Mentawai dengan nama akun Facebook Silainge Mentawai memposting foto-foto penyu hasil buruan.

    Dari foto yang dia bagikan pada 18 Februari itu terlihat satu penyu dibawa dengan kapal kayu. Tampak puluhan butir telur penyu ditaruh dalam wadah plastik. Mirisnya, di dalam perut penyu yang dibedah itu terlihat ratusan kuning telur penyu yang menyerupai telur ayam.

    Postingan ini mendapat berbagai komentar dari para netizen, termasuk komentar Kepala BPSPL Padang, Muhammad Yusuf.

    Yusuf mengatakan, penyu merupakan hewan dilindungi. “Ini kan dilindungi, bisa kena hukum jika tetap mengkonsumsi,” tulisnya di kolom komentar. Hingga berita ini diturunkan, tak ada tanggapan dari si pemilik akun. (sumaterazone.co.id)

  • Wartawan Nusantara Semarakkan Fam Trip Sumatera Barat

    Wartawan Nusantara Semarakkan Fam Trip Sumatera Barat

    Wartawan se INDONESIA ikuti fam trip Sumbar

    Padang (SL)-Puluhan wartawan nusantara Se Indonesia, akan menjadi peserta Familiarization Trip atau lebih beken dengan sebutan Fam Trip, yang mulai berdatangan di Sumatera Barat dan berkumpul di Kota Padang, Senin (5/2).

    Fam Trip Wartawan rangkaian kegiatan Hari Pers Nasional 2018 itu bagian dari memperkenalkan promosi efektif wisata Sumatera Barat yang juga kekayaan wisana Nasional.

    “Fam Trip, Sumatera Barat mulai tanggal 6 hingga 7 Februari 2018. Sudah fix 50 peserta wartawan se Indonesia,” kata panitia local, Icha, dari Dekta Taur, di Padang.

    Juniardi, wakil ketua PWI Lampung bidang pembelaan wartawan, yang juga menjadi peserta Fam Trip, mengatakan ini adalah trik promosi pariwisata yang paling efektif adalah memperkenalkan langsung pada para wartawan. “Biarkan kita dan mereka temen temen wartawan melihat, menyentuh, merasa, mendengar dan menemukan langsung sensasi keajaiban alam dan budaya dengan destinasi yang kita miliki,” kata Juniardi, didampingi Rusidi, Kuni, Didis, dari PWI Riau, didampingi peserta lainnya, Widi, Allo Tani, NTT.

    Juniardi menambahkan sesuai undangan Panitia HPN, Fam Trip ke Sumatera Barat kali ini merupakan tahapan dari acara kegiatan Hari Pers  Nasional (HPN) 2018,

    Fam Trip ke Sumatera Barat sebagai salah satu destinasi potensial untuk pasar Nasional hingga International. ”Jadi mereka bisa melihat langsung dan bisa mengajak wartawana datang ke tanah Minang,” katanya.

    Famtrip, mendatangkan wartawan se Indonesia itu penting untuk serangan udara, efektif mempengaruhi opini publik traveler. “Karena itu, harus menggunakan media yang dibaca oleh masyarakat di sana,” katanya.

    Fam trip adalah perjalanan wisata untuk mengenalkan potensi wisata di Indonesia, maka program ini dikhususkan kepada mereka yang memiliki pengaruh luas untuk publikasi. (**)