Tag: Yogyakarta

  • Teknik Informatika UAD Beri Pelatihan Pembuatan Media Pembelajaran Iqro Bagi Pengajar di TPA

    Teknik Informatika UAD Beri Pelatihan Pembuatan Media Pembelajaran Iqro Bagi Pengajar di TPA

    Yogyakarta (SL)-Program Pengabdian kepada Masyarakat (PPM) dari Program Studi (Prodi) Teknik Informatika Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta memberikan pelatihan para pengajar di Taman Pendidikan Al-Qu’ran (TPA) Masijid Darul Ulum membuat media bantu pembelajaran Iqro’ untuk para santrinya.

    PPM Prodi Teknik Informatika UAD Yogyakarta memberikan pelatihan para pengajar di Taman Pendidikan Al-Qu’ran (TPA) Masijid Darul Ulum membuat media bantu pembelajaran Iqro’ untuk para santrinya.

    Kegiatan pelatihan ini di damping oleh tiga dosen dari Teknik Informatik UAD yaitu Nur Rochmah Dyah, Dwi Normawati, dan Anna Hendri Soleliza Jones, yang dibantu oleh dua mahasiswa Teknik Informatika sebagai syarat pemenuhan Mata Kuliah Kerja Praktek (KP).

    Pelatihan yang dilakukan selama 2 hari pada tanggal 11 dan 12 September 2021 lalu ini dilaksanakan di laboratorium Komputer Teknik Informatika, diikuti oleh 15 orang peserta.

    “Setelah pemberian materi pelatihan pembuatan media pembelajaran menggunakan software Adope Premier, para peserta diberi tugas mandiri membuat media pembelajaran,” ujar Nur Rochmah Dyah di Kampus Utama UAD, di Jalan Ringroad Selatan, Kragilan, Tamanan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, Senin 29 November 2021.

    Hal ini, lanjut Nur Rochmah Dyah, sebagai evaluasi dari kegiatan pelatihan ini dilakukan dengan metode pemberian tugas mandiri membuat media pembelajaran mengenal huruf hijaiyah dan media pembelajaran membaca iqro’.

    Dwi Normawati menambahkan, dari kuisioner hasil pelatihan disimpulkan bahwa pelatihan tersebut sangat bermanfaat untuk proses pembelajaran di TPA Masjid Darul Ulum Argomulyo Sedayu. “Proses pembajaran selanjutnya dilakukan secara daring menggunakan media yang telah dibuat,” ungkapnya.

    Anna Hendri Soleliza Jones menuturkan, kondisi Pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19) saat ini sangatlah berdampak luas dalam kehidupan masyarakat. Di semua lini dituntut untuk mengembangkan diri dalam menghadapi situasi saat ini.

    Begitu juga di Taman Pendidikan Al-Qu’ran (TPA) Masjid Darul Ulum di Argomulyo, Sedayu, Bantul, Yogyakarta. Sejak awal Pandemi COVID-19 yang terjadi tahun 2019 sampai saat ini semua kegiatan TPA dihentikan.

    “Para santri yang sebagian besar masih di tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Dasar (SD) dan masih membutuhkan bimbingan dalam belajar Iqro’ tidak dapat melakukan kegitan TPA. Keadaan ini sangat mengkhawatirkan para orang tua jika anak-anak tidak bisa belajar membaca Al Quran dan belajar agama,” imbuhnya. (Rio/red)

  • Pencanangan Gerakan Indonesia Raya Bergema Berlangsung Semarak

    Pencanangan Gerakan Indonesia Raya Bergema Berlangsung Semarak

    Yogyakarta (SL)-Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X secara resmi meluncurkan gerakan Indonesia Raya Bergema tepat pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional, Kamis 20 Mei 2021 mulai pukul 08.45 – 10.30 WIB dari Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.

    Seremonial pencanangan dilakukan dengan menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang diiringi oleh Abdi Dalem Musikan Keraton Yogyakarta dari Bangsal Mandalasana, Keraton Yogyakarta. Pada waktu yang sama, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya juga dinyanyikan serentak di seluruh kantor organisasi perangkat daerah DIY dan Kabupaten Kota serta sejumlah tempat lainnya.

    Gerakan ini merupakan ajakan untuk mengumandangkan lagu Indonesia Raya secara kontinu di ruang publik sebagai kampanye berkelanjutan untuk mengobarkan nasionalisme rakyat Indonesia dilandasi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

    Adapun pelaksanaannya telah diatur melalui Surat Edaran Gubernur DIY No.29/SE/V/2021, yang dikeluarkan pada 18 Mei 2021.

    Acara pencanangan gerakan Indonesia Raya Bergema disiarkan secara live streaming dari tujuh lokasi yakni Gedong Pracimosono Kepatihan, Ruang Wisangeni Kepatihan, Kraton Yogyakarta, Kadipaten Pakualaman, SMA Negeri 1 Pakem dan kampus Univ. Atma Jaya Yogyakarta serta Pasar Beringharjo melalui kanal media Humas Jogja.

    Rangkain acara dimulai pukul 08.45 WIB dengan defile abdi dalem Musikan dari Bangsal Mandalasana Kraton Yogyakarta. Dilanjut pentas lagu nasional kolaborasi Rumah Kreatif Sulam asuhan Ucok Hutabarat dan paduan suara ASYB pimpinan Ryo Emmanuel Maharsanto. qt

    Sesi berikutnya dilangsungkan dialog dengan sejumlah narasumber yang masing-masing menyampaikan pendapatnya tentang gerakan Indonesia Raya Bergema.

    Dari Kraton Yogyakarta hadir penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Kridhomardowo KPH. Notonegoro, sedangkan Kadipaten Pakualaman tampak BPH. Kusuma Bimantara.

    Di ruang Wisanggeni Kepatihan berhimpun lima komponen organisasi wanita se DIY yakni Tim Penggerak PKK, Bhayangkari, Dharma Pertiwi, Dharma Wanita dan Badan Kerjasama Organisasi Wanita. Dipimpin Gusti Kanjeng Raden Ayu Adipati Pakualam, kelima organisasi wanita ini menyatakan turut mensukseskan gerakan Indonesia Raya Bergema.

    Sementara itu dari lokasi Pasar Beringharjo hadir Walikota Yogyakarta Hariadi Suyuti didampingi berbagai komponen paguyuban pedagang pasar.

    Untuk keterwakilan lembaga pendidikan diikuti pelajar SMA Negeri 1 Pakem Muhammad Anas dan Rektor Universitas Atmajaya Yogyakarta Prof. Ir. Yoyong Arfiadi, M.Eng., Ph.D.

    Para narasumber mendukung gerakan mengumandangkan Indonesia Raya secara kontinu sebagai upaya mempertebal rasa nasionalisme dan siap menjalankannya di lingkup masing-masing.

    Dukungan juga datang dari Menko Polhukam RI Mahfud MD. Ia mengampaikan sangat mendukung gerakan Indonesia Raya Bergema yang dicanangkan Sri Sultan HB X bertepatan dengan momentum Harkitnas.

    “Semoga semangat bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, kembali memasuki jiwa rakyat seluruh Indonesia, seperti pada masa perjuangan dari. Dari Jogja istimewa untuk Indonesia Raya,” tegasnya.

    Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga menyatakan mendukung penuh gagasan Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X untuk mengajak seluruh warga menyanyikan lagu Indonesia Raya.

    “Terus terang, saya sangat terinspirasi dan mendukung seratus persen gagasan ini. Sri Sultan mengajak kita untuk merasakan perjalanan Indonesia lewat lagu kebangsaan kita. Ini adalah momen yang sangat tepat untuk kita memompa lagi spirit kenegaraan kita, terutama karena hari ini adalah Hari Kebangkitan Nasional,” lanjutnya.

    Ganjar akan menerapkan gagasan Ngarso Dalem itu di Jawa Tengah mulai 20 Mei 2021 ini dan di hari-hari selanjutnya.

    Rangkaian pencanangan Indonesia Raya Bergema dipungkasi dengan gelaran pentas lagu-lagu perjuangan yang dipersembahkan secara apik oleh abdi dalem musikan dari Bangsal Mandalasana Keraton Yogyakarta. Mereka membawakan tujuh repertoar lagu nasional bernafaskan perjuangan yaitu Tanah Air, Medly Lagu Nusantara, Dari Sabang Sampai Merauke, Satu Nusa Satu Bangsa, Maju Tak Hentar dan Bagimu negri.

    Abdi dalem Musikan Mandalasana adalah korps musik barat yang telah ada sejak era Sri Sultan HB VIII. Keberadaannya menjadi cikal bakal sejarah kemunculan musik orkestra di Indonesia. Setelah lama terhenti sejak tahun 2019 diaktifkan kembali dan mendapat sambutan hangat masyarakat.

    Pencanangan gerakan Indonesia Raya Bergema memperoleh apresiasi meluas masyarakat dan atensi kalangan media massa. Banyak pihak ikut merelay siaran streaming termasuk diantaranya Stasiun TV Bina Pembangunan Daerah Ditjen Bangda Kemendagri dan vidiotron Program Satukan Negeri melalui Digital Antara. (Sub)

  • Yogyakarta Diguncang Gempa 5.1 SR,  BMKG : Tak Berpotensi Tsunami

    Yogyakarta Diguncang Gempa 5.1 SR, BMKG : Tak Berpotensi Tsunami

    Yogyakarta (SL) – Gempa berkekuatan 5,1 SR mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta. Gempa disebut tidak berpotensi tsunami.

    Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa terjadi pada Jumat (30/11) pada pukul 3.42 WIB.

    Lokasi gempa berada di 122 kilometer barat daya Kabupaten Kulon Progo.
    Koordinat gempa berada di 8,84 Lintang Selatan dan 109,74 Bujur Timur dengan kedalaman gempa mencapai 18 kilometer di bawah laut.

    Kepala Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta, Djoko Budiono menyampaikan, pada bulan Desember mendatang seluruh wilayah di DIY dipastikan sudah akan memasuki musim penghujan.

    Hujan bulanan tersebut, diungkapkan Djoko berkisaran pada 301 – 500 mm/bulan yang mana kondisi itu mengalami peningkatan dibanding bulan sebelumnya yang berada pada kisaran 100-200mm/bulan. “Khusus untuk Bantul bagian timur dan Gunungkidul bagian barat daya, jumlah curah hujan bulanan hanya berkisar antara 201-300 mm/bulan masuk dalam kategori sedang,” jelas dia, Rabu (28/11/2018) .

    Lebih lanjut, Ia menjelaskan, intensitas dan frekuensi hujan tersebut akan terus mengalami peningkatan dari bulan ke bulan.”Diprediksi puncak musim hujan akan terjadi pada Januari 2019 awal,” tambah dia.

  • Kisah Haru Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogya Tentang Aksi 212

    Kisah Haru Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogya Tentang Aksi 212

    Oleh: DR Iswandi Syahputra, Pengamat Komunikasi dan Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

    Demi Allah… baru kali ini saya melihat aksi demo hingga menangis. Saya tidak kuat menahan rasa haru, bahagia, bangga, gembira, dan sedikit amarah semua berbaur menjadi satu.

    Awalnya saya ke Jakarta untuk wawancara narasumber riset saya. Tapi sebuah penerbit juga mengusulkan saya menulis buku tentang aksi 411 dan 212, lebih kurang membahas ‘Media Soslial dan Aksi Damai 4/212’. Karena kebetulan itu, saya bergerak hadir ke Monas pusat lokasi aksi 212.

    Sambil menangis tersedu melihat aksi 212 saya telpon isteri untuk mengabarkan situasinya. Luar biasa, persatuan, kesatuan, kekompakan, persaudaraan, silaturrahmi umat Islam demikian nyata.

    Pukul 07.00 WIB saya bergerak dari Cikini menuju Monas, ojeg yang saya tumpangi harus muter mencari jalan tikus. Semua jalan dan lorong mengarak ke Monas macet total. Perjalanan saya terhenti di Kwitang, dari Kwitang saya jalan kaki menuju Monas, hingga ke perempatan Sarinah. Saat sampai di Tugu Tani, dada saya mulai bergetar tak karuan. Seperti orang takjub tidak terkira. Umat Islam yang hadir saling mengingatkan untuk hati-hati, jangan injak taman, buang sampah pada tempatnya, segala jenis makanan sepanjang jalan gratis. Tidak ada caci maki seperti yang terjadi di sosial media. Saat itu sudah mulai perasaan berkecamuk, tapi masih bisa saya tahan.

    Tepat di depan Kedubes AS, dada saya meledak menangis haru saat seorang kakek renta menawarkan saya buah Salak, gratis. Saya tanya, “Ini salak dari mana Kek?” “Saya beli sendiri dari tabungan”, jawabnya. Saya haya bisa terdiam dan terpaku menatapnya.

    Di sebelahnya, ada juga seorang Ibu tua juga menawarkan makanan gratis yang dibungkus. Sepertinya mie atau nasi uduk. Bayangkan, Ibu itu pasti bangun lebih pagi untuk memasak makanan itu. Saya tanya, “Ini makanan Ibu masak sendiri?” “Iya”, jawabnya. “Saya biasa jualan sarapan di Matraman, hari ini libur. Masakan saya gratis untuk peserta aksi”. Masya Allah… Saya langsung lemes, mes, messss… Saya senakin lemes sebab obrolan kami disertai suara sayup orang berorasi dan gema suara takbir.

    Dan., sepanjang jalan yang saya lalui, saya menemukan semua keajaiban Aksi Super Damai 212. Pijat gratis, obat gratis, klinik gratis, makan dan minum gratis. Perasaan lain yang bikin saya merinding, tidak ada jarak dan batas antara umat Islam yang selama ini kena stigma sosial buatan mereka para nyinyiers dan haters sebagai ‘Islam Jenggot’, ‘Islam Celana Komprang’, ‘Islam Kening Hitam’, ‘Islam Cadar’, ‘Islam Berjubah’ dan stigma negatif lainnya. Semuanya bersatu dalam: Satu Islam, Satu Indonesia, dan Satu Manusia!

    Sepanjang perjalanan, saya mendengar antara peserta bicara menggunakan bahasa daerah Sunda, Jawa, Madura, Bugis, Aceh, Minang bahkan ada juga yang berbahasa Tionghoa. Mungkin mereka saudara kita dari kalangan non muslim.
    Melihat itu semua, “saya menyerah’, lagi-lagi saya menyerah!

    Saya tidak kuasa menahan gejolak rasa yang bergemuruh dalam dada. Saya putuskan menepi, mencari kafe sekitar lokasi. Kebetelun saya punya sahabat baik yang pengelola “Sere Manis Resto dan Cafe”. Lokasinya strategis, pas di pojok Jl. Sabang dan Jl. Kebon Sirih. Tidak jauh dari bunderan BI dan Monas. Saya putuskan menyendiri masuk cafe itu untuk memesan secangkir kopi dan menyaksikan semua peristiwa dari layar TV dan Gadget yang terkadang diacak timbul tenggelam kekuatan sinyalnya.

    Tapi di Resto/Cafe ‘Sere Manis’ itu juga saya temui umat Islam berkumpul membludak. Rupanya mereka antri mau mengambil wudhu yang disiapkan pengelola restoran. Tidak cuma itu, saya menemukan ketakjuban lain. Di dalam resto/cafe saya bertemu teman baru, seorang Scooter yang tinggal di daerah Cinere. Dia dan teman-temannya memilih berjalan kaki dari Cinere ke Monas (sekitar 40 KM) untuk merasakan kebahagiaan para santri yang berjalan dari Ciamis ke Jakarta. Masya Allah…. Saya semakin sangat kecil rasanya dibanding mereka semua.

    Ini kisah dan kesaksian saya tentang Aksi Super Damai 212. Mungkin ada ratusan atau ribuan orang seperti saya yang tidak terhitung atau tidak masuk dalam gambar aksi yang beredar luas. Kami orang yang lemah, tidak sekuat saudara kami yang berjalan kaki di Ciamis atau Cinere.

    Maka, janganlah lagi menghina aksi ini. Apalagi jika hinaan itu keluar dari kepala seorang muslim terdidik. Tidak menjadi mulia dan terhormat Anda menghina aksi ini. Terbuat dari apa otak dan hati Anda hingga sangat ringan menghina aksi ini? Atau, apakah karena Anda mendapat beasiswa atau dana riset dari pihak tertentu kemudian dengan mudah menghina aksi ini?

    Jika tidak setuju, cukuplah diam, kritik yang baik, atau curhatlah ke isteri Anda berdua. Jangan menyebar kebencian di ruang publik. Walau menyebar kebencian, saya tau kalian tidak mungkin dilaporkan umat Islam. Sebab umat Islam tau persis kemana hukum berpihak saat ini.

    Terlepas ada kebencian dari para ‘nyinyiers’, saya bahagia bisa tidak sengaja ikut aksi damai 212 ini. Setidaknya saya bisa menularkan kisah dan semangat ini pada anak cucu saya sambil berkata: “Nak, saat kau bertanya ada dimana posisi Bapak saat aksi damai 2 Desember 2016? Bapak cuma buih dalam gelombang lautan umat Islam saat itu. Walau cuma buih, Bapak jelas ada pada posisi membela keimanan, keyakinan dan kesucian agama Islam. Jangan ragu dan takut untuk berpihak pada kebenaran yang kau yakini benar. Beriman itu harus dengan ilmu. Orang berilmu itu harus lebih berani. Dan mereka yang hadir atau mendukung aksi 212 adalah mereka yang beriman, berilmu dan berani. Maka jadilah kau mukmin yang berilmu dan pemberani anakku”.

    Ini kesaksian saya terhadap Aksi Bela Islam III tanggal 2 Desember 2016. Bagaimana kesaksian man teman yang lain?

    Artikel ini sebelumnya dimuat di republika, 3 Desember 2016

  • Dikala Oposisi Mengisi Ruang Kosong, Negara Hadir Ibarat Monster Leviatan

    Dikala Oposisi Mengisi Ruang Kosong, Negara Hadir Ibarat Monster Leviatan

    oleh : Natalius Pigai

    PASTI banyak orang berprasangka begitu kejamnya judul tulisan ini. Tentu saja judul ini tidak begitu saja jatuh dari langit, ada akar historisnya dan tidak ironis bahwa landas pijak lahirnya sebuah negara bangsa termasuk Indonesia hadir untuk melindungi segenap warga negara dari ancaman nyata antar individu (homo homini lupus), lantas negeri dihadirkan sebagai monster leviathan untuk menerkam rakyat ( Thomas Hobes).

    Negara ini kita lahir karena adanya sumpa pemuda menyatakan kehendak antar individu melahirkan pejanjian berdirinya sebuah negara bangsa (pactum unionis), maka kedaulatan sepenuhnya berada ditangan rakyat (John Locke). Harus di sadari oleh Presiden Jokowi bahwa negara ini tidak pernah dilahirkan karena adanya penjanjian antara rakyat dan negara (pactum subjectionis) maka negara tidak bisa serta merta mengatur sesuai kehendak pribadi, presiden memiliki ruang terbatas yang dibatasi oleh kekuasan yang bersumber dari konstitusi.

    Saya bukan Descartesian atau pengikut Rene Descartes yang mengandalkan kehidupan berlogika dan nalar sebagai sentrum kehidupan. Namun bernalar dan berlogika seringkali menjadi penting tidak hanya di dunia akademia tetapi juga pentingnya logika dalam merancang bangun negara bangsa (nation-state) seperti Indonesia yang bangunan tata praja dan pranata hukumnya belum sempurna.

    Apakah bernalar jika seorang Presiden yang pemimpin tertinggi sebagai Kepala Negara dan juga Kepala Pemerintahan perlu membentengi diri dari oposisi pemerintah?. Begitu jahatkah oposisi sehingga seorang Presiden yang juga adalah orang terpilih, terbersih, terbaik dari sisi pengetahuan (Knowledge), ketrampilan memimpin (skills) juga bermental baik (attitute) yang dipilih oleh partai-partai politik melalui tahapan seleksi secara ketat lantas memanfaatkan segala instrumen negara untuk kepentingan kekuasaan dirinya bukan untuk kepentingan umum atau kebaikan bersama (bonum commune).

    Ironi, bahwa saat ini partai-partai yang justru mengusung kader terbaik mereka menjadi Presiden Republik Indonesia berusaha keras untuk mempertahankan kedigdayaan dengan menyalahgunakan kekuasaannya (abuse of power) dari ancaman hanya sekedar tekanan verbal adalah sesat pikir dan sesat nalar. Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan merupakan pengguna kekuasaan yang bersumber dari konstitusi, namun konstitusi negara mengamanatkan kekuasaan Presiden juga Tidak Tak Terbatas. Itu esensi negara yang perlu dipahami oleh Presiden Jokowi.

    Di saat presiden yang berada di Bizantium Kekuasaan yang saban hari disembah sujud oleh semua elemen bangsa justru memanfaatkan semua instrument negara hanya untuk melindungi diri sendiri yang berkuasa luar biasa. Sementara rakyat kecil berjuang setengah mati mencari perlindungan dan keadilan di negeri ini.

    Sangat naif, bilamana Presien menjadikan institusi negara sebagai alat kekuasaan maka tindakannya merupakan perwujudan nyata dari apa yang sering diungkapkan dan dikhawatirkan rakyat bahwa ternyata kekuasaan negara ibarat silet yang menyayat dan menancap tajam ke orang-orang kecil tetapi tumpul pada penguasa di singgasana kekuasaan.

    Harus disadari bahwa dimana-mana di dunia ini, seorang Presiden hanya dilindungi dari ancaman keselamatan jiwa dan fisik yang terdiri ancaman luar (external treath) dan keamanan dan kenyamanan di dalam negeri. Dalam konteks ancaman ini, semua upaya perlindungan secara protokoler telah diberikan oleh negara sehingga tidak terlalu penting diberi perlindungan secara hukum apalagi terkait ujaran, demonstrasi dari rakyat terhadap Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

    Negara kita menganut sistem meritokrasi termasuk jabatan Presiden Republik Indonesia. Terpilih melalui seleksi dan hasil pemilihan umum. Kedaulatan Presiden merupakan resultante dari kedaulatan individu melalui kumpulan satu orang, satu suara, satu nilai (Summa Potestas, sive summum, sive imperium dominium). Karena itu rakyat berhak mencabut kedaulatan, apalagi hanya sekedar menyampaikan pikirkan, perasaan dan pendapat untuk menilai kemajuan (progress) dan kemunduran (regress) atas kinerja Presiden.

    Presiden Pemangku jabatan publik sehingga mutlak untuk dinilai baik dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab maupun juga cara bertutur, bertindak, mentalitas dan moralitasnya sebagai panutan seluruh rakyat. Presiden juga harus siap menerima berbagai cacian, makian, kritikan yang berorientasi kepada merendahkan harga diri dan martabat sekalipun sebagai bagian yang tidak terpisahkan antara jabatan Presiden dan pribadi.

    Sekali lagi bahwa Presiden itu orang yang terseleksi secara ketat termasuk kadar moralitas dan persoalan pribadinya sehingga sejatinya secara otomatis nyaris terhindar atau bahkan jauh dari ujaran kebencian. Namun jika rakyat menyampaikan kata-kata yang mengandung ujaran kebencian maka tentu saja terdapat persoalan yang serius dan kronis dilakukan oleh seorang presiden yang disegani dan dihormati.

    Karena itu justru yang harus diperiksa adalah Pemerintahannya yang tidak mempu mendeliver haluan negara kepada rakyatnya, bukan rakyat yang disalahkan. Karena itu saya menduga para pemimpin kita ini bernalar laba-laba, komplicated atau bahasa saya di Papua disebut logika rumit (bunikigi)!.

    Tagar 2019 Ganti Presiden bukan menghina Presiden. Salah besar Prof Jimly Assidiqie menyatakan menghina Presiden. Rakyat tidak menyatakan mengganti Presiden yang sedang berkuasa pada tahun 2018 karena bisa dianggap makar, tetapi 2019 ganti presiden adanya komitmen rakyat untuk melakukan perubahan pimpinan nasional secara konstitusional melalui momentum pemilihan umum 2019. Sangat wajar jika rakyat menggaungkan opini atau

    keinginan ganti Presiden dari saat ini dimana sudah memasuki momentum politik Pilpres 2019. Apa yang disampaikan oleh Prof Jimly tentang pasal penghinaan bahwa perlu diketahui bahwa Pasal penghinaan terhadap Presiden itu warisan pemerintah orde baru yang otoriter dan kejam. Jika pemerintah berpandangan kembali sistem kadaluwarsa ini maka reformasi secara substansial belum berjalan secara maksimal. Dan inilah problem serius bangsa ini, dimana kita tersandera dengan pola pikir dan nalar orde baru bahwa presiden adalah simbol negara sehingga harus diselamatkan dan dilindungi. Padahal tidak ada satu pasal dalam konstitusi yang menyatakan Presiden simbol negara.

    Jabatan Presiden itu bukan simbol negara bangsa (nation state simbols) seperti Pancasila, UUD 1945, Burung Garuda, adagium unitarian Bhinneka Tunggal Ika. Secara hukum kekuasaan presiden juga tidak tak terbatas artinya kekuasan presiden dibatasi oleh konstitusi, selain sebagai mandataris MPR juga sebagai warga negara biasa dihadapan hukum. Oleh karena itu Presiden memiliki hak untuk mengajukan gugatan dan juga kewajiban untuk mematuhi hukum.

    Ada pandangan bahwa tindakan Neno Warisman dan rakyat yang menginginkan ganti presiden 2019 adalah Penghinaan terhadap Presiden merupakan sesat logika dan sesat hukum. Bahkan secara politis akan berbahaya karena selain mengkultuskan individu Presiden, juga apapun yang dikatakan Presiden bisa dianggap sebagai sebuah Titah Raja yang tidak terbantahkan, semacam devine right of the King seperti yang pernah dilakukan oleh Raja Jhon di Inggris aband ke-15 yang pada diakhirnya juga perlawanan rakyat yang melahirkan magna charta.

    Pada saat ini, kita mesti mencari jalan keluar bagaimana negara memberi ruang ekspresi bagi kelompok oposisi dan intelektual atau juga masyarakat untuk menjalankan keseimbangan (check and balances) terhadap kekuasaan. Hal ini penting untuk antisipasi agar kekuasaan tidak memupuk pada seorang individu yang cenderung otoriter dan bernafsu menyalahgunakan kewenangan (Powers tens to corrupt and Will corrupt absolutely).

    Sepertinya para politisi dan birokrat gila jabatan dan penjilat terhadap kekuasan. Untuk kepentingan apa dan siapa dari para punggawa ilmu, para profesional, politisi, bahkan preman jalanan sampai mengatur urusan privat seorang warga negara yang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Jika ada tindakan rakyat dan oposisi yang mengarah pada tindakan yang mengandung unsur pidana maka tanggung jawab pribadi untuk menggunakan haknya sebagai warga negara untuk ajukan gugatan hukum. Dan presiden bisa saja menunjuk pengacaranya sendiri tanpa harus menggunakan instrumen negara untuk menekan rakyat atau Jaksa sebagai pengacara negara.

    pemerintah jangan hadir seperti monster leviathan yang menerkam rakyat karena menyalahi kodratiyah lahirnya sebuah negara yaitu demi melindungi dan membawa perlindungan dari bahaya saling menerkam (homo homini lupus).

    Bagaimanapun harus diakui bahwa kelemahan kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kala 2014-2019 ini adalah ketidakmampuan membangun bangsa dan memantapkan karakter kebangsaan. Kegagalan terbesar adalah membiarkan disharmoni sosial/horisontal juga secara vertikal antara negara dan rakyat dampaknya terjadi kerusakan fundamental soal kebangsaan. Hal ini patut diduga karena kontribusi tumpukan pemilik nalar orde baru di lingkaran istana negara jadi wajar jika nalar progresif dan reformasi stagnan alias tidak berjalan. (Natalius Pigai adalah Kritikus dan Aktivis)

  • Presiden Hadiri Penyerahan Aset Bangunan dan Studio Film Sultan Agung di Yogyakarta

    Presiden Hadiri Penyerahan Aset Bangunan dan Studio Film Sultan Agung di Yogyakarta

    Yogyakarta (SL) – Presiden Joko Widodo dalam kunjungan kerjanya ke Daerah Istimewa Yogyakarta hadir dalam acara penyerahan aset bangunan dan studio alam yang menjadi lokasi pengambilan gambar film Sultan Agung kepada pemerintah. Studio tersebut berlokasi di Desa Gamplong, Kabupaten Sleman.

    Penyerahan dilakukan langsung oleh Ibu Mooryati Soedibyo selaku produser eksekutif kepada pemerintah melalui Pemerintah Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Atas hal tersebut, Presiden Joko Widodo memberikan apresiasi khusus bagi Ibu Mooryati yang dianggapnya memiliki visi kekinian.

    “Saya ingin mengajak kepada kita untuk bertepuk tangan menghormati Ibu Mooryati Soedibyo. Beliau ini walaupun sudah berumur 90 tahun tapi ide-idenya kekinian, mengikuti tren. Seperti ide beliau untuk menghibahkan studio alam di Desa Gamplong ini,” ujarnya di lokasi pada Minggu sore, 15 Juli 2018.

    Hibah set bangunan dan studio yang terdiri atas replika pendopo Keraton Mataram, songgo Mataram, benteng VOC, jembatan ungkit, Kampung Mataram, dan Kampung Pecinan itu menurut Presiden dapat menjadi potensi wisata baru di Desa Gamplong yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Menurutnya, masyarakat akan berdatangan ke lokasi wisata baru itu untuk mencari pengalaman tersendiri dan menyebarkannya melalui media sosial.

    “Jadi kalau nanti melihat studio yang ada di sini, Desa Gamplong ini akan menjadi terkenal. Ekonomi juga hidup. Kita harapkan itu,” tuturnya.

    Untuk diketahui, set bangunan tersebut sebelumnya menjadi lokasi pengambilan gambar untuk film sejarah “Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, dan Cinta” yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Film bertemakan sejarah Kesultanan Mataram itu rencananya akan memulai penayangannya di bulan Agustus mendatang.

    Turut hadir mendampingi Presiden dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf dan Ibu Mooryati Sudibyo. (rls)

  • Ketua PWI Se-Indonesia Dekalarasi Tentang Pentingnya Pers Kembali Pada Pancasila

    Ketua PWI Se-Indonesia Dekalarasi Tentang Pentingnya Pers Kembali Pada Pancasila

    Yogyakarta (SL) – Sebanyak 34 Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) se-Indonesia membacakan lima item deklarasi di Keraton Kilen tentang ‘Pentingnya Pers Kembali Pada Pancasila’. Pembacaan deklarasi tersebut diapresiasi oleh Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan HB X.

    Ketua PWI DIY Sihono, Selasa menjelaskan, deklarasi pers kembali kepada Pancasila penting untuk dilakukan di tengah keprihatinan insan pers terhadap perkembangan pers di Indonesia saat ini. “Kebebasan (pers) yang harusnya dinikmati oleh masyarakat ternyata banyak dinikmati oleh pemilik modal dan politikus, ini menggelisahkan kita. Ada lima item deklarasi itu. Intinya PWI siap untuk mendorong atau melaksanakan nilai-nilai Pancasila dengan karya jurnalistik,” kata Sihono menjelaskan isi silaturrahmi dan pembacaan deklarasi di Keraton Kilen, Jogja, Jumat (6/7) malam.

    Sihono berharap, dengan karya jurnalistik yang berkarakter Pancasila dapat menyadarkan masyarakat pada pluralisme, lebih menghargai perbedaan orang lain, mengedepankan musyawarah dan juga berkontribusi mewujudlkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sihono mengatakan kebebasan pers saat ini juga harus bertanggung jawab pada bangsa dan negara.

    “Kalau tidak bertanggung jawab pada bangsa dan negara akan bahaya. Karena dia akan menerjemahkan kebebasan itu sebebas-bebasnya, semaunya sendiri. Jadi kalau sudah menyangkut kepentingan bangsa PWI harus bersikap, katanya.

    Sihono mengatakan, kebebasan yang tidak bertanggung jawab dibiarkan akan mempengaruhi persatuan dan kesatuan bangsa. Contohnya banyaknya berita hoaks saat ini yang penuh ujaran kebencian. Hal tersebut membuat PWI tergerak mendirikan Pusat Pendidikan dan Pengembangan Pers Pancasila (P5) di Gambiran yang disambut baik oleh Sri Sultan HBX.

    Mengenai pendirian P5, Sri Sultan HBX berharap insan pers mengaplikasikan Pancasila sesuai dengan apa yang mereka ketahui. “Saya tidak tahu ya mungkin tetap di dalam konteks koridor kebebasan yang bertanggung jawab. Nah kalau dimaknai sebagai karakteristik seorang Pancasilais berarti bagaimana mengaplikasikan pengertian info yang bertanggung jawab itu, mungkin juga tidak sekadar mengkritisi tapi juga bagaimana masyarakat atau publik itu sendiri juga dilatih pembelajaran untuk dia memahami pada aspek-aspek berbangsa dan bernegara. Tidak sekadar membaca suatu berita saja,” kata Raja Keraton Ngayogyakarta ini.

    Sri Sultan HB X berharap pers bisa menjadi kekuatan keempat di luar eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sri Sultan HB X berpesan pada insan pers agar merencanakan bagaimana menerjemahkan informasi yang bertanggung jasab, yaitu informasi yang Pancasilais. (rel)

  • Putus Cinta Berondong Sebar Foto Bugil Selingkuhanya

    Putus Cinta Berondong Sebar Foto Bugil Selingkuhanya

    Yogyakarta (SL) – Sunadi, pemuda berusia 24 tahun di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terpaksa berlebaran di dalam sel tahanan karena kasus cabul.

    Seperti dipansir dari Suara.com, warga Desa Mulusan, Kecamatan Paliyan, itu ditangkap polisi karena menyebar foto-foto tanpa busana perempuan selingkuhannya yang telah bersuami.

    Kasat Reskrim Polres Gunungkidul Ajun Komisaris Riko Sanjaya mengatakan, Sunadi menyebar foto-foto syur perempuan berinisial Sy diduga karena sakit hati setelah jalinan asmaranya diputus.

    “Korban, Sy, adalah perempuan berusia 31 tahun dan masih bersuami. Dia tadinya selingkuhan pelaku. Tapi ketika hubungannya diputus, pelaku tak terima dan menyebar foto-foto itu melalui media sosial,” kata Sanjaya seperti diberitakan Harian Jogja—jaringan Suara.com, Minggu (17/6/2018).

    Sanjaya menuturkan, Sunadi dibekuk aparat pada Rabu (13/6). Itu setelah Sunadi menyebar foto-foto tanpa busana Sy di akun Instagram dan Facebook.
    “Pelaku menggunakan akun palsu untuk menyebarkan foto-foto tersebut,” jelas Sanjaya.

    Ia mengungkapkan, korban dan pelaku menjalin hubungan sejak setengah tahun terakhir ini. Keduanya berkenalan melalui Facebook.

    Pelaku, lanjut Riko, memanfaatkan kondisi rumah tangga Sy yang sedang dalam masalah, untuk menggoda perempuan itu berselingkuh.

    Atas perbuatannya, pelaku diancam dengan pasal 27 ayat 1 jo pasal 45 ayat 1 UU RI No 19 tahun 2018 dengan ancaman kurungan penjara 6 tahun dan atau denda 1 miliar rupiah.(Net/Mahardika/

  • Mahfud MD: TNI – Polri Harus Bersama Berantas Terorisme

    Mahfud MD: TNI – Polri Harus Bersama Berantas Terorisme

    Yogyakarta (SL) – Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menilai peran TNI dan Polri tidak bisa dipisahkan dalam penanganan kasus-kasus terorisme.

    “Menurut saya perlu (TNI dilibatkan) dan tidak cukuplah Polri sendiri, tidak bisa sendiri-sendiri. Kalau pertahanan dan keamanan dipisah, malah kacau negara ini,” kata Mahfud saat ditemui di ruang kerjanya di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (22/5/2018).

    Menurut Mahfud, dalam konteks kasus terorisme terdapat area abu-abu yang bisa mempertemukan TNI yang memiliki peran menjaga pertahanan negara dan ideologi serta Polri yang memiliki peran menjaga keamanan dan penegakan hukum.

    “Seperti bom, itu kan peristiwanya (ancaman) keamanan karena dia membunuh orang. Tetapi karena dia latar belakangnya ideologi maka bisa masuk (ancaman) pertahanan,” kata Mahfud.

    TNI bisa masuk dalam penanganan terorisme, menurut Mahfud, dengan catatan tidak boleh masuk dalam penanganan hukumnya, melainkan hanya mendukung fungsi untuk menghalau serangan atau menangkap teroris (red)

  • LPP RRI Berkomitmen Menjaga Ruh Tri Prasetia RRI demi Integrasi Bangsa dan Negara

    LPP RRI Berkomitmen Menjaga Ruh Tri Prasetia RRI demi Integrasi Bangsa dan Negara

    Yogyakarta (SL) – Setiap angkaswan/angksawati RRI sudah didoktrin dan disemangati oleh Tri Prasetia RRI demi menjaga visi bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945. Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.

    Demikian disampaikan Ketua Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Radio Republik Indonesia (RRI), Mistam, S.Sos, M.Si, dalam Rapat Kerja Forum Komunikasi Pemerhati (FKP) RRI, bertema “Sinergitas Forum Komunikasi Pemerhati (FKP) LPP RRI dalam Mendukung Program-Program Siaran RRI dalam Rangka Penguatan Kelembagaan RRI Melalui FKP RRI”.

    Raker FKP kali ini diikuti 23 peserta, diadakan di Hotel Grand Keisha, Yogyakarta, 7-9 Mei 2018. Peserta Raker terdiri dari Pengurus Pusat FKP, Kordinator Nusantara (Kornus) yang mewakili FKP daerah, Direksi, Dewas dan Kepala Puslitbang Diklat LPP RRI. Ketua FKP RRI Makassar, Rusdin Tompo, juga menjadi peserta Raker ini.

    Mistam memaparkan, menyelamatkan peralatan siaran dalam konteks kekinian berarti alat siaran RRI harus bisa jadi asupan yang sehat, bagi masyarakat dan tidak boleh melenceng dari visi bangsa.

    Dikatakan, program-program acara di RRI itu merupakan matarantai yang merefleksikan keberpihakan RRI bagi masyarakat Indonesia. Tidak boleh matarantai ini terputus dari konsensus nasional.

    “Jadi tantangan bagi insan penyiaran RRI adalah harus kreatif, inovatif serta solutif,” tegas Mistam di hadapan peserta Raker FKP LPP RRI.

    Berkaitan dengan poin kedua dari Tri Prasetia RRI–bahwa RRI sebagai alat perjuangan dan alat revolusi–maka spirit teman-teman di RRI harus terjaga dari bias siaran yang merugikan kepentingan bangsa.

    Sebenarnya, kata Mistam, arah dan tujuan penyiaran kita sudah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Tapi tampaknya belum ada media yang mendrive masyarakat sesuai visi bangsa. Karena itu, pada posisi inilah peran strategis yang mesti dimainkan RRI atas dukungan FKP.

    Sesuai dengan kedudukannya sebagai Lembaga Penyiaran Publik, saat ini, RRI tidak mungkin melakukan propaganda dan sekadar jadi corong pemerintah. RRI tidak mungkin memproduksi siaran hoax dan siaran yang bisa mengancam integrasi bangsa. RRI, kata Mistam, dari A sampai Z, baik berita hingga hiburannya harus mengedukasi masyarakat.

    Mistam mengkhawatirkan, dalam konteks penyusunan RUU Penyiaran, terkesan ada upaya dari kekuatan modal untuk mengarahkan perubahan UU demi keuntungan bisnis semata.

    Dengan tetap berpedoman pada Tri Prasetia, berarti RRI itu berdiri di atas semua aliran dan golongan, RRI netral dan independen. Sehingga, kurang tepat jika RRI akan jadi Badan Layanan Umum (BLU) karena RRI hanya akan jadi subordinat dan berpotensi jadi corong atau alat propoganda pemerintah. Hal ini menjadi salah satu isu sentral, apalagi di tengah situasi politik seperti sekarang. Kita bertekad, bagaimana RRI tetap berada pada khittahnya sesuai Tri Prasetia RRI.

    Mistam mengakui, RRI senantiasa membutuhkan masukan agar program-program siarannya membumi, sesuai kebutuhan masyarakat dan senantiasa aktual. Siaran-siaran RRI harus mampu merangkul generasi muda termasuk kalangan anak-anak. Karena pada merekalah masa depan RRI juga masa depan bangsa dan negara ini.

    “Jika kita membuat program anak muda maka perlu cari penyiar muda, lagu-lagunya juga diselaraskan biar RRI makin dekat dengan generasi milenial,” pungkas Mistam

    Penasihat FKP LPP RRI, Paulus Widiyanto, menegaskan perlunya RRI memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi, terutama media baru. Sekarang era digital, era konvergensi media, era multiplatform, yang sangat penting bagi RRI untuk menjangkau khalayat yang lebih luas. (red)