Tag: Unisba

  • Meiza Penderita Difabel Yang Nekad Kuliah di UNISBA Demi Cita-cita

    Meiza Penderita Difabel Yang Nekad Kuliah di UNISBA Demi Cita-cita

    Bandung (SL)-Eks Mahasiswi Universitas Islam (UNISBA) Astri Meiliawati Agustin atau disapa Meiza merupakan wanita difabel yang punya slogen “Lampaui Batasmu” untuk memberi semangat dirinya sendiri. Meiza kehilangan Pendengaran sejak usia dua tahun.

    Kehilangan pendengaran tidak menyurutkan tekadnya untuk tetap mengenyam pendidikan. Alasan melanjutkan studi untuk menemukan relasi baru dan membuka jaringan yang lebih luas. Secara pribadi yang membuatnya selalu semangat adalah sosok seorang ibu.

    “Bagi saya alasan untuk terus semangat adalah ibu. Dengan harapan melanjutkan kuliah akan membuat masa depan cerah,” tuturnya kepada Sinarlampung. Sabtu, 29 Oktober 2022.

    Mantan Pelajar yang dilabeli sebagai lulusan terbaik dan berprestasi di SMA ini menyebut, kuliah baginya penting karena kesempatan berkarier semakin luas, peningkatan soft skill dan mengembangkan minat. “Kesempatan memiliki banyak teman dan untuk persiapan kerja,” tambahnya.

    Awal Kuliah di UNISBA

    Awal-awal masuk kuliah, Meiza terfokus untuk masuk kelas dan mengenal dosen dan materi yang menjadi pembahasan. Dia pun mengikuti beberapa organisasi di kampus, diantaranya KSR PMI Unit UNISBA, KAMMI, BOM-PAI dan UKU.

    “Saat menjadi mahasiswa bukan hanya belajar di kelas saja, namun banyak tempat lain untuk belajar karena saya suka mengikuti beberapa kegiatan dan organisasi. Alhamdulillah saya juga dapat beasiswa Baitul Maal dari jalur mahasiswa aktivis,” ungkap Meiza.

    Sementara prodi yang ia pilih adalah Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Hal ini menjadi alasan, karena ingin bergelut di dunia perekonomian. Terlebih, waktu SMA Meiza kerap mengikuti beberapa olimpiade terutama di bidang ekonomi.

    Lanjutnya, UNISBA termasuk kampus Islam terbaik di Bandung, kurikulum terakreditasi, bangunan dan fasilitas yang memandai. Selain itu, biaya perkuliahan lebih murah. Poin lainnya UNISBA juga sebagai kampus dengan suasana agamis dan keislaman yang baik.

    Lebih lanjut menurutnya, untuk awal perkuliahan sekitar semester satu dan dua pembelajarannya tatap muka (offline), proses belajarnya lebih ke baca buku. Karena tidak semua perkuliahan menyediakan materi yang bisa dibaca seperti materi infokus dan modul.

    Kesulitannya yang ditemui yakni, tidak semua penjelasan dapat dimengerti karena kata-kata baru dan perbedaan cara pengucapan. Selain itu, Komunikasi sehari-hari wajib memakai lips reading sehingga sangat kesulitan memahami pembicaraan yang cepat.

    Kemudian saat Meiza duduk di semester tiga dan empat, metode pembelajaran dilakukan secara online karena adanya pandemi Covid. Sehingga pembelajaran lebih sering membaca materi yang diberikan.

    Lebih jauh, Meiza menjelaskan, pembelajaran online sangat sulit memahami dosen karena tampilan gadget sering loading, patah-patah dan kurang jernih. Biasanya banyak menulis materi yang diberikan ketimbang menyimak perkataan dosen.

    Diharapkannya, ilmu dan pengalaman yang didapat dari UNISBA dapat bermanfaat baik di dunia maupun akhirat. “Membanggakan ibu, semakin berani dalam menghadapi tantangan dunia baru, terus berkembang, mendapatkan pekerjaan bagus, membangun bisnis serta melanjutkan studi Pascasarjana,” katanya.

    Meiza juga berharap, UNISBA menjadi kampus berkualitas, mencetak lulusan yang mampu bersaing di dunia luar, berkembang lebih luas dari segi lingkungan dan setiap jurusan lebih banyak peminat dan menjadi kampus favorit.
    “Serta kebijakan untuk mahasiswa difabel semakin baik,” imbuhnya.

    Pesan Meiza Kepada Penderita Difabel

    Menurut Meiza, mendapatkan takdir sebagai seorang yang kekurangan bukan hal indah dan bukan pula kehidupan yang mudah dijalani. Tetapi perlunya menanamkan pikiran positif terhadap Sang Pencipta, bahwa karunia-Nya lebih besar.

    “Artinya, terutama saat kita benar-benar ingin menyerah, ingatlah tujuan dan niat utama dari perjuangan yang sedang dijalani. Untuk apa kamu hidup?. Seperti apakah hanya mengejar kebahagiaan semata?. Apakah untuk membuat seseorang bangga?,” tutur dia.

    Dia menyarankan, untuk menjadikan Hinaan atau pengasingan sebagai motivasi untuk melangkah lebih jauh. Maka, memutuskan dan beranjak dari zona nyaman adalah jalan terbaik.

    “Temukan tempat dimana kamu akan diterima dan dihargai. Jangan putus harapan, bahkan sa’at tubuh sudah terasa lumpuh, hati terasa hancur, beban pikiran serasa tak ada jalan keluar, bahkan sa’at hidup sudah seperti di ujung tanduk, ingatlah bahwa Allah tahu kamu mampu,” paparnya.

    Menurut hematnya, tidak ada kata terlambat untuk hal apapun yang diinginkan. Tidak masalah seberapa lambat perjuangan dan usaha asalkan tidak pernah berhenti. “Ubahlah hidupmu hari ini,” tandasnya.

    Masa Kecil Meiza

    Menurut ceritanya, Meiza adalah anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Agus Sunarya dan Mimin Nurhayati. Kedua orang tua Meiza berpisah sejak usianya masih belia dan tidak pernah bertemu ayahnya.

    Berlatar belakang kondisi perekonomian keluarga yang tidak terlalu bagus, dibesarkan orang tua tunggal yaitu ibunya.

    Meiza masih bisa berbicara seperti biasa, namun seiring berjalannya waktu suara pun ikut berbeda (tidak seperti dahulu) karena syaraf THT. Kehilangan pendengaran atau tuna rungu. sejak kelas dua SD dan dan terus memburuk hingga permanen.

    Diketahui, saat ini Meiza bekerja sebagai marketing online hampir satu tahun, pekerjaan ia dapatkan sebelum wisuda program sarjana.
    Sebelumnya, saat masih kuliah, ia juga pernah bekerja menjadi model pakaian dan admininistrasi online. (Heny)

  • Cerita Perjalanan Kampus Berbasis Islam UNISBA

    Cerita Perjalanan Kampus Berbasis Islam UNISBA

    Bandung (SL)-Kepala Bagian Komunikasi dan Humas Universitas Islam Bandung (UNISBA), Firmansyah memaparkan sejarah singkat awal berdirinya kampus pendidikan berbasis islam ini kepada Sinarlampung secara eksklusif. Rabu, 21 September 2021.

    Dia menyebutkan, berdirinya UNISBA berawal dari pandangan sekelompok orang yang merasa bahwa muslim harus maju dan berpendidikan. Atas inisiatif tersebut, akhirnya didirikanlah sebuah institusi pendidikan yang kemudian berganti menjadi universitas dengan tiga Fakultas.

    “Institusi ini berbasis keislaman dengan pendidikan Islam selalu ada sebagai perjuangan kita. UNISBA terdiri dari tiga fakultas yakni Syariah, Dakwah dan Tarbiyah,” ujarnya kepada Sinarlampung.

    Dalam wawancara ekslusif tersebut, wartawan Sinarlampung berhasil merangkum informasi seputar sejarah berdirinya UNISBA. Berikut ulasannya…

    Sejarah Awal UNISBA

    Pada tahun 1957, sejumlah tokoh umat Islam Jawa Barat bersama beberapa ulama yang pada saat itu menjadi anggota Konstituate, menggagas kaderisasi pemimpin umat yang faqih fiddin di masa mendatang.

    Pada tanggal 15 November 1958, gagasan tersebut diwujudkan melalui pendirian Perguruan Islam Tinggi (PIT), di bawah Yayasan Pendidikan Islam dengan Akte Notaris Lie Kwie Nio, nomor 42. Para pendiri yang tercantum pada akte Notaris yaitu, Prof. Sjafie Soemardja, dr. H. Chasan Boesoiri, Drs. Achmad Sadali, Oja Somantri, R. Kosasih, R. Sabri Gandanegara dan Dadang Hermawan.

    Kemudian tahun 2007 Yayasan Pendidikan Islam diubah dengan Akte Notaris Dadang Abdul Haris Kosidin, SH., Nomor 07, tertanggal 22 April 2007, menjadi Yayasan Universitas Islam Bandung (Yayasan UNISBA).

    Maksud dan Tujuan UNISBA

    Secara filosofis, dibalik semua itu terkandung harapan akan pelaksanaan ajaran Islam, dalam arti yang seluas-luasnya, terutama dalam menyiapkan manusia Indonesia yang berpendidikan tinggi, bertanggung jawab terhadap bangsa, negara, dan umat manusia yang berdasarkan pada pencapaian ridha Allah Swt.

    Selanjutnya, kehadiran perguruan tinggi ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Barat di tengah berbagai macam corak perguruan tinggi pada waktu itu.

    Pembentukan perguruan tinggi ini mendapat dukungan sepenuhnya dari masyarakat Jawa Barat melalui para anggota DPRD-GR Propinsi Jawa Barat.

    Awal Perkuliahan UNISBA

    Untuk pertama kalinya, kegiatan perkuliahan diselenggarakan di Gedung Muslimin, Jalan Palasari, nomor 9, Bandung. Setahun kemudian (1960), kegiatan akademik dipindahkan ke Jalan Abdul Muis, nomor 73, Bandung.

    Pada tahun 1967, Perguruan Islam Tinggi (PIT) berubah menjadi Universitas Islam Bandung (UNISBA) yang dipimpin oleh Prof. T. M. Soelaeman, M.Sc., EE. Sejak tahun 1972, seluruh kegiatan universitas diselenggarakan di kampus biru, yaitu di Jalan Tamansari nomor 1, Bandung, di atas tanah seluas 10.808 m2, yang disediakan Pemerintah Daerah Kotamadya Bandung.

    Berbekal swadana dan swadaya kaum muslimin, didirikan bangunan-bangunan semi permanen untuk ruang kuliah, kantor, perpustakaan, fasilitas akademik, Masjid Al-Asya’ari Unisba, dan aula serbaguna.

    Karena jumlah mahasiswa semakin bertambah dan program akademik semakin banyak pada tahun 1980, dibangun kampus II di Ciburial Dago, lebih kurang 7 km dari kampus di Tamansari. Kampus II tersebut dibangun pada lahan sumbangan dari H. Amir Machmud (Menteri Dalam Negeri pada waktu itu).

    Sejak tahun 1987, seluruh kegiatan akademik dan kemahasiswaan dipusatkan kembali di kampus Jalan Tamansari, sedangkan kampus II Ciburial digunakan untuk kegiatan pesantren mahasiswa, pertemuan-pertemuan ilmiah, penataran, dan pelatihan. (Rls/Heny HDL)