Tulangbawang – Sudah hampir sebulan, warga Kilometer 26, Kampung Bakung Ilir, Tulangbawang menyiapkan lahan kebunnya untuk ditanam sembari menunggu musim hujan datang. Lalu, pada Rabu (8/11/2023), tiba-tiba warga diserang seratusan orang. Presiden Jokowi dan Kapolri diminta turun tangan
Diduga, ratusan orang penyerang itu adalah para pekerja sebuah perkebunan tebu dan pabrik gula terbesar di Lampung. Beberapa media online menyebutkan bahwa massa penyerang adalah pekerja dari PT Sugar Grup (SGC).
Tiga orang mengalami luka serius dari penyerangan itu. Bahkan 1 orang mengalami sobek bagian hidung.
Warga yang terluka dilaporkan telah berobat sekaligus visum ke Rumah Sakit Umum Daerah Menggala (RSUDM).
Para warga yang tengah menyiapkan lahan mengaku bingung dan bertanya-tanya, “Mengapa mereka diserang di atas lahan mereka sendiri.”
Ada dugaan, penyerangan dilakukan lantaran PT SGC tidak senang. Apalagi PT SGC pernah melaporkan masyarakat adat ke Polres Tulangbawang penyerobotan lahan.
Namun, menurut warga, setelah melihat bukti-bukti yang sumbernya dari masyarakat atau warga sekitar, tidak ditemukan penyerobotan bahkan sebaliknya perusahaan yang menyerobot lahan warga.
Kini, warga tak tahu harus berbuat apa. Mereka hanya meminta tolong kepada Presiden Jokowi dan Kapolri secepatnya menyelesaikan permasalahan mereka.(red)
Tulang Bawang (SL)-Masyarakat Kampung Banjar Dewa, Kecamatan Banjar Agung amat menyayangkan sikap Pemerintah Kabupaten Tulangbawang melalui Dinas terkait pembiaran adanya lapak yang tidak mengatongi ijin di kampung tersebut.
Salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya menuturkan lapak tersebut sudah berjalan sebulan lalu namun hingga kini belum mengatongi ijin. “Ironisnya sampai saat ini pihak Pemerintah Tulangbawang melalui Dinas terkait belum melakukan penertiban dan penutupan kendati dampak yang ditimbulkan merugikan masyarakat terkait limbah dan PAD Pemkab Tulangbawang,” bebernya.
Lebih lanjut dirinya meminta kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Penanaman Modal, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Lingkungan Hidup (DLHD) serta Dinas Pekerjaan Umum, agar meninjau lapak tersebut dimana jelas-jelas mengangkangi aturan Perda Pemkab Tulangbawang. “Bila mana persoalan ini di biarkan berlarut-larut maka di khawatirkan setiap insvestor yang masuk ke Tulangbawang tidak mentaati Perda atau Peraturan yang diberlakukan pemerintah setempat,” tegasnya.
Sementara itu Kepala Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Tulangbawang Halik Syahril saat dikonfirmasi terkait adanya lapak singkong yang tidak memiliki ijin di Kampung Banjar Dewa, Kecamatan Banjar Agung pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak dinas lainnya terkait langkah dan penanganannya. “Saya akan berkoordinasi dengan pihak dinas terkait, termasuk dengan sekda guna menertibkan lapak singkong yang tidak memiliki ijin namun tetap beroperasi,” jelasnya.
Lebih lanjut Halik Syahril tugas fungsi Pol PP pelaksanaan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum dan perlindungan masyarakat serta Penegakan Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, dan Keputusan Bupati dengan aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan atau aparat penegak hukum. “Menyikapi hal tersebut secepatnya akan kami tindak lanjut,” tegas Halik Syahril. (sptb/mardi)
Bandarlampung (SL)-Panitia Khsusus (Pansus) SGC DPRD Kabupaten Tulangbawang mengeluarkan sedikit 45 catatan rekomendasi, dan menemukan dugaan pelanggaran UU, Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan kerugian negara selama 20 tahun perusahaan gula terbesar se asia tenggara beserta perusahaan yang beroperasi di Lampung.
Berdasarkan laporan kerja dan kesimpulan Pansus yang diketuai Novi Marzani BMY,S.Sos,MH. Dari Partai Gerindra tertanggal, 10 November 2017 itu, akan memanggil para owner SGC, diantaranya Gunawan Yusuf (pemilik perusahaan), Lee Couhault (pemilik perusahaan) dan Arinal Djunaidi (mantan Kadis Kehutanan Provinsi Lampung).
Selain itu tertulis juga nama yang akan dipanggil , yang lainnya yang akan dipanggil yakni Fauzi Toha (Site Director SGC), Heru Sapto Handoko (Manager Administrasi SGC), Joyo Winoto (mantan Menteri Agraria), Poedjono Pranyono (mantan Gubernur Lampung), Oemarsono (mantan Gubernur Lampung), BPPM Kabupaten Tulang Bawang, Kantor Pajak Kotabumi, Lampung Utara, Andy Achmad Sampurnajaya (mantan Bupati Lampung Tengah), Abdurrachman Sarbini (mantan Bupati Tulang Bawang), Kepala Kantor BPN Tulang Bawang, Kepala Kantor Wilayah BPN Lampung.
“Perlu memang para pihak tersebut untuk menyelesaikan persoalan terkait HGU SGC. Selain itu, juga terkait penyerobotan tanah warga, tanah ulayat dan lahan konservasi berikut lahan cadangan transmigrasi,” katanya, tertulis dalam laporan Pansus SGC, Senin (13/11).
Dalam laporan kerja Pansus ditemukan fakta berdasarkan kajian data-data yang disampaikan masyarakat kecamatan Gedong Meneng dan Dente Teladas yaitu selama lebih dari 20tahun hak atas tanah di wilayah tersebu telah dikuasai melalui HGU PT ILBM, PT ILP, dan PT ILCM.
Atas hal itu berdampak pada masyarakat dirugikan secara berkelanjutan karena tidak dapat tersentuh pembangunan dan bantuan program-program pemerintah daerah maupun pusat. Terlebih program sertifikasi nasional yang dicanangkan pusat. Padahal, sesuai isi laporan, masyarakat telah tinggal dan bermukim secara turun temurun sebelum hadirnya pabrik dan perusahaan gula yang ada di SGC. “Berapa Ha atas tanah di wilayah tersebut merupakan hak masyarakat sepenuhnya,” tegas Novi Marzani.
Untuk diketahui bersama bahwa pembentukan Pansus SGC DPRD Kabupaten Tulangbawang resmi dibentuk setelah diputuskan dalam rapat paripurna tertanggal 31 Juli 2017 yang dipimpin Ketua DPRD Kabupaten Tulangbawang Sopi,i.
Seluruh fraksi di DPRD tersebut mengutus wakil diantaranya fraksi Gerindra Novi Marzani dan Sondang Rajagukguk, Fraksi Nasdem Fery Rudi Yansirona dan Ahid Hatianto. Lalu fraksi PKS dan Hanura Kamal dan Maryanto. Sementara fraksi PKD Hairul dan Zainudin. PDI Perjuangan Edi Saputra dan Bambang Sumedi, fraksi PAN Holil dan Mukhlas Ali sedangkan fraksi Golkar Hi.Munzir. (nt/red)
Bandarlampung (SL)- Ratusan masyarakat, bersama OKP, LSM dan Mahasiswa se-Lampung yang tergabung dalam Front Lampug Menggugat (FLM) menggelar aksi didepan kantor DPRD Provinsi Lampung, Rabu (8-11-2017).
Mereka menyoal dugaan pelanggaran HGU oleh perusahaan industry gula, Sugar Group Company. FLM meminta DPRD provinsi Lampung mencabut HGU SGC, dan mengusir SGC, karena dianggap merugikan masyarakat Lampung.
Ketua DPD Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Provinsi Lampung Edwinata dalam orasinya mengatakan agar DPRD Provinsi Lampung segera mengukur ulang HGU yang dilakukan oleh SGC. “Tidah hanya itu, SGC juga selalu menganggu politik di Lampung untuk mengamankan kepentingannya. Mari kita usir koorporasi yang selama ini telah menghantui dan menjajah masyarakat Lampung,” Lantang Edwin.
Wendi yang mewakili OKP Gapensa Tulang Bawang yang hari ini bergabung dalam FLM juga menuntut kebijakan DPRD untuk segera mencabut HGU SGC karena disinyalir telah menyengsarakan masyarakat. “Kami menuntut agar tanah masyarakat diganti 100% dan ganti rugi seluruhnya sejak SGC mencaplok tanah rakyat, kita juga akan gugat SGC sampai pengadilan,” katanya.
Sementara Koordum FLM Aprino, meminta perwakilan DPRD Provinsi Lampung untuk keluar dan menanggapi persoalan SGC yang selama ini diam. DPRD Provinsi Lampung diminta untuk tidak tidur menyikapi persoalan tersebut.
Husni Mubarok yang mewakili HMI Cabang Bandar Lampung menyampaikan bahwa masyarakat Lampung ingin sama harkat maartabatnya dengan Provinsi lain, agar Lampung bisa terus maju dan sejahtera. “DPRD yang sebagai badan pengawasan mengapa diam dan tidak ada tindakan seolah tidur. Tanah Lampung ini warisan nenek moyang kita, hak kita bukan hak SGC.” Tegas Husni yang juga dikenal sebagai Ketua LCW tersebut.
Meskipun Hujan tidak menyurutkan semangat FLM menyuarakan aspirasinya, sampai perwakilan FLM diminta masuk untuk menyampaikan persoalannya dihadapan anggota DPRD Provinsi Lampung dan pansus SGC.
“Kalau SGC ini perusahan besar artinya Lampung ini tidak akan miskin, jika perusahaan tersebut tertib pajak. Dalam hal ini kita minta ada proses transparansi, audit dari awal, baik itu dalam soal pajak dan yang lainnya,” lanjut Aprino
Aprino juga meminta, baik itu pansus ataupun angota tertinggi DPRD Provinsi Lampung untuk turun Langsung bersama masyarakat agar masyarakat tenang dan diberi kejelasan atas persoalan tersebut.
Sudirman, mengaku perwakilan dari desa Dente kecamatan Gedung Meneng Tulang Bawang menyampaikan meminta kejelasan dalam menyikap SGC. “Kami merasa terhempit oleh SGC karena lahan kami sudah diklaim menjadi HGU SGC. Apa yang di sepakati dulu saat SGC membuka perusahaan gula yang menjamin akan menyerap tenaga kerja lokal untuk di berdayakan semuanya kini bertolak belakang, justru saat ini merasakan kesengsaraan dampak dari SGC,” katanya
Hadir pula dalam pertemuan itu Pansus SGC yang diketuai Novi Marsani dari fraksi Gerindra DPRD Tulang Bawang. Dalam penyampain hasil investigasi yang selama ini dijalani, ada beberapa ganjalan-ganjalan, meskipun demikian pansus SGC akan tetap minindak lanjuti dan akan terus perjuangkan hak hak masyarakat.
“Berdasarkan investigasi pansus yang telah kami lakukan selama ini, kami menemukan bahwa SGC telah melakukan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Tulang Bawang, SGC telah meng HGU kan Kampung yang berdiri sebelum perusahaan. Sampai pada hari ini kita konsultasi bersama DPRD Provinsi Lampung untuk memperjelas persoalan tersebut dan mencari langkah-langkah yang Pro terhadap masyarakat,” terangnya.
“Meskipun kami tim pansus SGC tinggal empat orang, tapi semangat kami tidak akan mundur untuk memperjuangkan hak-hak rakyat. Dari tujuh fraksi yang tergabung dalam pansus SGC skrang tinggal tiga, itu juga yang menjadi tanda tanya kami ada apa sampai teman-teman yang lain keluar dari pansus,” tambahnya.
Ditempat yang sama, Imer Darius selaku salah satu pimpinan tertinggi DPRD Provinsi Lampung menyampaikan bahwa DPRD Provinsi Lampung tentu akan menerima masukan dan bahan yang deberikan baik secara lisan maupun tertulis untuk di kaji lebih lanjut guna menecahkan persoalan tersebut.
Wakil Ketua IV, Johan Sulaiman menambahkan bahwa apa yang sudah dilakukan oleh pansus SGC perjuangannya sngat luar biasa dan patut di Apresiasi. “Kita akan kroscek data yang diberikan. Harapan kami selaku DPRD adalah tuntutan FLM agar terealisasi. Kami bersama masyaarakat dan pansus akan trus menindak lanjuti persoalan itu,” tandasnya.
Hermawan, selaku koordinator presidium Front Lampung Menggugat (FLM) mengatakan, “kita sudah sama-sama melihat apa yang sudah terjadi dan dilakukan oleh SGC. Maka dari itu, kami meminta dengan hormat DPRD dapat segera memenuhi tuntan kami yakni,
Lakukan Penelitian Ulang terhadap seluruh berkas laporan operasional SGC, Lakukan pengukuran ulang luas lahan HGU P.T. GPA dan HGU anak perusahaan SGC lainnya, Lakukan perhitungan ulang besarnya seluruh pajak yang dibayar SGC. Hentikan campur tangan pendanaan SGC pada setiap kegiatan politik, termasuk
“Pilkada di seluruh Provinsi Lampung dan bila point 1 hingga 4 tidak diindahkan, usir segera SGC dari bumi Sang Bumi Rua Jurai, karena tidak ada manfaatnya bagi masyarakat Lampung, malah menimbulkan kesengsaraan rakyat yang berkepanjangan serta merusak sistem Demokrasi di Provinsi Lampung,” pungkas Ketua DPW APSI Lampung itu,” kata Hermawan.
Dalam kesempatan yang sama, Patimura yang juga sebagai salah satu pimpinan tertinggi DPRD Provinsi Lampung, mengajak teman-teman dari seluruh elemen masyarakat, OKP, LSM dan Mahasiswa untuk terus berjuang melawan penjajahan model baru yang dilakukan SGC. “Untuk data yang telah di serahkan smoga bisa menjadi bahan kajian kita smua mendapatkan titik teran,” katanya.
Dalam selebaran FKL menyebutkan Provinsi Lampung menempati top ranking dalam kasus konflik pertanahan di Indonesia dan tidak pernah terselesaikan hingga kini, seperti Api Dalam Sekam. Hampir tak ada niat para pemangku kekuasaan yang dipercaya oleh Rakyat untuk menyelesaikannya. Selingkuh antara Penguasa dan Pengusaha tampak jelas dimata Rakyat.
Konflik terjadi karena adanya Tanah Milik Rakyat, Hak Ulayat, dan Kawasan Konservasi yang diserobot, dirampok oleh perusahaan-perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU). Padahal kepemilikan tanah oleh rakyat, Hak Ulayat dan kawasan konservasi dilindungi oleh Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, ataupun berupa Peraturan Menteri.
Lampung, pada wilayah kawasan HGU yang kini dikuasai Sugar Group Companies (SGC), sebelumnya dikuasai Salim Group, sejak awal terjadi pelanggaran-pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Tanah Warga, Tanah Hak Ulayat, dan Kawasan Konservasi dimasukkan kedalam HGU, dirampas secara sewenang-wenang.
SGC, melalui perusahan-perusahaan pemegang HGU: P.T.SIL, P.T. ILP, P.T. GPA,P.T. GPM, PT BSSS dan PT.ILD, melakukan penyerobotan terhadap tanah warga, hak ulayat, wilayah konservasi di Kabupaten Tulangbawang dan Kabupaten Lampung Tengah. (nt/jn)