Jakarta (SL) – Utang ternyata menjadi alasan pemerintah belum bisa menggratiskan sepenuhnya tarif tol jembatan Suramadu. Hal ini diungkap oleh Gubernur Jatim Soekarwo, Kamis (4/2/2016). Menurut Pakde Karwo, pembangunan tol jembatan Suramadu sepanjang 5,438 kilometer menelan anggaran Rp 4,5 triliun. Jembatan ini diresmikan penggunaannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bulan Juni 2009 lalu.
Dari anggaran Rp 4,5 triliun tersebut untuk membangun jembatan Suramadu, ternyata sebagian merupakan hasil pinjaman alias utang dari luar negeri. Meski telah dicicil selama beberapa tahun, tapi saat ini utang yang belum dibayar nilainya masih mencapai 168 juta dolar Amerika.
“Itulah pertimbangannya, sehingga tarif tol tidak bisa langsung gratis dan hanya turun 50 persen. Karena masih punya hutang,” tegasnya, di Gedung Negara Grahadi. Dikatakan Gubernur dua periode ini, setiap tahun penerimaan yang masuk ke negara dari tol Suramadu sebesar Rp 209 miliar. Dari jumlah itu, Rp 100 miliar dipakai untuk membayar cicilan utang dan Rp 9 miliar untuk biaya maintenance.
Khusus biaya maintenance, Pakde Karwo menilai biayanya kurang dan harus ditambah, karena yang dirawat adalah jembatan canggih dan terpanjang di Indonesia. “Makanya saya minta untuk maintenance ditambah menjadi Rp 50 miliar,” tukasnya. Meski demikian, pihaknya, kata Pakde Karwo tetap berharap negara mau membayar dan menanggung sisa hutang yang dipakai untuk membangun jembatan Suramadu.
“Dengan begitu, tarif tol (Suramadu) nantinya bisa gratis sepenuhnya,” harapnya. Hal itu dinilai penting, karena perkembangan masyarakat Madura setelah dibangunnya Jembatan Suramadu ternyata masih lambat akibat masih terbebani biaya tarif tol. Meski potensi perekonomian cukup besar, orang dari luar Madura masih enggan berinvestasi di Pulau Garam jika masih dibebani biaya tarif tol yang cukup tinggi.
Pakde mencontohkan, potensi bidang pertanian khususnya setelah ditemukan tebu tanah kering yang sering disebut Pasuruan Jatim 1 (PSJT 1). Namun, setelah diproduksi dengan jumlah banyak dan dikirim ke luar Madura, ongkosnya menjadi mahal, dan membuat gairah petani tebu turun drastis. Karena margin yang rendah dari harga tebu tersebut dan seringkali mengalami kerugian. “Salah satunya ya karena terbebani biaya tol. Sehingga tujuan awal agar Madura maju di sektor perkonomian jadi tergerus,” imbuhnya, mengingatkan.(tribunnews)