Tag: Wartawan Meninggal

  • Pagi Nyaris Duel dan Sempat Dicekik Camat, Malamnya Wartawan Media Nusantara Ditemukan Tewas?

    Pagi Nyaris Duel dan Sempat Dicekik Camat, Malamnya Wartawan Media Nusantara Ditemukan Tewas?

    Lampung Tengah (SL) – Tursiman wartawan Media Nusantara Grup yang bertugas liputan di wilayah Kabupaten Lampung Tengah, meninggal dunia, Dikediamannya,  Selasa (20/11/2018) sekitar pukul 00.00 WIB. Pagi sebelumnya di sempat nyaris duel dengan seorang camat, yang kesal karena pemberitaan Puskesmas di wilayahnya.

    Meninggalnya Tursiman tersebut masih misteri. Tursiman sempat menceritakan peristiwa selisih pahamnya dengan Pursulistiono, Camat Sendang Agung, Kabupaten Lampung Tengah tersebut.

    Setelah kejadian intimidasi yang dilakukan Camat Sendang Agung terhadapnya, Tursiman langsung bergegas menghubungi pimpinan redaksi Media Nusantara dan menceritakan kronologis permasalahan tersebut, bahwa dirinya bertemu dengan Camat Sendang Agung yang diketahui bernama Pursulistiono di kantor Camat Sendang Agung.

    Pertemuan yang tidak disangkanya hingga berbuntut pada kenaikan pitam seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) secara arogansi seperti seorang preman, hingga mengajak dirinya berkelahi.

    “Leher saya di cekik oleh Camat Sendang Agung, dia mengajak saya berkelahi dan mengajak saya sebunuh-bunuhan, siapa yang mati duluan kata camat itu kepada saya, awalnya saya gak nyangka dia mau berbuat seperti itu, karena masalah berita Puskesmas Sendang Agung itu kan bukan camatnya yang saya beritakan, tapi dia yang marah-marah naik darah. Bahkan Camat itu ngomong kalau pangkatnya siap di copot,” tutur Tursiman kepada Hairudin, HS, SE pimpinan redaksi Media Nusantara.

    Setelah mendapat keterangan yang diceritakan Tursiman tersebut, pada redaksi langsung mengkroscek atas kebenaran yang dilakukan Camat tersebut, saat dikonfirmasi dengan menghubunginya melalui via celluler, Pursulistiono Camat Sendang Agung berdalih atas adanya intimidasi yang dilakukannya terhadap Almarhum Tursiman.

    “Kalau saya cekik enggaklah, gak sampai segitunya, selama ini dia memang sering komunikasi dengan baik dengan saya, tapi saya pegang bajunya saja ya,” kilahnya Pursulistiono.

    Saat ditanya alasan arogansinya terhadap Tursiman tersebut, Pursulistiono mengatakan ia merasa kecewa terhadap Tursiman atas pemberitaan Puskesmas Sendang Agung tersebut.

    “Seminggu yang lalu kan ada peningkatan akreditasi jadi saya minta jangan ada berita negatif dulu saya bilang sama Tusiman, kalaupun ada dikonfirmasi terlebih dahulu agar ada perbaikan pada puskesmas itu, karena kami takut tujuan kami gagal meminta puskesmas itu ada rawat inap,” dalilnya.

    Pengakuan Camat Sendang Agung dengan pimpinan redaksi Media Nusantara atas perlakuan arogansinya terhadap wartawan tidak patut dicontoh karena notabene-nya seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).

    Hairudin HS, SE mengungkapkan akan melakukan langkah-langkah atas kejadian tersebut, karena menurutnya dari rekaman kejadian yang dikirim oleh Almarhum Tusiman dan pengakuan Camat Sindang Agung saat dikonfirmasi sangat jelas bahwa adanya intimidasi tersebut.

    “Kalau bahasa camat itu sudah jelas dia melakukan itu dengan kalimat yang keras, Camat itu berkilah dengan alasan dia emosi, apakah pantas seorang ASN tingkah lakunya seperti itu kepada wartawan, setelah kejadian itu malamnya Tusiman Almarhum, sekitar pukul 22.00 WIB almarhum masih berkomunikasi menanyakan langkah permasalahan itu,” terangnya Hairudin.

    Ia berharap kepada pemerintah Kabupaten Lampung Tengah agar menindak tegas atas arogansinya seorang Camat Sindang Agung tersebut.

    ‌”Saya berharap bupati dapat melakukan tindakan tegas terhadap camat ini, apabila perlu dipecat camat itu, sesuai bahasa kesombongannya dalam rekaman yang dikirim almarhum kepada saya, bahwa dia siap melepaskan jabatannya selaku ASN atau Camat Sindang Agung pada saat perdebatan itu berlangsung. Parahnya lagi, arogansinya mengajak wartawan (Almarhum Tusiman) berkelahi sebunuh-bunuhan siapa yang mati duluan,” jelas Hairudin sembari mendengar rekaman yang dikirim Almarhum. (team)

  • Wartawan Meninggal di Penjara, PWI Sesalkan Dewan Pers Tak Aktif Memediasi

    Wartawan Meninggal di Penjara, PWI Sesalkan Dewan Pers Tak Aktif Memediasi

    Kalimantan Selatan (SL) – Muhammad Yusuf telah terbujur kaku. Pria berusia 42 tahun itu menghembuskan nafas terakhir di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kotabaru, Kalimantan Selatan, Minggu siang (10/6/2018).

    M. Yusuf adalah wartawan media online/siber Kemajuan Rakyat.

    Menurut Kapolres Kotabaru, Ajun Komisaris Besar Suhasto, setengah jam sebelum meninggal dunia Yusuf mengeluhkan rasa sakit pada bagian dada diikuti sesak nafas dan muntah-muntah.

    Dia sempat dilarikan ke RSUD Kotabaru, namun nyawanya tidak terselamatkan. Yusuf dinyatakan meninggal dunia pada pukul 14.30 WITA.

    Dari hasil visum sementara tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh Yusuf. Namun keterangan lebih rinci, masih menurut AKBP Suhasto dalam keterangan kepada media, akan disampaikan pihak RSUD.

    Yusuf menghembuskan nafas terakhir setelah 15 hari mendekam di LP Kotabaru sebagai tahanan titipan Kejaksaan Negeri Kotabaru.

    Warga Jalan Batu Selira, Desa Hilir Muara, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kotabaru, ditangkap karena pemberitaannya mengenai konflik antara warga dengan PT Multi Agro Sarana Mandiri (MSAM) milik Andi Syamsudin Arsyad alias Haji Isam, dianggap mencemarkan nama baik MSAM dan sang pengusaha.

    Sebelum dititipkan Kejaksaan di LP Kotabaru, Yusuf lebih dahulu mendekam di tahanan Polres Kotabaru sejak pertengahan April lalu.

    Yusuf dijerat Pasal 45 A UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

    Ketika mengumumkan penetapan Yusuf sebagai tersangka, Kapolres Suhasto mengatakan, polisi berwenang menangkap dan memproses pidana wartawan di luar mekanisme UU 40/1999 tentang Pers.

    Menurutnya, Dewan Pers merekomendasikan polisi menjerat M. Yusuf dengan UU ITE.

    PWI Sesalkan Dewan Pers

    Benarkah Dewan Pers merekomendasikan agar polisi menggunakan UU ITE, bukan UU Pers, dalam kasus M. Yusuf?

    Anggota Dewan Pers Hendry Ch. Bangun dalam keterangan beberapa saat lalu (Senin, 11/6/2018), meragukan hal itu.

    Dari pernyataan Hendry dapat disimpulkan bahwa polisi belum pernah berkonsultasi dengan Dewan Pers dalam kasus M. Yusuf.

    “Terkadang seperti penangkapan wartawan di Medan. Kata polisi ada rekomendasi, ternyata polisi hanya ngomong dengan ahli pers. Bukan rekomendasi Dewan Pers,” ujarnya, dilansir rmol.

    “Prinsipnya, Dewan Pers tidak mungkin memberikan rekomendasi untuk (wartawan) dipidana,” sambung Hendry yang juga Sekjen Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

    Sebelumnya, Hendry mengatakan karya jurnalistik seorang wartawan dilindungi UU Pers, terlepas apakah sang wartawan atau medianya sudah memiliki sertifikat atau belum.

    Sementara Ketua Dewan Kehormatan PWI, Ilham Bintang, menyesalkan pihak kepolisian yang tidak menggunakan mekanisme seperti diatur dalam UU 40/1999 tentang Pers.

    “Kita mengecam sikap polisi yang membutakan matanya menangani kasus berita, hanya lantaran yang merasa dirugikan oleh berita itu seorang tokoh pengusaha yang memiliki jaringan luas di kalangan penguasa. Termasuk pihak kepolisian,” ujarnya.

    Selain itu, sambung Ilham, PWI juga menyesalkan sikap Dewan Pers yang tidak aktif memediasi pihak yang bersengketa.

    Dia khawatir, dengan sikap seperti ini Dewan Pers tidak bisa menjalankan amanah UU Pers dalam kasus pers melawan penguasa dan pengusaha besar.

    Sebagai perbandingan, Ilham Bintang menambahkan, sikap Dewan Pers yang tidak dapat diandalkan itu juga terlihat dalam kasus penyerangan kantor Radar Bogor beberapa waktu lalu.

    Dia menyebut, pernyataan Dewan Pers dalam kasus itu sangat menyakitkan dan tidak adil.

    Radar Bogor divonis melanggar kode etik, dan sebagai hukuman harus menerima hak jawab dan menyampaikan permintaan maaf.

    Dewan Pers juga menyesalkan penyerangan terhadap kantor redaksi Radar Bogor, tetapi tidak menjatuhkan sanksi kepada pihak-pihak yang mengancam kebebasan pers itu.

    Terkait dengan penyerangan itu, Dewan Pers mempersilakan polisi bila mau menanganinya.

    Menurut Ilham Bintang, sikap Dewan Pers yang seperti itu menjadi semacam mesiu bagi kepolisian untuk mengabaikan mekanisme yang diatur dalam UU 40/1999 tentang Pers dalam menangani kasus-kasus pers. (DatapostOnline)