Tag: testimoni

  • Testimoni: Kadisdik Lampung Harus Tahu Kebaikan Guru SMAN 4 Bandar Lampung Ini

    Testimoni: Kadisdik Lampung Harus Tahu Kebaikan Guru SMAN 4 Bandar Lampung Ini

    Saya berharap Kadis Pendidikan Provinsi Lampung Sulpakar beserta jajaran dan seluruh penggiat pendidikan membaca testimoni ini.

    Testimoni ini soal sosok seorang guru yang saya nilai luar biasa mengabdikan dirinya dalam dunia pendidikan kita.

    Nama guru itu Windu Prayogo. Ia adalah guru, sekaligus wali kelas kelas 12 di SMAN 4 Bandar Lampung.

    Saya sempat beberapa kali bertemu dengannya saat terima rapor siswa. Kebetulan anak saya adalah muridnya.

    Pak Windu juga sempat beberapa kali menghubungi saya melalui pesan WhatsApp. Secara rutin, Pak Windu juga rajin menuliskan informasi terkait kegiatan sekolah di WAG Wali Murid yang dikoordinirnya.

    Tentu saja itu hal biasa, dan saya pun menganggap apa yang dilakukan Pak Windu sesuatu yang umum dilakukan oleh seorang wali kelas.

    Sejak tahun lalu, Pak Windu rajin menulis pesan di WAG. Lewat media pertemanan itu ia mengabarkan soal maraknya aksi tawuran anak sekolah. Ia juga paling rajin mengingatkan orang tua/wali murid untuk menjaga dan mengawasi anak-anak di rumah.

    Kebiasaan itu saya anggap biasa, dan saya tidak pernah menanggapinya.

    Suatu hari saya dibuat kesal oleh sikapnya. Itu terjadi saat saya mengabari anak saya tidak bisa sekolah karena sakit. Pak Windu meminta saya mengirimkan foto bersama anak saya.

    “Maaf pak, tolong kirimin fotonya ya,” katanya.

    “Ah…lebay pula bapak ini, minta foto segala,” pikir saya jengkel.

    Permintaannya saya cuekin. Lagi pula saya sudah keluar dari rumah, mana mungkin saya bisa mengirimkan foto yang ia minta.

    Agak siangan, Pak Windu kembali menghubungi saya. “Saya tunggu fotonya ya Pak,” tulisnya.

    Pak Windu juga menuliskan permintaan maafnya, bahwa foto yang ia minta hanya untuk memastikan anak saya ada di rumah.

    “Semoga anak kita lekas sembuh,” tulisnya lagi.

    “Foto selfie yang saya minta semata untuk memastikan anak kita ada di rumah. Jangan sampai anak-anak kita terlibat aksi tawuran,” tulisnya lagi.

    Sontak saya terkesima. “Hebat betul Pak guru ini,” gumam saya.

    Sejak itu saya mulai kagum kepadanya.

    Kekaguman saya bertambah setelah mendengar cerita anak saya yang mengatakan bahwa Pak Windu itu “emang gitu”.

    “Orangnya baik betul, Yah. Semua orang di sekolah menyukainya. Orangnya ngebimbing betul,” kata anak saya.

    Puncak kekaguman saya terjadi belum lama ini. Ya Allah… saya ingin semua pembaca mengetahui ini, sebab peristiwa ini sudah sangat langka terjadi di dunia pendidikan kita.

    Begini ceritanya…

    Waktu itu masih pagi, sekitar pukul 07.30 wib. Dari dalam kamar saya mendengar rintik hujan dan mendengar  suara ketukan pintu, lumayan keras dan cepat. Saya mendengar salam yang terdengar diucapkan terburu-buru dari luar pintu.

    Ketika pintu saya buka, saya melihat Pak Windu sudah membuka helmnya.

    “Eh.. pak Windu, ada apa pak,” kata saya menyambutnya.

    *Da… a mana pak, masih tidur ya.” katanya sambil menjulurkan tangannya bersalaman.

    Astaga! Saya malu sekali rasanya. Terburu-buru saya membangun anak saya agar cepat-cepat pergi ke sekolah.

    Pak Windu melihat kepanikan saya. Tetapi dengan tenang ia mengatakan sebaiknya anak saya cepat diantar ke sekolah.

    “Hari ini sampai Sabtu anak-anak masih ujian Pak. Minta tolong dibantu supaya tidak kesiangan,” pesannya.

    Saya mengangguk malu, dan merasa ada sesuatu perasaan rasa yang membatin dari dalam hati, tapi sulit sekali saya ucapkan.

    Saya hanya bisa mengucapkan Terima kasih sambil menyalaminya lagi.

    Pak Windu pun pamit. Ia tampak terburu-buru ingin memacu sepeda motornya.

    “Tolong ya pak, diantar anaknya ke sekolah. Saya pamit karena harus ke rumah siswa lainnya. Assamu’alaikum ” ujar dia ramah.

    Saya memandangi punggungnya hingga menghilang di ujung tikungan dekat rumah. Astaga, hujan yang tadinya cuma rintik-rintik kecil tiba-tiba turun dengan deras. Saya membayangkan Pak Windu pasti kebasahan.

     “Ampun Pak Windu, tubuhmu kecil, tetapi hati mu besar sekali. Sehat terus ya Pak. Mohon maaf lahir dan batin,” doaku untukmu. (iwa)

    Note: Tulisan ini dibuat tanpa persetujuan narasumber. Pak Windu merasa apa yang ia lakukan sudah menjadi tugasnya. Tapi penulis tetap menulisnya untuk menjadi teladan bagi yang mulia para guru kita

  • Pendataan PKH ‘Sehago-hago di Tuba Barat, dan Testimomi Menyedihkan dari Dua Nenek Renta

    Pendataan PKH ‘Sehago-hago di Tuba Barat, dan Testimomi Menyedihkan dari Dua Nenek Renta

    Tulangbawang Barat (SL)-Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Tiyuh Karta Raharja, Tulangbawang Udik, Tulangbawang Barat  dituding ‘sehago-hago’ menetapkan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) hingga ramai diprotes warga.
    Sejatinya, bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Miskin (KM) yang telah ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH, juga  mencakup penyandang disabilitas dan lanjut usia sesuai  amanat konstitusi dan Nawacita Presiden RI.  Namun hal tersebut terindikasi diabaikan oleh Pendamping PKH Tiyuh Karta Raharja.
    Hendra Febriyadi (28), warga Karta Raharja membenarkan banyak warga di desanya yang tidak mampu tidak tidak tersentuh  PKH. “Di sini,  yang kebagian justru orang mampu. Kami protes,” tegasnya, Rabu (18/12/2019). Hendra menuding para pendamping  PKH tidak melakukan pendataan dengan benar dan terindikasi kuat melakukan praktik nepotisme.  “Silakan dicek, di sini yang  dapat justru oknum aparatur tiyuh, kerabat oknum pendamping atau petugas pendata.  Ini bukan dugaan, tapi  fakta, silakan cek di lapangan atau tanya langsung kebenarannya dengan kepala tiyuh,” jelasnya kepada sinarlampung.com.
    Menurutnya, selayaknya para pendamping PKH mengutamakan janda-janda resnta lagi yang hidup sendiri. Atau warga tidak punya penghasilan tetap masih membiayai sekolah anak-anaknya. Ia meminta pihak terkait dengan penetapan KPM PKH segera turun ke lapangan dan mengevaluasi KPM saat ini.
    Di tempat terpisah, Andi Setiawan, warga Dayamurni, juga mengungkapkan hal yang sama.  Dia menyarankan KK yang sudah tercatat sebagai KPM, namun mampu, sebaiknya dengan kemuliaan hatinya, mengundurkan diri. “PKH itu kan buat warga kurang mampu, seandainya benar tidak tepat sasaran, saya berharap agar yang bersangkutan mengundurkan diri melalui TKSK setempat,”  ujar Andi Setiawan yang dikenal sebagai  Admin Group Facebook Tulang Bawang Barat.
    Andi meminta Dinas Sosial Tulangbawang Barat serta  petugas PKH segera mendata ulang warga yang tidak mampu. “Data saja kembali, jika ada yang tidak pantas dicoret saja. Ini persoalan sensitif, jangan dipermainkan,” cetusnya.

    Bisa Menjadi Program Gagal

    Ahmad Basri S.IP, warga Karta Raharja, alumni  Universitas Muhammadiyah Jogyakarta (UMJ) tahun 1997 Fakultas Sospol dan Hubungan Internasional Jurusan Ilmu Politik khawatirkan program PKH menjadi program yang gagal. “Suksesnya program ini bukan semata dari besaran alokasi anggaran PKH, melainkan ketepatansasaran yang berkeadilan.
    “Jika tidak diawasi dengan ketat, di mana justru warga mampu yang dapat, maka dapat memicu terjadinya gesekan di masyarakat bawah. PKH harus berkeadilan. Pendataan harus dilakukan dengan cemat, transparan, dan dilakukan oleh pendamping yang memililki integritas,” tegasnya.
    Ahmad Basri membeberkan, dari investigasi yang dilakukan bersama teman-temannya, ada kecenderungan banyak yang  salah sasaran. “Bagi saya, ini menarik dimana fenomena hampir semua kebijakan Pemda yang basisnya ke bawah semuanya mengalami proses salah sasaran, karena ada kepentingan pribadi dan keluarga.” cetusnya.
    Dia berharap Pemda segera turun tangan. Semua data harus diubah, termasuk orang-orang yang di lapangan juga harus diubah. “Jangan mengambil RT- RK nya saja, melainkan harus merekrut  orang yang independen, yang paham  standar kemiskinan itu bagaimana. Intinya, kesalahan ada pada tingkat operasional karena tidak diawasi oleh Pemda sebagai pemegang kebijakan. Jadi Pemda harus mengevaluasi kembali, perlu ada perombakan semua,” harapnya.

    Sebuah Testimoni Menyedihkan: Dua Nenek Renta Miskin Tak Pernah Mendapat Bansos

    Untuk memverifikasi masalah ini, sinarlampung.com pun menemui Mbah Dul Kusaini (80) dan Mbah Tasilah (75) warga Tiyuh Kartaharja Rk 8. Dan astaga! Dua nenek-nenek miskin ini mengaku tak pernah tersentuh PKH, juga bantuan-bantuan lainnya.
    Wartawan Sinarlampung,com biro Tulangbawang Barat yang bertandang ke rumah dua nenek renta tersebut  mendapati kenyataan; keduanya betul-betul terabaikan, dan dibiarkan hidup miskin dan tak pernah tersentuh bantuan sosial dari pemerintah. Untuk bertahan hidup mereka mengandalkan kiriman anak-anaknya. Itu pun tidak rutin.  “Kami orang kecil, tak tahu harus mengadu kepada siapa. Kami tidak pernah ditanya-tanya (didata),” ujar Mbah Dul Kusaini  yang harus berjuang hidup sendirian karena suaminya sakit asam urat, lambung, dan pendengaran.
    Menanggapi itu, Pendamping PKH Tiyuh Kartaharja  Helda Guspiani S.Pd mengungkapkan, Dirinya tidak pernah melakukan pendataan langsung terhadap warga penerima PKH. Namun pihaknya hanya menerima data dan nama penerima dari pemerintah pusat langsung melalui Bank Mandiri.
    “Yang mendata itu bukan kami, tapi pihak pemerintah pusat melalui data yang diperoleh dari statistik. Terkait adanya warga yang sudah dianggap mampu namun mendapatkan bantuan PKH, kami sudah melakukan sosialisasi agar warga terkait mengundurkan diri. Pastinya kami pendamping sebatas menjalankan data yang sudah ada,” imbuhnya.(Angga)